Ayat Hari Ini:

Showing posts with label 2 Korintus. Show all posts
Showing posts with label 2 Korintus. Show all posts

Monday, April 13, 2009

Yesus Kristus Untuk Semua Orang?


Orang Kristen seringkali menjadi umat yang eksklusif yang terbatas bagi kalangan sendiri dan merasa keselamatan hanya bagi kita. Tapi, ketika membaca ayat-ayat Alkitab, ada ayat-ayat tertentu yang menyatakan bahwa Yesus Kristus untuk semua orang; atau Allah ingin semua manusia diselamatkan. Tapi di sisi lain ada ayat-ayat Alkitab yang berbicara tentang umat pilihan. Bagaimana kita bisa memahami pengertian yang sepertinya bertentangan?

Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.
2 Korintus 5:15

Pengertian yang salah dan Kegagalan Kristus
Jika kata semua dalam 2 Korintus 5:15 ditafsirkan sebagai semua individu yang pernah dan akan hidup di dunia, maka bisa membawa kepada kesimpulan kepada kegagalan Yesus Kristus. Bukankah Yesus Kristus sudah mati dan bangkit bagi semua orang? Mengapa banyak orang yang tidak percaya kepada-Nya? Artinya, Yesus Kristus gagal. Kuasa kematian dan kebangkitan-Nya tidak sanggup untuk merubah hidup seluruh umat manusia, hanya terjadi pada sebagian orang saja!?

Penafsiran ini akan bertentangan dengan keseluruhan ayat itu sendiri. Karena kalau Kristus sudah mati dan bangkit untuk semua individu manusia, semuanya dituntut hidup bagi Kristus. Tentu saja bukan ini maksud Paulus. Karena konteksnya adalah bagi orang percaya.

Penafsiran ini juga akan bertentangan dengan Mat 1:21, yang mengatakan bahwa Yesus akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka. Begitu juga dengan Efesus 1:4 yang berbicara tentang pemilihan yang akan diselamatkan dalam Yesus Kristus. Kalau yang dipilih untuk diselamatkan dalam Yesus Kristus hanya sebagian, mengapa Yesus Kristus harus mati untuk semua orang?

Untuk mengerti dan bisa menafsirkan dengan benar kata 'semua' kita perlu melihat pengertian dari bahasa aslinya dan tentu saja konteksnya.

Arti dari Kata Semua
Bandingkan juga dgn 1 Tim 2:3-4 yang juga menggunakan kata semua dengan konteks yang lebih baik.
3 Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, 4 yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.

Baik 2 Kor 5:15 maupun 1 Tim 2:4 kata 'semua' berasal dari akar kata pas. Menurut salah satu lexicon yang terbaik, A Greek-English Lexicon of the New Testament and Other Early Christian Literature(BDAG), kata ini bisa berarti keseluruhan individu atau semua jenis/golongan.
Membandingkan dengan konteks di dalam 2 Kor 5:15 maupun 1 Tim 2:1-4, serta membandingkan dengan konteks umum keseluruhan Alkitab, maka seharusnya kata semua bukan ditafsirkan di dalam pengertian 'semua individu' tapi lebih tepat kalau menggunakan pengertian yang kedua: semua jenis/golongan manusia.

Penafsiran ini juga akan lebih jelas waktu kita melihat Wahyu 7:9. Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka.
Bukan semua manusia yang akan diselamatkan dalam Kristus, tapi semua jenis/golongan manusia, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa.

Jadi, Yesus Kristus mati dan bangkit untuk semua jenis/golongan manusia, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa.

Apa artinya buat kita?
Penekanan Paulus akan kematian dan kebangkitan Kristus harusnya merubah hidup orang percaya. Kita seharusnya tidak lagi hidup bagi diri sendiri, tetapi untuk Dia yang telah mati dan bangkit untuk kita. Mengapa kita harus hidup untuk Kristus? Bukankah hidup ini milik kita?

Hidup ini bukan milik kita. Kita tidak mencipta diri kita sendiri, tidak lahir sendiri, tidak bisa memilih orang tua kita, bahkan fisik kitapun tidak bisa kita pilih. Yang bisa kita pilih itu berbuat dosa dan mengakibatkan kematian. Kita milik Kristus, karena Dia yang mencipta kita. Waktu kita berdosa, Dia menebus kita dan memimpin hidup kita. Maka respon kita yang seharusnya, hidup bagi Dia yang sudah mati dan bangkit untuk kita dengan terus menceritakan dan membagikan Yesus Kristus bagi semua jenis/golongan manusia, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa. Soli Deo Gloria.

Thursday, January 3, 2008

Tahun Baru? Apanya yang baru?

Di tahun baru banyak orang berharap ada banyak hal yang baru dan lebih baik yang akan terjadi. Semua berharap demikian. Sayangnya, pengharapannya hanya kepada tahun yang baru di kalender dan tanpa melihat keadaan dan kondisi yang sebenarnya.

Pagi ini saya menulis di tengah suasana hujan lebat dan di beberapa tempat di Jakarta sedang mengalami banjir. Tempat saya tinggal belum pernah banjir, tapi siapa tahu di tahun baru akan mengalami sesuatu yang baru, kebanjiran!?
Banjir menjadi hal yang baru bagi daerah2 yang dilewati sungai Bengawan Solo. Tahun baru di tempat pengungsian.. Efek dari pemanasan global!
Minyak duniapun 'akhirnya' mencapai 100 dollar US/barrel (meskipun pagi ini turun lagi), yang berdampak kepada pasar modal dan tentu saja nilai tukar rupiah dan perekonomian dunia. Sesuatu yang baru sedang terjadi?
Inikah sebagian hal2 baru yang diharapkan terjadi di tahun baru? Tentu saja tidak!
Hal2 baru apakah yang diharapkan dari bumi yang makin tua dan sedang mengalami konsekuensi kerusakan akibat hal2 baru yang pernah ditemukan manusia, mis: mobil, AC, industri, kertas, dll? Ataukah kita berharap hal2 baru dari masyarakat bumi yang semakin pintar berdosa?

Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.(LAI)

Therefore, if anyone is in Christ, he is a new creation. The old has passed away; behold, the new has come. (ESV)
2 Co 5:17


Baru
Kata baru yang dipergunakan oleh Rasul Paulus di dalam ayat ini adalah kata kainos. Kata ini berbeda dengan kata neos. Meskipun sama-sama diartikan baru. neos mempunyai pengertian baru secara kuantitas, sesuatu yang betul-betul baru. Sedangkan kainos berarti baru secara kualitas. Maksudnya, baru yang berasal dari lama dengan perubahan (transformasi).
Tahun baru seharusnya bukan tahun neos, tapi tahun kainos. Karena semua tetap sama. Tahun 2008 berasal dari 2007 + 1 detik.
Dunia ini sebenarnya sedang bertambah tua dan bukannya baru. Tahun yang baru hanya membuat bertambahnya usia bumi yang makin tua. Sama seperti manusia yang makin lanjut usia, apa yang bisa diharapkan lagi? Usaha untuk peremajaan menjadi usaha yang sia-sia... Kalau begitu, mengapa berharap sesuatu yang baru dan lebih baik di tahun yang baru? Bukankah segala sesuatu yang kelihatan baru sebenarnya berasal dari yang lama, dan kalaupun dianggap baru ternyata di tahun2 yang akan datang hanya berdampak kepada kerusakan yang lebih parah di dalam hidup manusia di bumi ini.

Ciptaan Baru
Ciptaan baru menjadi solusi untuk kesulitan umat manusia. Maka, bumi ini perlu diciptakan kembali. Tapi, kalau manusianya tidak menjadi ciptaan yang baru, apakah gunanya bumi yang baru? Apakah gunanya tahun baru? Bukankah Tuhan pernah melakukan hal ini dengan banjir di zaman Nuh dan memberikan kesempatan sekali lagi kepada umat manusia. Tapi, manusia gagal karena manusianya tidak diciptakan kembali.
Itu sebabnya suatu saat bumi ini akan dihancurkan dan diciptakan kembali. Tapi, sebelum itu terjadi, manusia harus menjadi ciptaan baru dan dipersiapkan untuk bumi yang baru.
Manusia yang menjadi ciptaan baru adalah mereka yang percaya kepada Yesus Kristus dan terus diubahkan untuk menjadi sempurna saat kembali kepada Tuhan. Hidupnya tetap di dunia yang sama, tidak ada perubahan sama sekali, tetapi cara pandang terhadap Allah, manusia dan dunia ini menjadi berubah. Pengharapannya bukan kepada dunia ini, tetapi kepada Allah yang kekal. Dunia ini hanyalah tempat persiapan dan pelatihan untuk menuju bumi yang baru.
Manusia yang menjadi ciptaan baru tetap mengharapkan banyak hal yang lebih baik terjadi di dunia ini untuk kemuliaan Allah dan bahkan berusaha dengan segenap tenaga untuk menyatakan kebaikan2 Tuhan, tetapi di sisi yang lain menyadari bahwa di dunia ini akan tetap dirusak selama masih ada dosa, dan suatu saat bumi ini akan hancur. Maka pengharapannya bukan kepada dunia ini dan tahun yang baru. Tapi, pengaharapannya kepada Tuhan yang sedang bekerja memperbarui umatNya. Pengharapannya bisa melihat segala sesuatu yang lama, dosa-dosa menjadi berlalu. Dan tentu saja bisa mempunyai cara pandang yang baru di dalam segala keadaan yang dihadapi.
Jika tahun ini harus berhadapan dengan kekayaan yang makin bertambah, kesehatan makin baik, relasi-relasi yang baru dan berbagai macam kebahagiaan, maka akan dihadapi dengan penuh ucapan syukur untuk memuliakan Allah dan melayani sesama manusia. Dan jika tahun inipun harus menghadapi kesulitan dan tantangan yang lebih besar, kehilangan orang-orang yang dikasihi, kehilangan materi, sakit dan berbagai macam masalah kehidupan, maka akan dihadapi dengan penuh ucapan syukur untuk saat-saat kebahagiaan yang sudah pernah Tuhan berikan dan berjuang dalam kesulitan sekarang ini untuk bisa tetap memuliakan Allah dan melayani sesama bahkan di dalam kekurangan. Bukankah persembahan janda miskin lebih dipuji oleh Tuhan Yesus!? Jikalau kita kaya dalam iman, maka kita tidak akan pernah kekurangan untuk berbagi dengan orang lain.
Jadi, tahun baru tanpa ciptaan baru, hanyalah menjalani tahun-tahun lama yang akan segera berlalu, dan kembali berharap untuk tahun dan sesuatu yang baru.

Tuesday, July 10, 2007

Seni Memberi (3): Pemberi yang Bersukacita

7 Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. 8 Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. 9 Seperti ada tertulis: "Ia membagi-bagikan, Ia memberikan kepada orang miskin, kebenaran-Nya tetap untuk selamanya." 10 Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu; 11 kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami.
2 Kor 9:7-11

Rasul Paulus waktu membicarakan tentang pemberi yang bersukacita, ternyata tidak memberikan contoh dirinya yang bisa memberi dengan sukacita. Ia juga tidak memberikan contoh dari tokoh-tokoh Alkitab sebelumnya yang bisa memberi dengan sukacita. Tetapi, Paulus memberikan contoh dari sang pemberi yang bersukacita adalah Allah. Ya, Allah adalah sang pemberi yang paling bersukacita.

Ayat 9 dan 10 menunjukkan bagaimana Allah memberi. Ia membagi-bagikan dan memberikan kepada orang miskin. Ia juga yang menyediakan benih untuk ditabur, melipatgandakan dan menumbuhkan buah-buah kebenaran. Tidak ada pemberi yang lebih bersukacita dibandingkan Allah. Karena Ia adalah sumber segala sesuatu dan Ia juga yang memberikan segala sesuatu kepada seluruh umat manusia. Meskipun kadang-kadang manusia salah berpikir, karena seringkali dianggap yang memberikan segala kebaikan, anugerah, berkat adalah orang tua, sahabat, saudara, ataupun ada yang beranggapan bumi ini, malaikat, setan ataupun hanya keberuntungan dan kebetulan semata. Padahal Allah adalah sumber dari segala kebaikan, kebenaran, keadalian, berkat dan anugerah. Segala kebenaran adalah kebenaran Allah. Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan...

Allah tidak menjadi oknum yang memonopoli semua pemberian itu. Seolah-olah hanya Allah yang bisa dan boleh memberi. Tetapi juga Ia mengingkan semua umatNya juga bisa merasakan sukacita yang Ia alami waktu memberi. Itu sebabnya Allah memberikan berkat dan kelimpahan kepada manusia dan Ia menginginkan dan mengasihi manusia yang juga bisa memberi dengan sukacita (ay. 7). Saudara mungkin berpikir, "Allah kan punya segala sesuatu, gampang dong untuk memberi. Lha, Saya... punya apa? Apa yang bisa saya beri?"
Menjawab pertanyaan itu, kita bisa melihat di ayat 8. Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. Allah sudah memberikan modal kepada manusia dan Ia bisa memberikan lebih lagi bagi kita untuk bisa memberi dengan sukacita. Masalahnya, apakah kita bisa melihat kelimpahan yang sudah dianugerahkan kepada kita?

Karena hidup manusia biasanya merasakan ketidakpuasan. Waktu belum memiliki keluarga sendiri atau banyak materi, seseorang berpikir akan lebih enak dan bahagia kalau sudah memiliki suami/isteri/anak serta rumah, mobil, dll. Sesudah mendapatkan semuanya, kepuasannya hanya sebentar dan mulai menginginkan hal yang lain lagi. Hidup ini rasanya ada yang kurang terus. Ada lagi yang dibutuhkan, ada lagi yang diperlukan. Apalagi kalau melihat iklan di TV, koran, majalah, ataupun lagi jalan-jalan di mall. Masih ada yang kurang di dalam hidup ini, kalau belum mendapatkan hal-hal/barang-barang yang baru itu. Kalau begitu terus, di mana ada ruang untuk memberi? Mungkin bisa tetap memberi, yaitu memberi barang-barang bekas kepada orang lain. Tapi, tunggu dulu. Zaman sekarang ini, barang bekaspun bisa dipakai untuk Tukar-Tambah. Jadi, mungkin tidak ada kesempatan untuk memberi. Dan tentu saja orang-orang seperti itu kehilangan sukacita yang seharusnya dialami waktu memberi.

Kesulitan lain yang dialami oleh seseorang untuk menjadi pemberi yang bersukacita, yaitu keterikatan dengan semua berkat Allah. Sebenarnya, Allah tidak kurang memberi kepada setiap manusia. Di dalam keadilan dan kedaulatanNya, Allah sudah memberikan apa yang perlu untuk kebutuhan dan kenikmatan manusia. Tetapi, keinginan manusia untuk dapat lebih dan mengikat dirinya dengan semua pemberian itulah yang membuat manusia bersukacita hanya ketika mendapatkan, dan sangat bersedih waktu kehilangan/kekurangan. Padahal kalau seseorang yang sadar bahwa ia datang ke dunia telanjang dan tidak membawa apa-apa dan akan mati dengan tidak akan membawa sedikitpun hartanya, maka seharusnya kalau di dalam dunia inipun kehilangan semuanya, itu bukanlah hal yang luar biasa. Semuanya wajar, akrena memang awal dan akhirnya akan seperti itu. Masalahnya, manusia sudah merasa semua pemberian dan kesempatan yang Allah anugerahkan adalah miliknya yang tidak boleh diambil dari dirinya sampai selama-lamanya. Maka, mungkin berkat-berkat yang melimpah di dalam hidup manusia, tidak tentu membuat hidupnya bersukacita. Hal yang samapun akan terjadi di dalam hidup dari orang-orang yang merasa dirinya tidak memiliki apa-apa.

Orang-orang yang merasa dirinya tidak punya apa-apa, adalah orang-orang yang tidak bisa menjadi pemberi yang bersukacita. Apakah betul seorang manusia yang masih hidup tidak memiliki apa-apa? Ada banyak orang cacat yang bisa menjadi contoh dalam hidup ini. Mereka bisa membuktikan bahwa mereka masih punya banyak hal yang merupakan pemberian Allah yang membuat hidup mereka bisa membantu dan menginspirasikan hidup mereka kepada banyak orang yang sehat!!? Apalagi kalau hidup kita ada Allah yang menyertai yang sanggup melakukan segala sesuatu. Hari ini kita mungkin tidak memiliki uang, tidak memiliki harta dan tidak memiliki segala sesuatu yang menurut kita harus ada untuk bisa memberi kepada orang lain. Tetapi sebenarnya kita sudah memiliki segala hal di dalam Allah yang menyertai hidup kita. Ada terlalu banyak hal yang bisa dilakukan dan dihasilkan jika Allah menyertai. Ini adalah janji Allah sendiri di dalam ay. 8-11. Percayakah Saudara kepada janji sang Pemberi yang paling bersukacita?
Jika Saudara percaya, Saudara sedang dipersiapkan untuk menjadi bagian di dalam pemberi-pemberi yang bersukacita. Soli Deo gloria..



Baca juga:

- Seni Memberi (1): Bisa dapat lebih banyak?

- Seni Memberi (2): Memberi Berkat



Monday, July 9, 2007

Seni Memberi (2): Memberi Berkat

6 Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.
2 Kor 9:6

Di dalam tulisan sebelumnya (Seni Memberi (1): Bisa dapat lebih banyak?) kita sudah melihat kesalahan di dalam menafsirkan ayat yang keenam ini. Karena justru penekanannya yang seharusnya menjadi motivasi di dalam memberi adalah bersukacita, dan bukan karena paksaan.
Dalam tulisan kali ini, saya ingin melihat arti sebenarnya dari bahasa aslinya (Yunani). Khususnya ada dua kata yang ingin saya soroti, yaitu yang diterjemahkan sedikit dan banyak di dalam Alkitab TB Indonesia ataupun yang diterjemahkan sparingly dan bountifully/generously oleh Alkitab2 dalam versi bahasa Inggris.

Di dalam bahasa aslinya memakai kata pheidomenos (yg diterjemahkan sedikit/sparingly) dan eulogia (yang diterjemahkan banyak/bountifully/generously).

Pheidomenos
Kata ini bisa berarti sedikit, bisa juga berarti dengan perhitungan, atau sesuatu yang tidak perlu. Maksudnya, di dalam konteks memberi, maka Rasul Paulus sedangan menasehatkan kepada jemaat Korintus untuk tidak pelit (hitung-hitungan) dalam memberi ataupun memberikan sesuatu yang tidak diperlukan.

Contohnya, banyak orang yang memberikan persembahan ataupun membantu orang lain, tetapi tidak ada kerelaan, menggerutu, marah-marah ataupun pelit. Anugerah yang sudah diberikan Allah kepada orang-orang itu sudah terlalu banyak. Tetapi giliran harus memberikan persembahan ataupun membantu orang lain, terlalu banyak perhitungan dan pertimbangan, dan sepertinya sulit sekali untuk diberikan. Waktu membutuhkan sesuatu, biasanya berdoa kepada Allah untuk secepatnya menjawab dan memberikan anugerahNya, tetapi ketika harus memberi sepertinya lambat sekali. Egois!!! Bagaimana kalau Allah memperlakukan hal itu juga kepada kita? Ia menahan berkat-berkatNya dari hidup kita?

Contoh yang lain adalah memberikan kepada orang lain apa yang kita tidak butuhkan lagi (barang-barang bekas) dan berharap orang lain membutuhkannya. Sepertinya memang baik, karena tetap bisa memanfaatkan barang bekas dan ada orang yang membutuhkan hal itu. Meskipun demikian, kita tetap perlu mempertanyakan apa yang betul-betul dibutuhkan orang yang akan kita beri. Bukankah ia juga membutuhkan barang yang baru? Dan kalau kita memberikan apa yang sudah tidak kita butuhkan lagi, artinya kita sedang tidak memberi sesuatu. Karena kita sedang memberi sesuatu yang menurut kita tidak berharga lagi buat kita (meskipun itu berharga bagi orang lain). Kalau bisa memberi yang baru dan baik, kenapa harus memberi yang bekas? Kalau bisa membagi apa yang kita butuhkan kepada orang lain yang lebih membutuhkan, mengapa kita harus memberikan yang tidak dibutuhkan?

Eulogia
Kata ini bisa berarti pujian, berkat, keuntungan. Dua arti yang terakhir lebih tepat dengan konteks ayat yang kita baca. Paulus mengajarkan jemaat Korintus untuk memberi bukan hanya sekedar memberi, tetapi juga memberi sesuatu yang menguntungkan dan bahkan memberikan berkat.

Kita bisa mengerti maksudnya Paulus dengan membandingkannya dengan apa yang ditulis oleh Yakobus di dalam Yak 2:14-16:
14 Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? 15 Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, 16 dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan (seharusnya: Pergilah dengan damai, salam berkat yang biasa dipakai waktu itu) kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?

Yakobus menunjukkan bagaimana orang yang beriman dengan memberikan berkat, tetapi tidak memberi apa-apa. Iman tanpa perbuatan!

Paulus sebenarnya senada dengan Yakobus, tapi dari sudut yang berbeda. Ia menekankan bukan hanya memberi tetapi juga pada waktu memberi, berikan juga berkat kepada orang yang sudah diberikan. Kedengarannya aneh untuk zaman kita sekarang ini. Karena kalau kita perhatikan para pengemis atau orang-orang yang mendapatkan pemberian, biasanya merekalah yang berterima kasih, mendoakan dan memintakan berkat untuk sang pemberi. Tapi, Paulus justru mengajarkan bahwa sang pemberilah yang seharusnya memberi dan memintakan berkat bagi orang yang sudah diberi!!!

Selain itu, pemberian seharusnya juga menguntungkan orang yang diberi. Ada yang memberikan barang bekas, yang pada awalnya kelihatan baik dan menguntungkan tetapi ternyata selanjutnya sangat merugikan. Atau mungkin juga sebaliknya. Sesuatu yang diberikan dengan sukacita dan berkat seharusnya memberikan kebaikan dan faedah yang besar bagi orang yang mendapatkannya.

Marilah kita belajar memberi yang terbaik, sama seperti kita sudah mendapatkan yang terbaik dari Allah. Marilah kita belajar memberi dengan berkat, sama seperti Allah sudah memberikan kelimpahan dengan berkat kepada kita. Biarlah semuanya itu membuat orang-orang yang menerima itu bersyukur kepada Allah yang tidak pernah berhenti bekerja dan terus melimpahkan segala berkat-berkatnya.



Baca juga:

- Seni Memberi (1): Bisa dapat lebih banyak?

- Seni Memberi (3): Pemberi yang Bersukacita



Friday, July 6, 2007

Seni Memberi (1): Bisa dapat lebih banyak?

Memberi adalah sesuatu yang sulit sekali dilakukan oleh manusia. Kalau ada yang bisa dengan gampang memberi, maka mungkin sudah melalui suatu proses sehingga bisa memberi, atau sengaja memberikan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih. Ada yang memberi untuk membeli teman-temannya, ada juga yang memberi karena ingin memanfaatkan orang yang diberi. bermacam-macam motivasi yang ada di dalam hati manusia.
Apalagi kalau pemberian itu berhubungan dengan uang yang banyak. Kesulitan yang ada semakin besar. Begitu juga dengan motivasi di dalam memberi. Bagaimana seharusnya kita memberi dengan benar? Apa yang menjadi motivasinya?

6 Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. 7 Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. 8 Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. 9 Seperti ada tertulis: "Ia membagi-bagikan, Ia memberikan kepada orang miskin, kebenaran-Nya tetap untuk selamanya." 10 Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu; 11 kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami. 12 Sebab pelayanan kasih yang berisi pemberian ini bukan hanya mencukupkan keperluan-keperluan orang-orang kudus, tetapi juga melimpahkan ucapan syukur kepada Allah.
2 Kor 9:6-12

Menabur Banyak, Menuai Banyak
Hal ini biasanya menjadi motivasi ketika seseorang memberi. Semacam investasi di bidang keuangan yang ditawarkan oleh dunia ini. Tetapi, investasi ini diserahkan kepada Allah yang mengelolanya! Celakanya, ayat inipun seringkali dipakai oleh beberapa pendeta untuk memotivasi jemaat2nya memberi persembahan. Lho, di mana salahnya memakai ayat ini? Bukankah Rasul Paulus justru mengatakan hal ini untuk memotivasi jemaat Korintus dalam hal memberi kepada orang-orang kudus yang membutuhkan?! Kita perlu dengan cermat membaca ayat ini dan konteksnya.

Biasanya ayat ini ditafsirkan bahwa memberi uang banyak, akan menuai uang banyak, bahkan bisa berkali-kali lipat. Tetapi, kita seharusnya memperhatikan lebih teliti apa saja yang akan dituai. Kalau kita perhatikan, maka yang akan dituai adalah:
- dilimpahkan segala kasih karunia yang membuat berkecukupan di dalam segala sesuatu dan berkelebihan di dalam segala kebajikan (ay. 8)
- disediakan benih, dilipatgandakan dan menumbuhkan buah-buah kebenaran; diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan ucapan syukur (10-11)

Maka, kelimpahan yang didapatkan ternyata bukan hanya berbicara tentang uang. Tapi, Allah akan memberikan kasih karunia yang membuat orang percaya berkecukupan di dalam segala sesuatu. Ya, di dalam segala sesuatu. Aneh! Memberi uang, kenapa dapat segala sesuatu? Uang biasanya menjadi segala sesuatu bagi manusia. Bahkan uang seringkali berada di dalam posisi di atas Allah. Itu sebabnya, waktu kita sadar bahwa uang hanyalah anugerah dari Allah dan kita bisa mengontrol uang itu dan mendistribusikannya dengan benar bagi kemuliaan Allah, maka Allah yang mengontrol segala sesuatu akan menganugerahkan kecukupan bagi kita. Seni memberi hanya dimengerti oleh orang-orang yang bisa mencukupkan dirinya dalam segala keadaan. Ada yang dapat banyak, tetapi tidak pernah cukup. Ada yang dapat sedikit, tetapi bisa berkelebihan dan bahkan bisa memberi.
Yang Allah berikan ternyata juga adalah kelimpahan di dalam berbagai kebajikan. Memberi ternyata juga mengajarkan seseorang tentang kebajikan (lebih tepat diterjemahkan: kebenaran-keadilan). Suatu kualitas yang indah dari seorang percaya yang memiliki ketaatan, kebaikan dan hidup untuk Allah. Yang kemudian dijelaskan di dalam ayat 9-11, bagaimana Allah memberikan benih untuk ditabur, melipatgandakan dan memberikan buah-buah kebenaran, membuat ada kelimpahan kemurahan hati.
Ternyata yang ditabur adalah benih kebenaran dan yang dituai adalah buah-buah kebenaran.

Memberi di dalam kebenaran, Menuai Buah-buah Kebenaran
Memberi bukan hanya sekedar memberi. Maka, kalau ada orang-orang yang memberi dengan motivasi keuntungan bagi dirinya, apalagi dengan bersungut-sungut, apakah ada kebenaran di dalamnya? "Masih untung saya mau memberi!" Pernah dengar kalimat ini? Seseorang yang merasa dirinya seharusnya tidak memberi, tetapi akhirnya dia memberi, seolah-olah dialah seorang dewa penolong. Di zaman sekarang ini, apalagi di Indonesia dengan berbagai macam kesulitan ekonomi, membuat bisa memberi dan menolong sudah dianggap luar biasa. Tapi, Paulus justru menekankan pada pemberian di dalam kebenaran dan memberi dengan sukacita. Serta menuai di dalam kebenaran juga.

Seseorang yang memberipun ternyata perlu memeriksa motivasinya di dalam memberi. Apakah yang memberi bersukacita karena bisa membuat orang yang diberi bersyukur memuliakan Allah? Apakah dia memberi karena mengerti kemurahan Allah yang sudah memberikan kelimapahan dan kecukupan di dalam hidupnya? Ataukah ia memiliki motivasi yang lain untuk bisa bertambah banyak lagi kepemilikannya dan memanfaatkan Allah serta orang yang akan diberi?
Orang-orang yang mengerti seni memberi adalah orang-orang yang memberi dengan sukacita, bukan karena mengharapkan kelimpahan yang lebih lagi, tetapi karena sudah melihat kelimpahan di dalam benih-benih yang ditabur yang akan dilipatgandakan oleh Allah dan ditumbuhkan menjadi buah-buah kebenaran yang akan memuliakan Allah. Sukacitanya adalah di dalam melihat kelimpahan ucapan syukur yang akan diberikan kepada Allah.
Itu sebabnya orang-orang yang punya kerinduan yang besar untuk memuliakan Allah adalah orang-orang yang memberi. Sebaliknya, orang-orang yang hanya hidup untuk dirinya akan sulit untuk memberi, kecuali dengan motivasi untuk mendapatkan lebih lagi berkat-berkat bagi dirinya. Mungkin Allah akan memberikannya, tetapi orang-orang itu tidak pernah mengalami kecukupan dalam segala sesuatu, kelimpahan kebenaran-keadilan dan kemurahan hati, serta sukacita di dalam memberi.

Bagaimana dengan saudara? Bersukacitakah di dalam memberi?




Baca juga:

- Seni Memberi (2): Memberi Berkat

- Seni Memberi (3): Pemberi yang Bersukacita



Sunday, April 1, 2007

Were we the reason?

We were the reason
That He gave His life
We were the reason
That He suffered and died
To a world that was lost
He gave all He could give
To show us the reason to live

Apakah betul bahwa hanya kita yang menjadi alasan kematian Kristus? Apakah kita yang menjadi alasan utama dan yang menjadi tujuan penderitaan dan kematian Kristus? Sebegitu pentingkah manusia sehingga Allah harus menjadi manusia, menderita dan mati? Pertanyaan-pertanyaan ini terus terpikirkan setiap kali mendekati minggu sengsara, Jumat Agung dan Paskah.

Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.
Yoh 17:4

Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.
2 Kor 5:15


Dari Yoh 17:1,4, ada jawaban dari pertanyaan2 di atas. Yesus Kristus datang ke dunia, menderita, mati dan bangkit untuk mempermuliakan Bapa. Hal ini yang menjadi alasan utama mengapa Kristus datang dan mati bagi orang-orang pilihan. Kristus mempermuliakan Bapa dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh Bapa untuk dilakukanNya, yaitu menderita, mati dan bangkit untuk menebus dosa-dosa orang pilihan.
Maka kalau hanya kita disebut sebagai alasan kematian Kristus, sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Alasan utamanya adalah kemuliaan Bapa. Semua manusia berdosa, tetapi tidak semua manusia ditebus. Artinya, bukan kita yang menjadi alasan utama.
Apa bedanya kalau kita hanya berpikir bahwa kita yang menjadi alasan dan memikirkan kemuliaan Bapa yang menjadi alasan?
Kalau hanya memikirkan bahwa diri kita yang menjadi alasan kematian Kristus, maka kita mungkin akan merasa sedih dan terharu, karena kita yang berdosa ini dianggap begitu berharga sampai Pencipta mau menderita dan mati bagi kita. Mungkin selanjutnya, akan bertanya apa yang menjadi respon kita. Kemungkinan besar kebanyakan orang hanya akan berhenti sampai di dalam kemuliaan dan keberhargaan diri sendiri.
Tapi, kalau kita melihat bahwa kemuliaan Bapa yang menjadi alasan utama Kristus menderita dan mati bagi kita, maka kita tidak hanya berhenti di dalam melihat betapa berharga dan mulianya diri kita. Melainkan kita akan memuliakan Bapa dan melihat pekerjaan Bapa yang harus diselesaikan. Kita akan menjadi serupa Kristus, meneladani Kristus yang menyelesaikan pekerjaanNya supaya Bapa dipermuliakan di bumi ini. Perbedaan pengertian ini kelihatan sederhana. Tetapi sebenarnya berdampak yang besar kepada orang-orang percaya.
Orang-orang yang hanya melihat Kristus mati baginya, kemungkinan besar hanya akan melihat dirinya sendiri yang menjadi pusat. Meskipun tidak menutup kemungkinan tetap memuliakan Kristus dan ingin hidup berkorban bagi Kristus yang dianggap sudah membuat hidupnya menjadi berharga. Tetapi seringkali mengalami kesulitan ketika berhadapan penderitaan dan permasalahan. Kalau Kristus sudah mati bagi saya, menanggung penderitaan saya, mengapa saya masih menderita dan mengalami kesulitan seperti ini?
Sedangkan orang-orang yang mengerti kemuliaan Bapa yang menjadi pusat dan alasannya, akan melihat bahwa kemuliaan Bapa yang lebih penting dibandingkan dengan penderitaan diri sendiri. Selama Bapa dimuliakan, maka penderitaan bukanlah sesuatu yang terlalu sulit untuk ditanggung. Kristus sudah menderita untuk menyelesaikan pekerjaan Bapa, mengapa kita juga tidak mengalami hal yang sama. Rasul Paulus mengerti akan hal ini, seperti yang dituliskannya di dalam Kol 1:24. Ia bersukacita saat bisa menderita bagi jemaat Kolose untuk menggenapkan penderitaan Kristus di dalam dirinya.
Bagaimana dengan kita, apakah kita melihat penderitaan dan kematian Kristus untuk menyelesaikan pekerjaan Bapa dan memuliakan Bapa? Apakah hidup kitapun adalah hidup untuk menyelesaikan pekerjaan Bapa bagi kita?
Rasul Paulus di dalam 2 Kor 5:15 kemudian menjelaskan arti dari kematian dan kebangkitan Kristus bagi orang-orang yang sudah mati dan bangkit dengan Kristus. Ternyata orang-orang yang ditebus oleh Kristus bukan hanya berhenti di dalam ucapan syukur karena sudah ditebus. Tetapi ada perubahan di dalam kehidupan dari orang-orang yang ditebus. Kalau dulu hanya hidup bagi diri, dosa, benda-benda mati dan kematian itu sendiri, maka sekarang seharusnya kita hidup bagi Kristus. Ada perubahan total di dalam kehidupan orang-orang percaya. Hidup yang bukan lagi berpusat bagi diri sendiri dan hanya untuk diri sendiri. Melainkan hidup yang sepenuhnya bagi Penebus yang sudah menebus kita. Artinya, He is the reason.
Jadi, kita bisa melihat bahwa penderitaan dan kematian Kristus dasarnya adalah kemuliaan Bapa dan tujuannya adalah hidup bagi Dia. Bagaimana dengan manusia? Were we the reason? Ya, kita yang membuat Kristus menderita dan mati, tetapi bukan kita yang menjadi alasan dan tujuan dari semuanya. Kristus harus menderita dan mati menebus kita, demi kemuliaan Bapa yang pekerjaanNya harus diselesaikan. Membuat kita yang sudah ditebus itu hidup bagi Dia, memuliakan Allah dengan menyelesaikan pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan bagi kita.

Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.
Efesus 2:10

Sunday, March 11, 2007

TREASURE in jars of clay

Apa yang membuat hidup orang Kristen menjadi begitu berharga? Apa yang membuat hamba-hamba Tuhan menjadi berharga? Talentanya? Semua anugerah dan berkat Tuhan yang dimilikinya? Sehebat apakah manusia sehingga sesama manusia tertarik dan bisa menyelamatkan manusia yang lain? Banyak orang Kristen yang terlibat dalam pelayanan bergumul melihat kekurangan dan keterbatasan dirinya dan agak kuatir apakah Tuhan bisa memakai mereka dalam pekerjaan pelayanan yang begitu mulia. Apalagi orang-orang yang harus dilayani adalah orang-orang yang semakin hari kelihatan memiliki banyak hal, baik itu kekayaan, kuasa dan kepintaran. Apa yang dipunyai oleh pelayan-pelayan yang bergumul ini untuk melayani orang-orang yang lebih ini? Apalagi di tambah dengan kesulitan dan penderitaan lain yang harus dihadapi. Saya ingin berbagi sedikit pergumulan dari orang yang merasa tidak memiliki apa-apa, tetapi dipanggil Tuhan untuk melayani orang-orang yang memiliki banyak hal.

But we have this treasure in jars of clay, to show that the surpassing power belongs to God and not to us.
2 Cor 4:7 ESV

Rasul Paulus waktu membicarakan tentang pelayanan pemberitaan Injil yang dilakukannya di dalam 2 Kor 4:1, ia memulai dengan menyatakan bahwa pelayanan itu adalak kemurahan Allah. Anugerah yang tidak layak diberikan kepada seseorang seperti Paulus, yang mengejar-ngejar orang Kristen dan bahkan menjadi saksi untuk martir pertama, Stefanus. Paulus betul-betul menyadari ketidak-berartian dirinya dan seberapa besar kemurahan yang Allah berikan kepadanya untuk berbagian dalam pekerjaan pelayanan yang mulia. Dengan mengerti kemuarahan ini, Paulus mengatakan bahwa dia tidak menjadi lemah, penakut dan tidak berani. Melainkan, dengan beraninya melakukan kehendak Allah, berusaha menyatakan kebenaran firman Allah dengan sebaik-baiknya (4:2). Meskipun akibatnya, tetap ada yang menolak (4:3-4) dan bahkan harus hidup dalam penderitaan dan bayang-bayang maut (4:8-10).
Bagi Paulus, yang ditolak sebenarnya bukan dirinya, tetapi Yesus Kristus yang menjadi pusat dalam pemberitaan Injilnya. Dalam Pasal 4:5-7, Paulus menunjukkan perbedaan antara diri seorang pelayan dan Kristus yang menjadi pusat.
- yang jadi tuan dan Tuhan adalah Kristus, sedangkan Paulus hanyalah hamba dari jemaat Korintus (5)
- terang didalam dirinya, berasal dari Allah, sedangkan Paulus asalnya dari kegelapan (6)
- harta dan kekuatan berasal dari Tuhan, sedangkan diri Paulus hanyalah bejana tanah liat, dimana di dalamnya tersimpan harta itu (7)
Sangat menarik, karena banyak orang yang mengatakan dirinya hamba Tuhan dan terlibat dalam pelayanan, lebih melihat dan menekankan diri sendiri ataupun memuja orang lain. Padahal seharusnya yang menarik bukan bejana, yang gelap, dan sebenarnya hanyalah budak. Melainkan, sang Tuan yang adalah sumber terang dan yang memiliki harta itu. Tetapi, begitulah manusia. Budak miskin dari kegelapan, begitu memiliki terang dan harta yang berharga, tiba-tiba merasa dirinya menjadi tuan yang harus dihormati oleh sesama manusia. Bukannya seharusnya sang budak akan terus menjadi budak dengan saling melayani dan menunjukkan harta yang berharga yang merupakan milik tuannya kepada banyak orang.
Selain itu, banyak yang bergumul apakah dirinya yang tidak berarti bisa berguna dalam pekerjaan pelayanan? Justru orang-orang yang merasa tidak berharga dan tidak berarti, tetapi dipimpin dalam terang dan dianugerahi harta yang berharga dengan kesediaan yang terus-menerus tunduk kepada Tuannya, itulah orang-orang yang dipakai dalam pekerjaan pelayanan. Tetapi, orang -orang yang merasa bangga dengan kehebatan dan kemampuannya, mungkin hanya sebentar dilibatkan oleh Tuhan di dalam pekerjaan pelayananNya. Dan kalau Tuhan akan memakainya terus, biasanya akan dibentuk lagi sampai mengerti siapa itu budak yang dari kegelapan, yang hanyalah bejana untuk harga berharga.
Apakah seseorang yang melayani di dalam pekerjaan pelayanan yang dianugerahkan Tuhan hanya akan mengalami penderitaan terus-menerus? Paulus justru ingin menggambarkan bahwa dalam penderitaan yang terus-menerus membawa kematian Kristus, justru ada banyak sukacita yang berlimpah. Ko bisa?
Karena penghiburan orang percaya, bukan karena dipuji-puji, melainkan karena semakin melimpahnya ucapan syukur kepada Allah dengan semakin banyaknya orang yang menjadi percaya. Adakah kita memiliki sukacita dan penghiburan seperti ini? Ketika mendengar orang-orang yang dilayani mengenal Tuhan, bertumbuh di dalam anugerahNya dan berbuah dalam segala pekerjaan pelayanannya. Bukankah semakin berlimpah ucapan syukur kepada Allah? Masalahnya, banyak yang menamakan diri hamba-hamba Tuhan bukan ingin melihat hal ini, melainkan hanya mencari kepopuleran, kesuksesan, semakin banyak aset gerejanya dan pujian. Tetapi, apakah betul semakin banyak orang yang katanya percaya itu betul-betul memuji, memuliakan dan beryukur kepada Tuhan?!
Selain itu, penderitaan tidak membawa Paulus menjadi berkurang keberaniannya dan menjadi lemah, sekalipun secara fisik semakin menurun karena kesulitan dan penderitaan (16). Karena justru melalui penderitaan itu mengerjakan kemuliaan kekal, yang jauh melebihi penderitaan ringan(17). Penderitaan ringan? Wow! Paulus yang dalam deskripsinya pada ay.8-10 tentang penderitaan dan maut, seharusnya itu bukan sesuatu yang ringan! Tetapi Paulus melihatnya sebagai penderitaan ringan karena dibandingkan dengan kemuliaan kekal yang jauh lebih besar dari penderitaan itu sendiri. Karena cara pandang Paulus bukan hanya melihat yang sementara, tetapi melihat kepada kekekalan (18).
Kesaksian Rasul Paulus dalam 2 Kor 4 ini menjadi kesaksian yang mempengaruhi hidup saya secara pribadi. Rasa rendah diri begitu tinggi (yang justru sering membawa kepada kesombongan), melihat kepada kekurangan2 di dalam diri dan membandingkan dengan tantangan zaman yang begitu berat dan terus berubah dan berkembang, maka pertanyaan saya kepada diri sendiri, sanggupkah bertahan dan bahkan menantang zaman ini? Apa yang saya miliki? Tetapi, justru melihat dari 2 Kor 4 ini, saya sadar bukan diri saya yang penting. Saya tidak memiliki apa-apa, tapi Tuan saya punya banyak hal yang sudah disediakan sebenarnya di dalam hidup yang lemah ini. Dan yang lebih penting lagi, bagaimana dengan harta yang berharga itu, apakah itu sudah dianugerahkan kepada saya dan apakah saya bisa membawa harta yang berharga itu dan menunjukkan kepada dunia bahwa milik Tuanku itu lebih berharga dari apapun dan tidak bisa dibandingkan dengan apapun. Ini merupakan satu penghiburan bagi orang-orang yang lemah tapi anugerah Tuhan bisa mengubah dan memanfaatkan kita sebagai budak-budakNya. Berbahagialah kita kalau kita mengalami kemurahan Tuhan, diijinkan berbagian dalam pekerjaanNya yang mulia dan membawa harta yang berharga itu dalam diri kita, sebagai bejana yang tidak berharga.