Ayat Hari Ini:

Showing posts with label Efesus. Show all posts
Showing posts with label Efesus. Show all posts

Wednesday, July 9, 2008

Terperangkap dalam Merangkap

Di Indonesia sekarang ini banyak pejabat yang sekarang ini disorot karena merangkap jabatan. Karena ternyata ketidakefektifan dalam pekerjaan dan pelayanan salah satunya disebabkan oleh hal ini.

Masalah ini ternyata bukan hanya terjadi di dalam pemerintahan negara ini, tetapi juga dalam gereja. Meskipun alasan terjadinya itu berbeda, tetapi akibatnya sedikit mirip, tidak bisa mengerjakan keseluruhan tugas dengan baik dan efektif.
Mengapa sampai terperangkap dalam merangkap jabatan? Bagaimana seharusnya?

11 Dan Ialah yang meberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar,
Efesus 4:11

Pelajaran dari Perjanjian Lama
Sebenarnya sejak manusia diciptakan, Adam harus merangkap tiga jabatan: Nabi , Imam dan Raja. Tapi, Adam gagal dan tidak bisa melakukannya. Begitu juga dengan keturunan Adam. Sehingga akhirnya ditentukan Nabi untuk memimpin Israel, diikuti dengan Imam, dan yang terakhir adalah Raja.

Musa ketika harus memimpin Israel harus merangkap sebagi Nabi dan fungsi Raja/Hakim (meskipun Raja sesungguhnya adalah Tuhan). Dan Musa tidak sanggup melakukannya. Maka Tuhan memakai mertuanya, Yitro, untuk menasehati Musa, sehingga diangkatlah pemimpin-pemimpin yang bisa mengerjakan tugasnya. MUsa tetap merangkap fungsi Raja, tetapi harus tahu diri dengan tugas-tugas lain yang tidak bisa dikerjakannya.

Di zaman Samuel, Raja pertama kali diurapi dan Samuel mengurapi dua Raja yang pertama. Samuel merasa Israel menolak dirinya sehingga meminta Raja, tetapi mereka sebenarnya menolak Tuhan sebagai Raja. Tetapi, 1 Samuel 8 menjelaskan, karena ketidakpuasan terhadap Samuel dan anak2nya dalam melaksanakan fungsi Raja/Hakim. Dan sejak ada Raja, tidak ada lagi yang merangkap jabatan.

Pelajaran dari Kisah Para Rasul
Pada masa gereja mula-mula, para Rasul harus merangkap ketiga fungsi. Mereka harus menjadi pemberita Inji, gembala maupun pengajar. Awalnya mereka bisa melakukan dengan baik. Tetapi, tidak lama kemudian timbullah sungut-sungut karena janda-janda diabaikan. Sehingga mereka memilih 7 orang lain yang bisa melayani dan bahkan bisa memberitakan firman dan muijizat, seperti Stefanus. Sementara rasul-rasul memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman. Hasilnya dikatakan dalam Kis 6:7, Firman Allah makin tersebar, jumlah murid makin bertambah banyak dan sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya. Para rasul tidak terperangkap dalam merangkap jabatan.

Tiga Jabatan
Ketika jumlah orang percaya makin bertambah banyak, maka ditetapkanlah tiga jabatan berikutnya dalam gereja. Pemberita Injil, Gembala dan Pengajar. Jikalau ada tiga jabatan yang berbeda, haruskah seseorang merangkap ketiga jabatan ini?

Di dalam permulaan pelayanan atau ketika tidak ada orang lain, maka seharusnya seorang pelayan bisa merangkap ketiga jabatan ini, sekaligus melihat dimana panggilan pelayanannya yang utama dan yang menjadi fokus. Tetapi, hampir tidak ada yang bisa fokus kepada ketiga jabatan ini dan mengerjakan semuanya dengan sangat baik.

Seorang pemberita Injil ketika memberitakan Injil di tempat yang tidak ada gereja, maka ia harus bertanggung jawab dalam menggembalakan dan mengajar orang-orang yang diinjilinya. Tetapi fokus utamanya adalah pemberitaan Injil dan bisa memotivasi dan mengajarkan jemaatnya untuk memberitakan Injil dengan baik. Ketika sudah ada orang lain yang bisa menggembalakan dan mengajar, maka ia seharusnya menyerahkan jabatan dan tugas itu kepada orang lain, sekalipun ia tetap bisa membantu dalam penggembalaan dan mengajar. Kebanyakan pelayan yang tetap merasa mengerjakan ketiganya dan merasa bisa fokus pada ketiganya karena merasa sudah biasa dan terperangkap dalam merangkap ketiga jabatan itu. Tetapi, jemaat dan orang-orang lain pasti bisa melihat pelayanan yang kurang efektif.

Seorang yang dipanggil menjadi gembala, seharusnya juga melakukan pemberitaan Injil dan bisa juga mengajarkan firman kepada jemaatnya.
Dan seorang pengajar seharusnya menjadi pengkhotbah Injil dan mengajar di gereja dan sekolah Teologi serta menggembalakan murid-muridnya.

Mengapa gereja sering kekurangan orang-orang untuk melaksanakan ketiga jabatan ini? Umumnya karena kesalahan dari gembala jemaat yang mendominasi ketiga jabatan ini dan menunjukkan seolah-olah dia berhasil melakukan ketiganya. Akhirnya ia sulit memberikan kesempatan kepada orang lain dan juga mendidik pelayan lain mengerjakan panggilannya. Dan membuat jemaat merasa semuanya sudah bisa dilakukan sendiri.
Selain itu, ada orang-orang yang tidak seharusnya menjadi gembala, tapi bertahan untuk mengerjakan tugas itu. Akibatnya, orang-orang yang dipanggil menjadi tidak tertarik untuk mengerjakan panggilan itu karena melihat sang gembala jemaat. Kesalahan yang lain, seorang pemberita Injil biasanya hanya berfokus untuk menjadikan pemberita-pemberita Injil dan menganggap itu adalah tugas yang paling mulia dibandingkan dengan dua jabatan yang lain. Akibatnya, terjadi kekurangan di dalam dua jabatan yang lain; atau orang-orang hanya melihat tugas pemberita Injil sangat sulit, lebih enak menjadi gembala dan pengajar dengan segala fasilitasnya.

Berbahagialah orang yang mengerti dan hidup dalam panggilannya. Karena orang itu bisa mengerjakan tugasnya dengan baik dan memuliakan Tuhan. Dan berbahagialah jika ia tidak hanya meninggikan panggilannya dan merendahkan yang lain, tetapi mengajak orang-orang melihat panggilannya, menghargai panggilan Tuhan dan memuliakan-Nya.

Thursday, April 10, 2008

Sekarang melayani siapa?

Setiap kali mendengar orang mengatakan "melayani Tuhan" selalu muncul dalam pikiran saya, betulkah manusia bisa melayani Tuhan? Adakah yang kurang dari Tuhan sehingga Ia perlu dilayani? Apa yang dipunyai oleh manusia sehingga bisa membantu dan melayani Tuhan? Terlalu banyak pertanyaan di dalam pergumulan pribadi ketika ingin mengevaluasi kembali pekerjaan pelayanan setelah 14 tahun menjadi pengkhotbah. Benarkah saya melayani Tuhan?

5 Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus, 6 jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, 7 dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia.
Efesus 6:5-7


Dari Efesus 6:5-7, saya mendapatkan pengertian dari melayani Tuhan. Yang melayani Tuhan bukan sedang melihat Tuhan dan melakukan sesuatu untuk membantu Dia seolah-olah Ia tidak bisa melakukannya. Tuhan punya segala sesuatu, lebih dari cukup dan Ia tidak perlu dilayani. Kalau begitu apa maksudnya melayani Tuhan?

1. Mengerjakan segala sesuatu bagi orang lain di dalam ketaatan kepada Kristus (5)
Di ayat 5, melayani Tuhan adalah melakukan segala sesuatu kepada manusia. Dalam konteks Efesus, budak taat dan melayani tuannya. Waktu sang budak melakukannya di dalam ketaatan kepada Kristus, maka ia sedang melayani Tuhan.
Sama seperti di dalam Maz 119:91, pemazmur mengatakan segala sesuatu melayani Tuhan. Aplikasinya dalam hidup ini, melayani Tuhan meliputi seluruh aspek hidup kita. Apakah pekerjaan yang kita kerjakan, ataupun segala sesuatu yang kita lakukan (kelihatannya bagi manusia), kita lakukan di dalam ketaatan dan tunduk kepada Kristus? Jikalau ya, maka hidup kita adalah hidup yang melayani Tuhan. Kita menjadi orang yang munafik, ketika di gereja atau persekutuan kita kelihatan tunduk dan taat kepada Kristus bahkan terlibat dalam pelayanan gerejawi, tapi dalam kehidupan sehari-hari aspek hidup kita yang lain tidak pernah tunduk dan taat kepada Kristus dan tidak pernah dipakai untuk membantu orang lain.
Agak mirip tapi berbeda konteks, bandingkan dengan Mat 25:42-45, Tuhan Yesus mengatakan melayani diriNya adalah pada waktu melayani manusia yang terhilang. Ini tidak sama dengan aksi sosial atau pelayanan kesaksian yang suka didengung-dengungkan gereja. Tapi ini berbicara tentang kebiasaan sehari-hari yang dilakukan untuk memuliakan Allah. Kita menjadi orang yang munafik jika kita rajin mengikuti kegiatan aksi sosial, tapi dalam kehidupan sehari-hari kita tidak menghargai orang-orang yang terhilang. Hanya menghargainya dan terharu ketika aksi sosial.
Refleksi pribadi: (Diajarin P'Sen untuk membuat refleksi pribadi, Thanks a lot!)
Orang-orang yang harus saya layani bagi kemuliaan Kristus adalah.....................

2. Menggenapi kehendak Allah (6)
Di ayat 6, Paulus mengatakan bukan hanya pada saat dilihat ataupun untuk menyenangkan hati orang tapi segenap hati melakukan kehendak Allah. Saya membayangkan budak-budak yang bekerja keras bagi tuan2 mereka waktu itu. Mereka yang sudah menjadi orang Kristen mungkin bertanya, "Kapan kami bisa terlibat dalam pelayanan?" Paulus menjawab mereka bahwa pekerjaan mereka sehari-hari adalah pelayanan mereka kepada Tuhan. Apa yang mereka lakukan selama ini hanya bagi tuan mereka seharusnya dilihat sebagai penggenapan kehendak Allah.
Apalikasinya bagi saya berupa satu pertanyaan, "Apakah semua yang sudah saya kerjakan selama ini sudah menggenapi kehendak Allah?" Sulit untuk menjawabnya.. Setiap jawaban ya, berarti sudah melayani Tuhan.
Refleksi Pribadi:
Untuk menggenapi kehendak Allah di dalam sisa hidup ini, hal-hal yang akan segera saya lakukan ...................................................................................

3. Eunoia: rela, senang hati, segenap hati (7)
Jikalau mendapatkan kesempatan mengerjakan hal-hal yang besar dan luar biasa, maka setiap orang bisa dengan sangat rela dan senang hati melakukannya, meskipun dengan kegentaran. Tapi, jikalau membayangkan budak-budak di Efesus yang melakukan pekerjaan sehari-harinya bagi tuan2 mereka yang tidak tentu baik, sebagian dari mereka adalah tuan yang kejam, bisakah mereka melakukannya dengan rela, segenap hati dan senang hati?
Sama seperti ketika di dalam pekerjaan sehari-hari yang situasinya tidak enak, memberatkan dan boss yang nyebelin, bisakah kita tetap dengan senang hati melakukannya karena sedang melayani Tuhan dan bukan si boss? Menarik sekali, karena inilah yang dimaksudkan oleh Paulus dengan melayani Tuhan dan bukan melayani manusia.
Jikalau dalam pekerjaan sehari-hari kita lakukan di dalam ketaatan kepada Kristus dan menggenapi kehendakNya, bukankah semua yang kita lakukan akan kita lakukan dengan rela dan senang hati? Karena kita sedang melayani Tuhan, bukan melayani manusia yang sedang kita bantu dan kita hadapi.
Refleksi Pribadi:
Hal-hal dalam kehidupan yang harus saya lakukan dengan rela, senang hati dan segenap hati untuk melayani Tuhan adalah ...........................................

Setiap kali selesai berkotbah di suatu tempat, entah di gereja atau parachurch, pertanyaannya yang selalu ditanyakan kepada saya, "Sekarang pelayanan di mana?"
Dan selalu saya harus menjelaskan bahwa sementara ini saya melayani tanpa gereja dan organisasi. Banyak yang kemudian berusaha meyakinkan bahwa melayani di gereja atau lembaga mereka itu lebih baik dibandingkan dengan pelayanan sendiri. Dan mulai menawarkan segala fasilitas untuk bergabung dengan lembaganya. Seolah-olah kalau saya melayani Tuhan dengan cara sendirian, maka hidup akan berkekurangan dibandingkan dengan melayani dilembaganya. Ada pula yang berusaha membuat saya merasa bersalah kalau pelayanan sendiri dan lebih baik kalau bergabung dengan lembaga mereka. Hmm, suatu saat saya akan bergabung dengan satu gereja atau lembaga jikalau Tuhan memberikan kesempatan untuk menggenapi kehendakNya. Yang pasti, alasannya bukan karena jaminan hidup yang lebih baik. Tuhan yang menjamin hidup ini, dan itu lebih baik dibandingkan jaminan dari lembaga atau gereja manapun!

Tidak ada yang pernah bertanya, "Sekarang melayani siapa?" Padahal pertanyaan ini yang perlu dipertanyakan. Banyak orang yang dalam hidup sehari-hari sudah melayani mimpinya, materi, dirinya, organisasinya, bahkan gerejanya dan semuanya bukan untuk menggenapi kehendak Allah. Celakanya, banyak yang tidak sadar dan terus merasa sedang melayani Tuhan!
Adakah Tuhan yang menjadi sumber, pusat dan kehendakNya yang digenapi dalam hidup ini, entah di dalam pekerjaan sehari-hari, di kantor ataupun di rumah, aksi sosial ataupun pelayanan gerejawi lainnya, sendirian ataupun di dalam satu gereja atau lembaga, adakah Yesus Kristus yang menjadi pusat pelayanan kita? Adakah kita melakukan segala sesuatu bagi Dia dan bukan bagi manusia (termasuk diri kita)???
Soli Deo Gloria.

Wednesday, April 9, 2008

YESUS = BAPA???

Sepanjang subuh ini browsing dan membaca beberapa blog Kristen yang ada di CIBfest 2008 (Christian Indonesian Bloggger Festival 2008). Beberapa dari blog yang ada sangat menarik, tapi ketika berbicara tentang Tuhan Yesus, ada yang mengatakan My DAD JC, Jesus adalah Heavenly Father, dan beberapa lagi yang pada intinya melihat Yesus Kristus dan Bapa adalah satu pribadi. Betulkah YESUS = BAPA? Bukankah pertanyaan ini sudah dijawab melalui konsili2 dan pengakuan iman? Kenapa masih banyak orang Kristen yang tidak mengerti?

Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu.
Efesus 1:2


Rasul Paulus dalam setiap pembukaan suratnya, biasanya mempergunakan Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus. Kalau diperhatikan, maka Paulus sengaja melakukan hal itu untuk membedakan Pribadi Pertama dan Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal. Setiap kali menyebut Allah, Paulus juga langsung menyebutkan Bapa. Begitu juga ketika menyebut Tuhan yang dimaksudkannya adalah Yesus Kristus. Kecuali dalam Titus 2:13, dimana Tuhan Yesus disebutkan sebagai Allah yang Mahabesar. Tapi, bukan karena Yesus adalah Allah maka Yesus adalah Bapa.

Bukankah beberapa kali Tuhan Yesus mengatakan bahwa Aku dan Bapa adalah satu? Misalnya dalam Yoh 10:30. Pertanyaannya, satu itu satu pribadi atau satu keberadaan? Di sini seringkali yang menjadi kesalahan dalam mengerti Allah Tritunggal. Karena di dunia ini tidak ada contoh dalam satu keberadaan ada lebih dari satu pribadi. Maksudnya satu dalam Yoh 10:30, adalah satu keberadaan sebagai Allah, dan bukanlah satu pribadi. Tuhan Yesus adalah pribadi yang berbeda dengan pribadi Allah Bapa di dalam satu kesatuan keberadaan Allah.

Jikalau Tuhan Yesus adalah Bapa, kenapa Ia mengajarkan doa kepada Bapa kami di Sorga. Dan berkali-kali Ia mengatakan BapaKu, yang artinya ada pribadi lain yang berbeda dengan diriNya, tapi satu keberadaan dengan diriNya?

Jadi jikalau Tuhan Yesus menyebut Allah Bapa sebagai Bapa, dan orang-orang memanggil Tuhan Yesus sebagai Bapa, maka Allah Bapa menjadi Kakek kami yang di Sorga.
Ada yang ingin mempertahankan menyebut Yesus sebagai Bapa dengan mengutip Yesaya 9:5, yang merupakan nubuat tentang Yesus Kristus. Di situ disebutkan "Bapa yang Kekal" Penafsiran dari kata Bapa perlu berhati-hati, karena kata ab/av yang diterjemahkan Bapa, bisa mempunyai banyak arti dan nuansa. Saya mencoba menafsirkan kata ab ini dalam pengertian sebagai sumber, pemimpin dan pelindung yang kekal bagi umatNya dan bukan dalam pengertian bahwa kita menjadi anak2 Yesus Kristus.

Dalam Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa orang-orang percaya adalah anak-anak Yesus Kristus dan memanggil Yesus Kristus sebagai Bapa. Kita diangkat menjadi anak-anak Allah, dan bisa menyebut Allah (bukan Yesus Kristus) sebagai Bapa. Oknum pertama dari Allah Tritunggal yang disebut Bapa inilah yang disebut oleh Tuhan Yesus juga sebagai Bapa.

Semoga uraian singkat ini bisa meluruskan kesalahan yang telah berasal dari abad2 permulaan karena ketidakmengertian tentang Allah Tritunggal.

Sebagai penutup, kutipan dari Pengakuan Iman Rasuli:
1. Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, khalik langit dan
bumi.

2. Dan kepada Yesus Kristus AnakNya Yang Tunggal, Tuhan Kita.

Monday, August 6, 2007

PILKADA: Haruskah Aku Memilih?

Sejak iklim Reformasi menerpa Indonesia, maka peta politik di seluruh Indonesia ikut berubah. PILKADA menjadi salah satu kegiatan yang memberikan dampak besar di dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dampak besar, karena beberapa orang kaya akan menghamburkan uangnya, dan tentu saja yang menikmatinya adalah orang-orang yang memiliki bisanis yang berhubungan dengan kaos, spanduk, entertainment, dan segala hal yang berubungan dengan promosi dan kampanye (termasuk penyedia jasa orang2 untuk ikut kampanye).. Di beberapa kota, masa kampanye memberikan dampak negatif. Misalnya di Jakarta, kampanye PILKADA seringkali membuat kemacetan (tidak ada PILKADA saja sudah macet!), ada beberapa oknum yang memanfaatkan masa kampanye dengan berkendaraan seenaknya di jalan. Yang lebih sensasional pernah terjadi di salah satu kota di Minahasa, Sulawesi Utara. Hanya untuk mendaftarkan bakal calon bupati ke salah satu Partai, telah membuat macet beberapa kota kecil karena pendaftarannya di antar oleh ribuan pendukungnya.

Kebanyakan rakyat Indonesia tadinya berpikir kalau bisa memilih sendiri pemimpinnya akan lebih baik dibandingkan dengan membiarkan partai-partai yang ada bermain untuk memilih pemimpin. Ternyata kenyataannya tidak semudah itu. Bisa memilih sendiri, tetapi siapa calon yang harus dipilih? Bukankah calon yang harus dipilih juga selama ini adalah calon yang didapatkan dari hasil permainan partai-partai? Di samping itu, apakah calon-calon itu benar-benar memiliki kualitas yang diharapkan sebagai pemimpin? Benarkah janji-janji selama kampanye akan ditepati? Ada berbagai pertanyaan yang muncul di benak kebanyakan rakyat Indonesia. Sampai kemudian banyak yang mempertanyakan, haruskah saya memilih?
Kita bisa belajar bagaimana memilih dari cara Allah memilih manusia.

Memilih di antara yang buruk
Bicara soal pemilihan, saya jadi teringat dengan bagaimana Allah memilih manusia untuk diselamatkan.

4 Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. 5 Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya,
Efesus 1:4-5

Allah tidak memilih siapa yang baik untuk diselamatkan, melainkan Ia memilih di antara yang berdosa supaya kudus dan tak bercacat.

Konteksnya memang berbeda dengan PILKADA. Karena pemilihan Allah berhubungan dengan keselamatan dan Allah memilih untuk mengubah orang2 pilihanNya. Tapi, kita bisa melihat ada kesamaan di dalam pemilihan di antara yang buruk/berdosa. Banyak orang yang beralasan bahwa tidak ingin memilih (meskipun ini juga merupakan salah satu alternatif memilih dan sudah memilih untuk tidak mempergunakan hak pilihnya) karena tidak ada pilihan yang baik. Seandainya cara berpikir seperti itu juga ada pada Allah waktu memilih manusia, maka tidak ada manusia yang akan diselamatkan. Mana ada manusia yang baik dan memuaskan Allah?
Di zaman yang berdosa dan konteks Indonesia yang politiknya bisa dilihat dengan jelas begitu dicemari oleh dosa, apakah realistis mengharapkan ada pemimpin yang betul-betul berkualitas dan 'bersih'? Maka, di antara yang kurang, pilihlah yang memberikan kemungkinan untuk lebih bisa membawa kepada kemajuan!

Hindari Black Campaign
Di dalam politik sudah menjadi kebiasaan untuk melakukan black campaign. Tapi, sedikit yang menyadari dari mana asalnya. Iblis yang memulai kampanye yang negatif terhadap Allah di dalam Kejadian 3, yang membuat manusia jatuh ke dalam dosa. Caranya Iblis, ia menjelek-jelekkan dan mengubah firman Allah, sesudah itu ia menawarkan alternatif yang lebih baik (meskipun ternyata tidak baik).
Kita bisa melihat contohnya di dalam beberapa spanduk dan kampanye yang ada di dalam PILKADA Jakarta. Salah satu calon, banyak melakukan kampanye negatif dan mencoba memberikan solusi yang lebih baik. Kenyataannya dalam sejarah, hampir semua yang memulai dengan kampanye negatif, menjelek-jelekan yang sebelumnya/lawannya dan menawarkan solusi yang baru, biasanya tidak lebih baik dan bahkan lebih buruk.
Buka mata dan buka hati ketika melihat janji-janji yang ada. Jangan sampai kita hanya mengulangi kegagalan nenek moyang kita ketika jatuh dalam dosa, karena ditipu dengan kampanye negatif serta alternatif yang kelihatannya lebih baik.

Memilih yang realistis
Kampanye biasanya identik dengan janji dan kebohongan. Ada banyak yang menjanjikan perubahan-perubahan yang drastis dan kehidupan yang lebih baik. Masalahnya, untuk mengalami perubahan bukan hanya ditentukan oleh pemimpin, tapi melibatkan banyak orang dan dipengaruhi oleh banyak hal yang sangat kompleks. Banyak hal di dalam program yang ditawarkan tidaklah realistis. Misalnya: membereskan kemacetan di Jakarta tidak segampang yang dipikirkan, karena pembuat kemacetan bukan hanya terlalu banyak mobil dan tidak disiplinnya para pengendara, tetapi juga para pemimpin pemerintahan yang tidak mau ikut-ikutan macet (karena waktunya sangat berharga!?) selalu meminta prioritas jalan yang membuat kemacetan lebih parah.

Masih banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan. Yang jelas, pilihlah dengan bijak, belajarlah dari Allah.

Thursday, April 12, 2007

Lagi dalami apa?

Kemarin pergi ke rumah duka. Orangtua dari seorang teman penginjil meninggal dunia. Siangnya ketemu dengan mantan dosen, sekaligus dekan di seminary dulu. Kemudian sang dosen berbicara dengan teman yang lagi berduka. Sesudah basa-basi, tanya mengapa meninggal, sang teman tidak melewatkan kesempatan untuk diskusi teologi dan filsafat. Memang agak lain hidup dari seorang penginjil yang suka belajar. Padahal dua bulan sebelumnya papanya meninggal, kemudian mamanya meninggal. Di tengah kedukaan, dia tidak melewatkan kesempatan untuk belajar dari sang dosen yang memang paling banyak mempengaruhi pemikirannya di awal-awal belajar teologi dan filsafat. Kami duduk berempat di dalam satu lingkaran, dan sang penginjil dan dosen asyik ngobrol tentang beberapa hal dan beberapa nama tokoh2 terkenal disebutkan, sambil sang dosen share bagaimana dia mendalaminya. Sampai kemudian tiba-tiba sang dosen berpaling ke saya dan bertanya, "Ronald, lagi dalami apa?" Saya dengan gampangnya menjawab, "saya yang cetek2 aja yg bisa aplikatif." Ditanggapi sama sang dosen,"Seringkali orang yang sudah berpikir dalam sulit untuk aplikasi!" Saya kemudian mengatakan kepada sang dosen bahwa sedalam apapun yang saya dalami sepertinya tetap cetek dibandingkan dengan kedalaman sang dosen. Dia ketawa dan mungkin melupakan percakapan kita, tapi saya masih terus memikirkannya.

18 Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, 19 dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah.
Efesus 3:18-19

Ayat ini adalah harapan Rasul Paulus bagi jemaat Efesus bersama-sama dengan semua orang kudus untuk sanggup memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya, serta mengenal yang melampaui segala pengetahuan dan hikmat yaitu Kasih Allah. Paulus berharap kita bisa dipenuhi dengan segala kepenuhan Allah. Maka, meskipun sudah berkali-kali berbicara tentang Kasih Allah, sepertinya masih terlalu jauh dan terlalu cetek untuk bisa melihat kedalamannya. Keinginan sekarang ini masih ingin lebih memahami dan mendalami tentang Kasih Allah di dalam seluruh kepenuhan Allah. Seperti apa itu? Sulit dilukiskan dan dijelaskan, tapi bisa dialami dan dirasakan oleh orang-orang percaya. Saat diselamatkan, dalam kehidupan sehari-hari, di dalam melihat jalan-jalan Tuhan. Sesungguhnya kita bisa merasakan dan mengalami betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Allah.
Jadi ingat satu lagu yang berbicara tentang kasih Allah. Ditulis oleh Fred­er­ick M. Leh­man pada tahun 1917.

The love of God is greater far
Than tongue or pen can ever tell;
It goes beyond the highest star,
And reaches to the lowest hell;
The guilty pair, bowed down with care,
God gave His Son to win;
His erring child He reconciled,
And pardoned from his sin.

Refrain
O love of God, how rich and pure!
How measureless and strong!
It shall forevermore endure
The saints’ and angels’ song.

When years of time shall pass away,
And earthly thrones and kingdoms fall,
When men, who here refuse to pray,
On rocks and hills and mountains call,
God’s love so sure, shall still endure,
All measureless and strong;
Redeeming grace to Adam’s race—
The saints’ and angels’ song.

Could we with ink the ocean fill,
And were the skies of parchment made,
Were every stalk on earth a quill,
And every man a scribe by trade,
To write the love of God above,
Would drain the ocean dry.
Nor could the scroll contain the whole,
Though stretched from sky to sky.


Mau denger, nyanyi atau download mp3 lagu ini? KLIK DI SINI

Banyak orang sudah bicara tentang kasih Allah, tapi kasih Allah tidak pernah habis-habisnya dibicarakan, bahkan semakin dibicarakan, semakin dirasakan bahwa semakin perlu dibicarakan kembali. Bahkan cerita tentang kasih Allah yang sederhana bisa mengubah orang-orang yang merasa dirinya sudah besar.
Dwight L. Moody menyelesaikan kebaktian kebangunan rohaninya di Birmingham, England. Waktu orang-orang mengucapkan selamat jalan kepada Moody yang akan kembali ke Amerika, seorang muda dalam jemaat itu ikut memberi ucapan selamat jalan kepada Dwight L. Moody, dan nama anak muda itu adalah Harry Morehouse.
Ia berkata kepada D. L. Moody, “Saya akan datang ke Amerika. Dan ketika saya sampai di sana, saya akan berkhotbah untuk Anda.” Pada umumnya tidak ada orang yang menyodorkan diri sendiri untuk berkhotbah. Biasanya seseorang berkhotbah oleh karena ada yang mengundangnya. Lalu Moody menjawab dengan bijaksana, “Yah, ketika Anda tiba di Amerika, hubungi kami. Kami akan menerima Anda dengan senang hati.”
Kira-kira enam bulan kemudian, ketika D.L. Moody ada di Chicago, ia menerima telepon dari Harry Morehouse yang ada di New York. Harry berkata kepada Moody, “Saya telah tiba di Amerika. Saya ada di New York. Saya ingin berada di Chicago pada hari Rabu dan saya ingin berkhotbah untuk Anda Rabu malam.”
Ketiba Rabu tiba, Moody harus pergi keluar kota, namun ia telah meninggalkan pesan, “Ada anak muda yang akan datang kemari yang bernama Harry Morehouse. Ia berasal dari Birmingham, England. Berilah kesempatan kepadanya untuk berbicara beberapa patah kata saja.”
Apa yang terjadi kemudian? Harry berkhotbah dari Yohanes 3:16. Dan di bagian akhir kebaktian Ia menantang orang-orang untuk percaya kepada Kristus, dan kira-kira ada sepuluh orang diselamatkan. Kemudian para diaken berkata kepada anak muda itu, “Besok malam atau Kamis malam kami ada kebaktian, dan Anda yang akan menyampaikan Firman Tuhan lagi.” Kamis malam anak muda itu kembali menyampaikan Firman Tuhan dari teks yang sama. Dan kira-kira ada lima belas orang diselamatkan. Mereka berkata lagi, “Jum’at malam kami ada kebaktian lagi. Dan Anda yang akan menyampaikan Firman Tuhan kembali.” Anak muda itu menyampaikan Firman Tuhan dari teks yang sama: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini.” Kira-kira ada dua puluh orang diselamatkan.
Selesai kebaktian mereka berkata, “Sabtu malam, kami juga ada kebaktian lagi, dan kami minta Anda menyampaikan Firman Tuhan kembali.” Sabtu itu, D.L. Moody kembali ke Chicago. Dan istrinya berkata kepadanya, “Sayang, kita sedang berada di tengah kebangunan rohani yang luar biasa, kebangunan rohani yang ajaib. Banyak orang berubah dan bertobat.” Dan istinya melanjutkan, “Ketika kamu menghadiri kebaktian itu, pasti kami akan bertobat.” Moody menentangnya, dan berkata, “Saya telah berkhotbah lebih dari dua puluh tahun. Dan kamu katakan saya akan bertobat?”
“Ya,” kata isterinya. “Kamu akan melihatnya sendiri.”
Ketika ia datang dalam kebaktian Sabtu malam itu, ia duduk paling depan. Ia duduk di sana dengan sikap meremehkan anak muda itu. Namun ketika anak muda itu menyampaikan khotbahnya, kira-kira ada tiga puluh orang yang bertobat. Anak muda itu secara terus menerus berkhotbah dari ayat yang sama setiap malam di gereja itu selama enam minggu berturut-turut dan kebangunan rohani terjadi.
Ketika pelayanan itu berakhir, Moody berkata, “Istriku benar. Saya telah diubahkannya.” Ia berkata, “Selama ini saya berkhotbah dari sisi Sinai. Berkhotbah tentang Neraka, penghukuman dan api dan kilat dan guntur. Namun,” katanya, “Saya telah berubah. Saya telah bertobat. Saya mulai sekarang akan mengkhotbahkan sisi yang lain, yaitu tentang kasih Allah, dan darah Yesus serta pencurahan kasih Roh Kudus.”

Saya tidak ingin mengikuti Moody, bagi saya dua sisi: keadilan dan kasih Allah harus dikotbahkan. Tetapi harus diakui bahwa keadilan tidak sebanding dengan kasih Allah. Memang kasih Allah lebih bisa dimengerti dengan melihat kepada keadilan Allah. Tanpa keadilan Allah, kasih akan terlihat sebagai kasih murahan. Meskipun demikian, kasih Allah masih terlu dalam dan terlalu ajaib. Banyak orang yang sudah membicarakannya, tapi apa artinya bagi saya secara pribadi? Seberapa dalam pengenalan saya terhadap kasih Allah?
Suatu hari kalau bertemu lagi dengan sang dosen dan kalau pertanyaannya lagi dalami apa? Dengan mantap akan saya jawab, "Kasih Allah"

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.

Tuesday, March 27, 2007

Kristologi dan Doktrin Gereja dalam relasi suami isteri

Apa hubungannya antara doktrin yang dipelajari dengan hidup sehari-hari? Banyak yang merasa bahwa belajar doktrin hanyalah untuk konsumsi pemuasan otak dan menjadi sangat kering, apalgi tidak ada hubungannya dengan hidup sehari-hari. Sebagian orang percaya malahan hanya menginginkan hal-hal yang praktis, daripada doktrin. Karena hal-hal yang praktis berbicara tentang hidup sehari-hari, sedangkan doktrin tidak.
Apakah betul bahwa doktrin tidak praktis? Apakah doktrin memang hanya untuk otak dan bukan untuk dilakukan dalam hidup sehari-hari? Jangan-jangan para pengajar doktrin yang telah membuat doktrin tidak ada hubungan dengan hidup sehari-hari?
Dalam tulisan ini ingin melihat apa hubungannya Kristologi dan Doktrin Gereja dalam relasi suami isteri.

22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, 23 karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. 24 Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. 25 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya 26 untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, 27 supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.
Efesus 5:22-27

Dalam surat kepada jemaat Efesus yang kita baca di atas, Isteri diperintahkan untuk tunduk kepada suami seperti jemaat tunduk kepada Kristus. Implikasinya, isteri yang betul-betul bisa tunduk kepada suaminya, haruslah isteri yang mengenal Kristus dan mengerti seperti apa jemaat di dalam hubungannya dengan Kristus dan bagaimana respon yang benar dari jemaat. Pengertian Kristologi yang benar seharusnya bisa membuat seorang isteri akan makin mengasihi suaminya. Sedangkan pengertian yang benar tentang doktrin gereja yang benar akan membuat seorang istri akan mengerti bagaimana seharusnya tunduk kepada suaminya. Jadi isteri-isteri harus belajar Kristologi dan Ekklesiologi.

Apanya yang harus dipelajari? Yang dipelajari bukan teori-teori tentang Kristus dan gereja, tetapi pengenalan akan Kristus. Siapa Kristus? Apa yang sudah dikerjakan? Bagaimana Ia memimpin kerajaanNya dan gereja? Sesudah itu melihat bahwa Kristus sedang diwakili oleh suami yang seharusnya memimpin seperti Kristus memimpin dan Kristus mengasihi. Sedangkan pembelajaran tentang jemaat, seharusnya isteri-isteri melihat bagaimana gereja terbentuk, apa yang dimaksud dengan gereja, seberapa besar anugerah dan kasih Tuhan terhadap gereja dan apa tugas gereja untuk memuliakan Tuhan. Sesudah itu isteri-isteri menempatkan diri seperti gereja di hadapan Kristus, mempelai yang kudus, taat dan tunduk kepada Kristus yang mengasihinya. Banyak isteri sulit untuk tunduk kepada suami karena tidak bisa melihat suami-suami mewakili Kristus. Tetapi isteri harus belajar untuk itu.

Bagaimana dengan suami-suami? Sebenarnya sama. Suami-suami harus lebih lagi mengerti tentang Kristologi. Karena pola sebagai pemimpin hanya bisa dimengerti dengan melihat bagaimana Kristus memimpin gerejaNya. Bagaimana Kristus mengasihi gerejaNya, bahkan mau mati dan berkorban, serta melayani gerejaNya. Artinya juga, harus mengerti tentang gereja. Seperti apa gereja yang dikasihi dan bahkan rela berkorban dan masih terus dilayani.

Dalam hubungan suami-isteri seringkali ada anggapan bahwa isteri harus terus-menerus melayani suami yang posisinya lebih tinggi. Tetapi kalau suami dan isteri benar-benar mempelajari Kristologi dan gereja, maka sebenarnya yang harus lebih melayani adalah suami. Karena gereja tidak pernah melayani Kristus. Allah tidak perlu pelayanan umatNya. Kristus hanya memakai gerejaNya untuk berbagian dalam pekerjaanNya yang mulia dengan melayani sesama. Itu sebabnya isteri-isteri tidak dinasehatkan untuk mengasihi dan melayani suami, tetapi diminta untuk tunduk kepada suami. Karena dengan tunduknya isteri maka isteri akan ikut bersama suami untuk mengerjakan panggilan dalam satu keluarga yang diberikan melalui suami.

Sementara sang suami diminta untuk mengasihi isterinya, karena seperti Kristus datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani, maka demikianlah suami. Suami seharusnya melayani isteri dan bukan menjadikan isteri sebagai budak yang harus melayaninya yang sudah bekerja keras. Justru suami harus menunjukkan pelayanan yang lebih lagi sehingga bisa memimpin isterinya. Isteri bisa melihat bahwa ia tunduk sebagai hamba tetapi bukan diperbudak, tetapi budak yang melayani dalam panggilan dalam keluarga, tetapi juga budak yang dilayani oleh tuannya, suami sendiri. Ini paradoks dari hamba/budak. Di satu sisi harus melayani, di sisi yang lain dilayani oleh tuannya.

Suami-isteri yang melihat kepada Kristus dan belajar bagaimana Kristus dalam relasiNya dengan jemaat akan mendapatkan banyak hal yang penting dan berharga untuk hidup memuliakan Tuhan dalam keluarganya. Selamat Melayani!

Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."
Markus 10:45

Wednesday, March 7, 2007

Work and Family

Keluarga dan pekerjaan menjadi dua hal yang terus-menerus menjadi pergumulan dan seringkali berada di dalam dua ekstrim yang bertentangan. Kalaupun bisa diperdamaikan, biasanya dalam pengertian dan konsep yang jauh dari Alkitab. Maka pertanyaannya, bagaimana Alkitab melihat kedua hal ini dari Penciptaan sampai kepada Kekekalan? Apa yang berbeda dalam keluarga dan pekerjaan pada saat penciptaan, manusia jatuh dalam dosa, penebusan dan sampai pada kekekalan? Dalam tulisan ini, saya hanya memberikan outline bagaimana melihat kedua hal ini dari empat tahap hidup manusia: Creation, Fall, Redemption and Consumation.

27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. 28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
Kejadian 1:27-28

Creation
Kej 1:27-28
- Bertambah banyak penuhi bumi: bukan hanya punya anak, tapi menambah Gambar Allah yang ditebus (orang pilihan)
- Menaklukkan dan berkuasa: kerja adalah ibadah dan melayani Tuhan (Kej 2:15)

Fall
Kej 3:12,16-19
- bertambah banyak jadi sulit (16); punya anak dan mendidik anak
- relasi pria dan wanita jadi rusak (12,16)
- kerja jadi berat demi untuk makan sampai mati (17-19)

Redemption
Kol 3:18-4:1
- Keluarga: Istri-Suami (18-19); Anak-Bapak (20-21); Budak-Tuan (22-4:1)
- Kerja 3:22-4:1 --> kerja untuk Tuhan (3:22-23)

Consummation
- tidak ada kawin-mengawinkan, orang pilihan sudah genap (Mat 22:29-30)
- kerja sampai selama-lamanya sebagai raja di bumi yang baru (Wahyu 22:5)

Kesimpulan:
- Keluarga sangat penting untuk:
@ pelipatgandaan orang pilihan
@ menambah SDM orang pilihan untuk menaklukkan bumi
@ belajar mengasihi untuk hidup sebagai satu keluarga Allah (gereja) dalam kekekalan

- Kerja sangat penting karena:
@ bagian dari ibadah
@ panggilan hidup dalam dunia
@ persiapan untuk menjadi raja sampai selama-lamanya

Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.
Ef 2:10

Wednesday, February 14, 2007

How DEEP is your LOVE?

Love... love... and love.. What's the important of love? Should we always talk, sing, think and dream about love? But, love is God's gift.. So, just enjoy it. The question is, do we really know the deep of God's love and how deep our love to God and to others? Do we really know the true meaning of love? How deep is your love? I must quote one of Bee Gees song, How Deep is your love..

I know your eyes in the morning sun
I feel you touch me in the pouring rain
And the moment that you wander far from me
I wanna feel you in my arms again

And you come to me on a summer breeze
Keep me warm in your love and then softly leave
And it's me you need to show ....

How deep is your love
I really mean to learn
'Cause we're living in a world of fools
Breaking us down
When they all should let us be
We belong to you and me

I believe in you
You know the door to my very soul
You're the light in my deepest darkest hour
You're my savior when I fall
And you may not think
I care for you
When you know down inside
That I really do
And it's me you need to show ....
How deep is your love


Sebagian lagu ini harusnya adalah pemujaan bagi Allah, pernyataan betapa dalamnya dan berharganya cinta Allah kepada kita. Sebagian kalimatnya memang tidak tepat, kalau ditujukan kepada Allah. Yang menjadi pertanyaan, jika Allah menyatakan cintaNya yang begitu lebar, panjang dan dalam, mampukah kita memahaminya?

Menurut saya, siapapun tidak akan mampu memahami kasih Allah, kalau hanya mengandalkan segala pengalaman dan cerita dalam sejarah dunia ini. Banyak orang sudah membaca buku2 yang berbicara tentang cinta kasih yang begitu mengharukan, menguras air mata, membuat kita terkagum-kagum dan mengubah hidup banyak orang yang membacanya, tapi itu belum menggambarkan keseluruhan kasih Allah. Kita juga mungkin sudah melihat kisah-kisah cinta yang begitu hebat dan mengharukan dari orang-orang Kristen, akibat perubahan yang Tuhan lakukan dalam hidup orang-orang Kristen. Tapi itupun, tidak sanggup menyatakan betapa dalamnya kasih Allah. Anehnya, orang-orang lebih tertarik melihat dan membaca kisah-kisah itu dibandingkan dengan kasih Allah yang begitu dalam, ajaib dan dahsyat yang diceritakan dalam Alkitab.

Alkitab berbicara dengan cara yang berbeda. Cinta Tuhan kepada manusia adalah cinta yang menyediakan segala sesuatu sampai ke pada masa depan yang sejati, yaitu kekekalan. Cinta yang kekal, cinta yang tidak dapat dipisahkan oleh apapun. Cinta ini dimulai dari pemilihan dalam kekekalan. Sesudah itu dalam penciptaan dengan menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk kenikmatan dan kebaikan. Tetapi juga cinta yang menguji manusia untuk mengajarkan kesetiaan. Cinta yang terus-menerus menerima manusia yang jatuh dalam dosa dan berzinah meninggalkan Allahnya dan terus-menerus berlari menjauhi Allah, kecuali waktu membutuhkan sesuatu dan tidak berdaya, maka manusia berteriak dan meminta pertolongan Allah. Anehnya, Allah tetap memberikan pertolongan, meskipun Allahpun menyatakan murkanya kepada umat pilihanNya, dengan memberikan kutuk dan penghakiman yang dibalik semuanya adalah cinta yang ingin mendidik dan mengubah umat pilihanNya. Dan puncaknya, Bapa mengirimkan AnakNya yang Tunggal, Tuhan kita, Yesus Kristus untuk mengajarkan cinta yang berkorban untuk umat pilihanNya yang selayaknya dimurkai. Dan cinta yang diajarkan di atas kayu salib, adalah cinta yang tidak bisa dilepaskan dari murka dan keadilan Allah.

Ketidak mengertian akan kasih dan murka Allah, membuat banyak permasalahan yang terjadi dalam hubungan manusia dengan Allah dan dengan sesama.
Kalau Allah benar-benar mencintai umatNya, mengapa harus ada penderitaan, masalah, bencana dan segala macam penyakit? Apakah kalau Allah mencintai kita, maka Ia tidak boleh menghukum akan dosa-dosa kita, yang sudah tidak bergantung lagi kepada Dia, meskipun kelihatan kita beragama dan beribadah? Apakah bencana dan segala kesulitan membuat kita tidak bisa merasakan kasih Allah dan tidak bisa mengasihiNya? Kalau begitu, kita lebih mengasihi Allah ataukah kita lebih mengasihi pemberianNya? Waktu kita dapat segala kelimpahan pemberianNya, kita melupakan Pemberinya. Kalaupun tetap mengingatNya, kita tetap menghargai pemberianNya lebih besar dari pemberiNya. Itu sebabnya kita lebih menghargai orang kaya daripada orang miskin yang betul2 mengasihi Allah; orang pintar dibandingkan orang sederhana yang mengashi Allah. Padahal akibat kekayaan, kesomobongan, jabatan dan kepintaran mereka yang membuat Allah harus menghukum dunia ini, dan kita yang berada di sekitar mereka ikut merasakan dan bahkan yang menjadi korban.

Begitu juga dengan relasi dengan sesama manusia. Kita sangat menghargai orang-orang yang baik, mau memamahi dan menerima kita apa adanya. Kalau ada orang yang mengkritik kita dengan tajam, menyatakan kesalahan, dan bahkan menjelek-jelekan kita, maka kita sulit untuk menerima orang seperti itu. Kita merasa orang itu tanpa cinta kasih. Begitu juga kalau orang yang kita kasihi dan mengasihi kita menjadi berubah, suka mengkritik karena semakin bisa melihat kelemahan2 kita, maka kita akan menganggapnya berubah menjadi orang yang tidak mengasihi kita lagi, dan menjadi orang yang membenci kita. Meskipun sebagian memang betul-betul membenci. 'Benci' yang benar adalah bagian dari cinta yang sejati. Tetapi, kita sulit untuk menerima benci, karena lebih banyak benci dicemari oleh dosa. Padahal benci harusnya benar-benar cinta.

Cinta di antara sesama manusia, biasanya hanya berada di ujung dari paradoks kasih yang berkorban ataupun kasih dengan didikan. Sebagian melihat kasih sebagai pengorbanan yang terus-menerus tanpa batas, selama masih bisa mengasihi. Sebagian lagi melihatnya sebagai kasih yang terus-menerus mendidik. Kasih yang Tuhan Yesus ajarkan kepada kita adalah kasih yang penuh didikan dan murka, tetapi juga kasih yang berkorban.

Tapi yang lebih aneh lagi, sekalipun Tuhan Yesus sudah sudah berkorban bagi kita, Dia tidak pernah memaksa kita untuk melayaniNya.. Kasihnya bukan yang menuntut dan memaksa kita untuk membalasnya, karena memang kita tidak bisa membalas semuanya. Tetapi, Ia membawa kita untuk melihat segala kelimpahan cinta kasihNya yang kekal dan begitu mulia. Dan membawa kita bisa menikmati semuanya.

Apakah kasih seperti ini yang kita berikan kepada banyak orang? Kita tidak akan sanggup, kecuali anugerah dan kasih Tuhan yang bekerja di dalam kita.

Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan.
Efesus 3:18-19a