Ayat Hari Ini:

Showing posts with label Ekklesiologi. Show all posts
Showing posts with label Ekklesiologi. Show all posts

Wednesday, April 18, 2007

Oikoumene: Kebaikan dan Kekurangan

Perpecahan sepertinya menjadi suatu hal yang dianggap lumrah di dalam kekristenan, apalagi di abad ke 19 sampai saat ini. Meskipun seringkali terjadi pergumulan dan kebencian yang besar, tetapi perpecahan terjadi terus di dalam gereja dan lembaga pelayanan lainnya. Bahkan sebagian orang melegalkan perpecahan dengan alasan kebenaran yang dilihat sudah dibelokkan (biasanya hanya sepihak, meskipun ada juga yang bisa melihat big picture). Bahkan ada yang sengaja ingin memecah suatu gereja ataupun suatu persekutuan dengan alasan bahwa gereja/persekutuan itu tidak melakukan lagi kebenaran sehingga harus dibentuk lagi yang baru yang dianggap lebih benar. Inikah yang dinginkan oleh Tuhan Yesus.
Di lain pihak ada gerakan yang ingin mempersatukan gereja2 dan persekutuan yang ada dengan tidak memperhatikan perbedaan yang ada secara doktrinal, yang penting bisa bersatu. Inikah juga yang dinginkan oleh Tuhan Yesus dalam doaNya?

20 Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; 21 supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.
Yoh 17:20-21


Supaya mereka menjadi Satu
Orang-orang yang terlibat dalam gerakan Oikumene seringkali menafsirkan bagian ini sebagai dasar persatuan yang dinginkan oleh Tuhan Yesus. Sayang sekali yang dilihat seringkali yang lebih penting adalah kesatuan secara organisasi. Kesatuan ini dianggap bisa tercapai jika atribut dari setiap gereja atau golongan dan bahkan doktrin2nya dicopot dan dilebur dalam satu atribut, yaitu Oikoumene. Ataupun bisa membawa semua doktrin tapi dilebur menjadi suatu campuran yang bisa diterima oleh semuanya. Tapi, apakah betul kesatuan seperti ini yang dinginkan oleh Tuhan Yesus? Bukankah kesatuan yang menjadi contoh adalah kesatuan antara Tuhan Yesus dan Allah Bapa?

Sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita
Kesatuan antara Allah Bapa dan Allah Anak bukanlah kesatuan organisasi, tetapi kesatuan rohani. Kesatuan ini adalah kesatuan di dalam keberadaan (being), tetapi tidak menghilangkan keunikan pribadi. Kemudian orang-orang percaya dipersatukan di dalam Allah Tritunggal. Suatu ikatan rohani yang bukan berdasarkan pada orang-orang percaya berada dalam satu organisasi, tetapi suatu kesatuan yang dimulai dari percaya kepada Kristus, dibenarkan dan diangkat menjadi anak-anak Allah. Orang percaya secara otomatis sudah berada di dalam satu kesatuan dengan Allah dan sesama orang percaya di dalam gereja yang tidak kelihatan. Seperti apa kesatuan yang sudah dimiliki ini ditunjukkan? Apakah dengan membubarkan semua denominasi dan mengubahnya menjadi satu denominasi lagi seperti awal gereja?
Saya melihat seharusnya ada pengertian yang membuat orang percaya menyadari bahwa yang benar bukan hanya gereja lokalnya sendiri (yang masih berdosa dan tidak sempurna) dan hanya memikirkan gerejanya sendiri, tetapi juga melihat kumpulan orang percaya yang berada di gereja lokal yang lain yang sebenarnya sudah berada di dalam satu kesatuan orang percaya. Belajar untuk saling mengerti dan melihat kesatuan yang sudah ada bisa dilakukan dengan kerjasama, saling membantu. Masing-masing melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing, sesudah itu menawarkan kelebihannya untuk membantu yang kekurangan. Sebaliknya melihat yang lebih untuk membantu kekurangannya (masih adakah gereja/lembaga pelayanan yang memiliki kerendahan hati seperti ini). Sama seperti konsep Paulus di dalam Tubuh Kristus. Artinya, justru bukan membuang segala keunikan dan perbedaan.
Mengapa tidak menghilangkan keunikan masing-masing? Ada kecenderungan bahwa suatu denominasi tertentu ingin menjadikan semua denominasi mirip dan sama dengan denominasinya, karena dianggap paling mendekati kebenaran. Padahal yang paling mendekati kebenaran ternyata tidak semuanya benar, tetap ada kelemahan yang harus belajar dan butuh bantuan dari gereja lokal yang lain. Harusnya belajar dari kesatuan Allah Bapa dan Allah Anak. Sudah sempurna tetapi tetap kerja sama dan tetaplah pribadi yang berbeda dan memiliki keunikan masing-masing, maka seharusnya kumpulan orang percaya dalam satu kesatuan tidak menjadi orang-orang yang seragam dan mirip semuanya. Keunikan masing-masing tidak boleh hilang, tetapi keunikan itu harus dipimpin oleh kebenaran. Bukan berarti terima semua keunikan dari setiap gereja lokal bahkan doktrin yang salah, melainkan terima semua keunikan yang sesuai dengan kebenaran firman dan pimpinan Roh Kudus.
Pertanyaan yang biasa ditanyakan, siapa yang menentukan bahwa keunikan itu sesuai kebenaran atau tidak? Jawabannya, Firman Tuhan dan pimpinan Roh Kudus. Kalau sama-sama hidup dipimpin oleh firman dan Roh Kudus, apakah sama-sama tidak bisa melihat kebenaran?

Persekutuan Oikoumene: Kelebihan dan kekurangan
Sejak abad 20 menjamur berbagai macam persekutuan Oikoumene. Baik itu di dalam kehidupan mahasiswa, siswa dan bahkan di dalam perusahaan-perusahan. Apa kelebihan dan kekurangannya?
Kelebihan. Persekutuan Oikoumene menjadi tempat yang sangat baik untuk menunjukkan kesatuan yang sudah terjadi antara orang percaya di dalam Allah Tritunggal. Persekutuan seperti ini juga menjadi tempat pembelajaran seperti apa gereja yang am yang tidak membedakan kasta, ras, suku, golongan dan pengetahuan firman yang berbeda. Suatu pembelajaran untuk bersiap menerima keadaan gereja di surga.
Bahkan ada kesempatan untuk sama-sama belajar kebenaran dengan menjunjung kebenaran firman, dan bahkan bisa melihat dan membandingkan berbagai macam penafsiran dari berbagai golongan/denominasi (tentu saja bisa mendapatkan kelimpahan firman ataupun juga kelimpahan ajaran sesat).
Kekurangan. Hampir semua Persekutuan Oikoumene terlepas dari gereja dan tidak ada hubungan dengan gereja lokal lagi, kecuali untuk pelayan-pelayan firman yang dibutuhkan. Banyak yang hanya terlibat dalam persekutuan ini dan tidak ingin berbagian di dalam gereja. Itu sebabnya gereja lokal justru makin kehilangan orang-orang yang berpotensi. Selain itu, yang berbahaya sebenarnya karena persekutuan2 seperti ini muncul dari kekurangan gereja untuk melakukan pelayanan, maka biasanya persekutuan Oikoumene seringkali merasa berada di atas gereja lokal dan seringkali menjelek-jelekan gereja. Tetapi, yang paling berbahaya adalah ketika hanya kesatuan organisasi yang ditekankan dan perlahan-lahan menyingkirkan kebenaran. Bukannya makin menggali kebenaran dan melihat segala kelimpahannya, biasanya yang terjadi makin lama makin ringan dan menyingkirkan kebenaran, yang penting masih bisa bersatu. Dan bahkan ada ajaran2 yang tidak beres yang mengambil kesempatan untuk menguasai di persekutuan-persekutuan itu.
Apakah ini berarti bahwa persekutuan Oikoumene harus dibubarkan? Saya melihat justru tetap harus dipertahankan, tetapi harus mentransformasi pengertian Oikoumene sehingga bisa menggali segala kelebihannya dan menghindarkan kekuarangan-kekurangan yang ada. Artinya, perlu kerjasama dengan beberapa gereja lokal yang betul-betul komitmen dengan kebenaran firman dan bisa belajar sekaligus perpanjangan gereja untuk menjangkau yang tidak bisa dijangkau oleh gereja lokal.

Supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku
Sebenarnya perpecahan seringkali memberikan andil yang cukup besar sebagai batu sandungan untuk orang-orang percaya kepada Kristus. Meskipun kita melihat juga dari sisi kedaulatan Allah bahwa Allah yang berdaulat untuk menyelamatkan. Sayang sekali bahwa gereja-gereja lokal dan lembaga-lembaga pelayanan tidak bisa melihat kesatuan yang bisa menyaksikan Kristus kepada dunia yang berdosa.
Semoga baik gereja-gereja lokal dan lembaga-lembaga pelayanan masih memiliki kerendahan hati untuk melihat kesatuan rohani yang sudah terjadi, tetapi masih perlu ditunjukkan kepada dunia yang tidak mengerti.

Tuesday, March 27, 2007

Kristologi dan Doktrin Gereja dalam relasi suami isteri

Apa hubungannya antara doktrin yang dipelajari dengan hidup sehari-hari? Banyak yang merasa bahwa belajar doktrin hanyalah untuk konsumsi pemuasan otak dan menjadi sangat kering, apalgi tidak ada hubungannya dengan hidup sehari-hari. Sebagian orang percaya malahan hanya menginginkan hal-hal yang praktis, daripada doktrin. Karena hal-hal yang praktis berbicara tentang hidup sehari-hari, sedangkan doktrin tidak.
Apakah betul bahwa doktrin tidak praktis? Apakah doktrin memang hanya untuk otak dan bukan untuk dilakukan dalam hidup sehari-hari? Jangan-jangan para pengajar doktrin yang telah membuat doktrin tidak ada hubungan dengan hidup sehari-hari?
Dalam tulisan ini ingin melihat apa hubungannya Kristologi dan Doktrin Gereja dalam relasi suami isteri.

22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, 23 karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. 24 Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. 25 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya 26 untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, 27 supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.
Efesus 5:22-27

Dalam surat kepada jemaat Efesus yang kita baca di atas, Isteri diperintahkan untuk tunduk kepada suami seperti jemaat tunduk kepada Kristus. Implikasinya, isteri yang betul-betul bisa tunduk kepada suaminya, haruslah isteri yang mengenal Kristus dan mengerti seperti apa jemaat di dalam hubungannya dengan Kristus dan bagaimana respon yang benar dari jemaat. Pengertian Kristologi yang benar seharusnya bisa membuat seorang isteri akan makin mengasihi suaminya. Sedangkan pengertian yang benar tentang doktrin gereja yang benar akan membuat seorang istri akan mengerti bagaimana seharusnya tunduk kepada suaminya. Jadi isteri-isteri harus belajar Kristologi dan Ekklesiologi.

Apanya yang harus dipelajari? Yang dipelajari bukan teori-teori tentang Kristus dan gereja, tetapi pengenalan akan Kristus. Siapa Kristus? Apa yang sudah dikerjakan? Bagaimana Ia memimpin kerajaanNya dan gereja? Sesudah itu melihat bahwa Kristus sedang diwakili oleh suami yang seharusnya memimpin seperti Kristus memimpin dan Kristus mengasihi. Sedangkan pembelajaran tentang jemaat, seharusnya isteri-isteri melihat bagaimana gereja terbentuk, apa yang dimaksud dengan gereja, seberapa besar anugerah dan kasih Tuhan terhadap gereja dan apa tugas gereja untuk memuliakan Tuhan. Sesudah itu isteri-isteri menempatkan diri seperti gereja di hadapan Kristus, mempelai yang kudus, taat dan tunduk kepada Kristus yang mengasihinya. Banyak isteri sulit untuk tunduk kepada suami karena tidak bisa melihat suami-suami mewakili Kristus. Tetapi isteri harus belajar untuk itu.

Bagaimana dengan suami-suami? Sebenarnya sama. Suami-suami harus lebih lagi mengerti tentang Kristologi. Karena pola sebagai pemimpin hanya bisa dimengerti dengan melihat bagaimana Kristus memimpin gerejaNya. Bagaimana Kristus mengasihi gerejaNya, bahkan mau mati dan berkorban, serta melayani gerejaNya. Artinya juga, harus mengerti tentang gereja. Seperti apa gereja yang dikasihi dan bahkan rela berkorban dan masih terus dilayani.

Dalam hubungan suami-isteri seringkali ada anggapan bahwa isteri harus terus-menerus melayani suami yang posisinya lebih tinggi. Tetapi kalau suami dan isteri benar-benar mempelajari Kristologi dan gereja, maka sebenarnya yang harus lebih melayani adalah suami. Karena gereja tidak pernah melayani Kristus. Allah tidak perlu pelayanan umatNya. Kristus hanya memakai gerejaNya untuk berbagian dalam pekerjaanNya yang mulia dengan melayani sesama. Itu sebabnya isteri-isteri tidak dinasehatkan untuk mengasihi dan melayani suami, tetapi diminta untuk tunduk kepada suami. Karena dengan tunduknya isteri maka isteri akan ikut bersama suami untuk mengerjakan panggilan dalam satu keluarga yang diberikan melalui suami.

Sementara sang suami diminta untuk mengasihi isterinya, karena seperti Kristus datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani, maka demikianlah suami. Suami seharusnya melayani isteri dan bukan menjadikan isteri sebagai budak yang harus melayaninya yang sudah bekerja keras. Justru suami harus menunjukkan pelayanan yang lebih lagi sehingga bisa memimpin isterinya. Isteri bisa melihat bahwa ia tunduk sebagai hamba tetapi bukan diperbudak, tetapi budak yang melayani dalam panggilan dalam keluarga, tetapi juga budak yang dilayani oleh tuannya, suami sendiri. Ini paradoks dari hamba/budak. Di satu sisi harus melayani, di sisi yang lain dilayani oleh tuannya.

Suami-isteri yang melihat kepada Kristus dan belajar bagaimana Kristus dalam relasiNya dengan jemaat akan mendapatkan banyak hal yang penting dan berharga untuk hidup memuliakan Tuhan dalam keluarganya. Selamat Melayani!

Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."
Markus 10:45