Ayat Hari Ini:

Showing posts with label Jumat Agung. Show all posts
Showing posts with label Jumat Agung. Show all posts

Friday, April 22, 2011

Allahku, Allahku, Mengapa Aku meninggalkan Engkau?

Pertanyaan ini adalah pembalikan dari doa Daud dalam Mazmur 22:2 dan Tuhan Yesus dalam Matius 27:46. Pembalikan sengaja dilakukan untuk melihat dari sudut yang berbeda dan menghubungkannya dengan relasi Allah dan manusia.
Ketika mencoba mengingat kematian Tuhan Yesus di atas kayu salib, yang sering menjadi pertanyaan adalah, "Kalau saya menjadi salah satu murid Kristus, hadirkah saya di bawah kayu salib atau larikah saya meninggalkan-Nya?" Jawaban terbaik yang saya bisa terpikirkan, "Kemungkinan besar akan lari meninggalkan Tuhan Yesus kalau tidak ada anugerah yang menahanku!"
Mengapa manusia sering lari dari Allah-nya tapi lebih banyak menuduh Allah-nya meninggalkan dirinya?


7 Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? 8 Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau. 9 Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, 10 juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku. 11 Jika aku berkata: "Biarlah kegelapan saja melingkupi aku, dan terang sekelilingku menjadi malam," 12 maka kegelapanpun tidak menggelapkan bagi-Mu, dan malam menjadi terang seperti siang; kegelapan sama seperti terang.
Mazmur 139:7-12

Siapa meninggalkan Siapa?
Ada dua pertanyaan yang perlu dipikirkan untuk mengerti relasi Allah dan umat-Nya:
1) Jika Allah adalah Maha Hadir, mungkinkah Ia akan meninggalkan umat-Nya, karena kesalahan dan keberdosaan manusia yang sudah ditebus oleh Tuhan Yesus?
2) Jika Allah adalah Maha Hadir, mungkinkah umat-Nya meninggalkan-Nya sehingga Allah akan kehilangan umat-Nya?
Sepertinya, jawaban dari kedua pertanyaan ini adalah sama, tidak mungkin!

Jika Allah tidak mungkin meninggalkan umat-Nya yang sudah ditebus dan umat-Nya tidak bisa meninggalkan Allah-nya, mengapa seringkali manusia merasakan Allah meninggalkan dirinya dan juga seringkali merasa meninggalkan Allah-nya?
Untuk pertanyaan yang pertama, sumbernya adalah perasaan yang dibentuk dari pengenalan yang salah akan Allah. Sementara untuk kasus kita meninggalkan Allah, memang berdasarkan kenyataan hidup kita yang berdosa, yang sering lari menjauhkan diri dari-Nya.

Ditinggalkan tapi tidak akan pernah meninggalkan
Yesus Kristus pernah ditinggalkan oleh Allah Bapa, ketika murka Allah harus dibalaskan untuk menghukum keberdosaan umat-Nya. Hanya sekali pernah terjadi, Allah Bapa harus meninggalkan Allah Anak.

Karena penghukuman atas semua dosa umat-Nya sudah dibereskan di atas kayu salib, maka Bapa tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya. Begitu juga dengan Tuhan Yesus, Ia sudah berjanji tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya. Buktinya adalah dengan pemberian Roh Kudus yang sudah memeteraikan umat-Nya, yang menjadi jaminan atas keselamatan kekal dan penyertaan Allah selama-lamanya.
Doa Tuhan Yesus, "Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku?" tidak akan pernah lagi dipakai oleh umat-Nya. Pengalaman Tuhan Yesus di atas kayu salib untuk menebus dosa manusia tidak akan terulang lagi dan diikuti oleh umat-Nya. Umat-nya bisa dianiaya, menderita dan mati di salib, tapi tidak untuk ditinggalkan Allah karena penebusan dosa.

Daud dalam Mazmur 139:8-12 membicarakan tentang penyertaan Allah sampai dalam kematian sekalipun. Jikalau yang paling menakutkan bagi manusia, yaitu kematian, sudah ada jaminan penyertaan Allah, apalagi dengan kehidupan (meskipun ada musibah, masalah, sakit, dll) yang seharusnya bisa dipakai oleh Allah untuk kemuliaan-Nya. Tangan Tuhan akan menuntun umat-Nya, dan tangan kanan-Nya memegang kita.

Mengapa Aku meninggalkan Engkau?
Mengapa kita sering dan suka lari dan menghindar dari Allah? Mengapa Aku meninggalkan Allah?
Alasan utama adalah DOSA. Sekalipun sudah ditebus, umat Allah adalah manusia berdosa yang belum sempurna dalam pikiran, perasaan dan perbuatannya. Dosa membuat kita takut, malu dan ingin menghindar dari Allah. Sayang sekali umat Allah sering tidak mengerti atau lupa, bahwa kita tidak bisa lari dan bersembunyi dari Allah. Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? (Maz 139:7)

Sejak manusia berdosa dan bersembunyi karena takut, Allah justru datang mencari umat-Nya. Ketika berdosa, seharusnya umat Allah bukan lari, bersembunyi dan merasa meninggalkan Allah, tapi umat Allah justru datang kepada Allah untuk mengakui, meminta ampun dan mengalami anugerah penebusan dosa yang diberikan oleh Tuhan Yesus di atas kayu salib terjadi dalam hidupnya.
Daripada menyusahkan diri dengan pelarian, perasaan bersalah, malu dan takut, mengapa tidak membawa segala beban yang tidak perlu kepada Kristus yang sanggup dan sudah menanggung beban itu?!

Jika kita bisa hidup dalam terang dalam Kristus yang membahagiakan, mengapa tetap mempertahankan hidup dalam kegelapan yang menyusahkan?
11 Jika aku berkata: "Biarlah kegelapan saja melingkupi aku, dan terang sekelilingku menjadi malam," 12 maka kegelapanpun tidak menggelapkan bagi-Mu, dan malam menjadi terang seperti siang; kegelapan sama seperti terang. (Maz 139:11-12).
Ada anugerah yang sudah disediakan untuk umat-Nya, anugerah yang seharusnya bisa dinikmati dalam sukacita yang sejati.

Kematian Tuhan Yesus memberikan jaminan bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya dan memberikan pengharapan bahwa umat-Nya tidak perlu dan tidak akan meninggalkan Allah, sebaliknya bisa menikmati terang dalam Kristus. Soli Deo Gloria.

Sunday, April 1, 2007

Were we the reason?

We were the reason
That He gave His life
We were the reason
That He suffered and died
To a world that was lost
He gave all He could give
To show us the reason to live

Apakah betul bahwa hanya kita yang menjadi alasan kematian Kristus? Apakah kita yang menjadi alasan utama dan yang menjadi tujuan penderitaan dan kematian Kristus? Sebegitu pentingkah manusia sehingga Allah harus menjadi manusia, menderita dan mati? Pertanyaan-pertanyaan ini terus terpikirkan setiap kali mendekati minggu sengsara, Jumat Agung dan Paskah.

Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.
Yoh 17:4

Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.
2 Kor 5:15


Dari Yoh 17:1,4, ada jawaban dari pertanyaan2 di atas. Yesus Kristus datang ke dunia, menderita, mati dan bangkit untuk mempermuliakan Bapa. Hal ini yang menjadi alasan utama mengapa Kristus datang dan mati bagi orang-orang pilihan. Kristus mempermuliakan Bapa dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh Bapa untuk dilakukanNya, yaitu menderita, mati dan bangkit untuk menebus dosa-dosa orang pilihan.
Maka kalau hanya kita disebut sebagai alasan kematian Kristus, sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Alasan utamanya adalah kemuliaan Bapa. Semua manusia berdosa, tetapi tidak semua manusia ditebus. Artinya, bukan kita yang menjadi alasan utama.
Apa bedanya kalau kita hanya berpikir bahwa kita yang menjadi alasan dan memikirkan kemuliaan Bapa yang menjadi alasan?
Kalau hanya memikirkan bahwa diri kita yang menjadi alasan kematian Kristus, maka kita mungkin akan merasa sedih dan terharu, karena kita yang berdosa ini dianggap begitu berharga sampai Pencipta mau menderita dan mati bagi kita. Mungkin selanjutnya, akan bertanya apa yang menjadi respon kita. Kemungkinan besar kebanyakan orang hanya akan berhenti sampai di dalam kemuliaan dan keberhargaan diri sendiri.
Tapi, kalau kita melihat bahwa kemuliaan Bapa yang menjadi alasan utama Kristus menderita dan mati bagi kita, maka kita tidak hanya berhenti di dalam melihat betapa berharga dan mulianya diri kita. Melainkan kita akan memuliakan Bapa dan melihat pekerjaan Bapa yang harus diselesaikan. Kita akan menjadi serupa Kristus, meneladani Kristus yang menyelesaikan pekerjaanNya supaya Bapa dipermuliakan di bumi ini. Perbedaan pengertian ini kelihatan sederhana. Tetapi sebenarnya berdampak yang besar kepada orang-orang percaya.
Orang-orang yang hanya melihat Kristus mati baginya, kemungkinan besar hanya akan melihat dirinya sendiri yang menjadi pusat. Meskipun tidak menutup kemungkinan tetap memuliakan Kristus dan ingin hidup berkorban bagi Kristus yang dianggap sudah membuat hidupnya menjadi berharga. Tetapi seringkali mengalami kesulitan ketika berhadapan penderitaan dan permasalahan. Kalau Kristus sudah mati bagi saya, menanggung penderitaan saya, mengapa saya masih menderita dan mengalami kesulitan seperti ini?
Sedangkan orang-orang yang mengerti kemuliaan Bapa yang menjadi pusat dan alasannya, akan melihat bahwa kemuliaan Bapa yang lebih penting dibandingkan dengan penderitaan diri sendiri. Selama Bapa dimuliakan, maka penderitaan bukanlah sesuatu yang terlalu sulit untuk ditanggung. Kristus sudah menderita untuk menyelesaikan pekerjaan Bapa, mengapa kita juga tidak mengalami hal yang sama. Rasul Paulus mengerti akan hal ini, seperti yang dituliskannya di dalam Kol 1:24. Ia bersukacita saat bisa menderita bagi jemaat Kolose untuk menggenapkan penderitaan Kristus di dalam dirinya.
Bagaimana dengan kita, apakah kita melihat penderitaan dan kematian Kristus untuk menyelesaikan pekerjaan Bapa dan memuliakan Bapa? Apakah hidup kitapun adalah hidup untuk menyelesaikan pekerjaan Bapa bagi kita?
Rasul Paulus di dalam 2 Kor 5:15 kemudian menjelaskan arti dari kematian dan kebangkitan Kristus bagi orang-orang yang sudah mati dan bangkit dengan Kristus. Ternyata orang-orang yang ditebus oleh Kristus bukan hanya berhenti di dalam ucapan syukur karena sudah ditebus. Tetapi ada perubahan di dalam kehidupan dari orang-orang yang ditebus. Kalau dulu hanya hidup bagi diri, dosa, benda-benda mati dan kematian itu sendiri, maka sekarang seharusnya kita hidup bagi Kristus. Ada perubahan total di dalam kehidupan orang-orang percaya. Hidup yang bukan lagi berpusat bagi diri sendiri dan hanya untuk diri sendiri. Melainkan hidup yang sepenuhnya bagi Penebus yang sudah menebus kita. Artinya, He is the reason.
Jadi, kita bisa melihat bahwa penderitaan dan kematian Kristus dasarnya adalah kemuliaan Bapa dan tujuannya adalah hidup bagi Dia. Bagaimana dengan manusia? Were we the reason? Ya, kita yang membuat Kristus menderita dan mati, tetapi bukan kita yang menjadi alasan dan tujuan dari semuanya. Kristus harus menderita dan mati menebus kita, demi kemuliaan Bapa yang pekerjaanNya harus diselesaikan. Membuat kita yang sudah ditebus itu hidup bagi Dia, memuliakan Allah dengan menyelesaikan pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan bagi kita.

Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.
Efesus 2:10