Ayat Hari Ini:

Showing posts with label Kasih. Show all posts
Showing posts with label Kasih. Show all posts

Friday, April 11, 2008

Mencintai yang paling dibenci

Kemarin siang habis kotbah dari satu sekolah Kristen, bingung mau pulang naik apa. Taksi yang diminta nunggu, ga mau nunggu. Baru kali ini dapat taksi yang sombong, padahal argonya dihidupin dan pasti saya bayar lebih. Kesal juga.
Memang bisa telpon Blue Bird. Tapi karena lagi telpon, jadinya jalan aja ke jalan besar, kira2 100m. Sampai di jalan besar, ada pilihan untuk naik taksi atau naik ojek (yang mungkin lebih mahal). Siang kemarin panas banget, tapi anehnya saya pilih naik ojek. Sudah lama ga naik ojek. Pas tanya harganya, beda tipis dengan taksi. Tanpa tawar lagi, langsung bayar dan naik ojek.
Sesudah ngobrol2 dengan tukang ojeknya, baru sadar kalau pernah naik ojek yang sama. Tukang ojeknya, bapak yang sederhana, sudah belajar semua agama dan mengaku pluralis. Menurut dia, semua agama itu baik. Dia jelaskan kebaikan Kekristenan seperti apa, Budha, Islam, bahkan kepercayaan2 lain. Siang ini dia mencoba menjelaskan banyak hal tentang hidup yang sukses. Jadi lebih tertarik, karena yang ngomong tukang ojek, yang menurut ukuran dunia tidak sukses.
Tapi yang paling menarik, ketika dia ngomong kalau salah satu rahasianya adalah mencintai yang paling dibenci!!! Jadi ingat Lukas 10:25-37.

25 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"...
29 Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?"...
31...seorang imam..
32..seorang Lewi..
33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan...
36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" 37 Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"
Lukas 10:25-37

Pelajaran mencintai adalah pelajaran yang tidak akan ada habis-habisnya dibicarakan dan dipelajari. Semua orang bisa mencintai. Tapi, bagaimana dengan mencintai orang yang paling dibenci?
Ahli Taurat yang datang kepada Tuhan Yesus merasa dirinya sudah benar dan sudah melakukan setiap yang tertulis dalam Taurat, bahkan juga mungkin sudah melakukan aturan2 yang ada dalam penafsirannya. Maka dengan motivasi ingin membenarkan diri, ia menguji Tuhan Yesus dan ingin membuktikan bahwa ia benar dengan perbuatannya dan tidak membutuhkan Tuhan Yesus untuk keselamatan hidupnya. Ia juga merasa sudah melakukan inti dari Taurat, yaitu mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama. Untuk membuktikan bahwa ia sudah mengasihi sesamanya, kembali bertanya kepada Tuhan Yesus tentang siapa sesamanya. Dalam pikiran ahli Taurat, mungkin sesamanya adalah orang Yahudi, lebih khusus lagi para imam dan orang Lewi.
Diluar dugaan, tokoh sentral dalam perumpamaan tentang siapakah sesamaku manusia, bukanlah imam, orang Lewi, yang mungkin dipikirkan oleh sang ahli Taurat. Tapi, orang Samaria yang begitu dibenci oleh orang Yahudi. Ia yang menunjukkan belas kasihan kepada orang yahudi yang dirampok habis-habisan. Seharusnya jawaban si ahli Taurat terhadap pertanyaan Tuhan Yesus, "Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" Seharusnya dijawab oleh ahli Taurat, "Orang Samaria" Tapi, si ahli Taurat tidak mau menjawabnya. Ia tidak mau mengakui bahwa sesama manusia dari orang Yahudi adalah orang Samaria. Ternyata si ahli Taurat tidak bisa mengasihi orang yang paling dibenci, sekalipun orang itu sudah melakukan kebaikan terhadap orang Yahudi. Bagaimana dengan orang Samaria yang berbuat jahat kepadanya, bisakah ia mengasihinya?
Kitapun sama dengan si ahli Taurat. Seringkali kita merasa sudah sangat baik dalam mengasihi. Sampai kita berhadapan dengan ujian untuk mengasihi orang yang paling kita benci, bisakah kita melakukannya?
Sesungguhnya dalam Kristus kita sanggup melakukannya. Karena kasih seperti itu yang sudah Tuhan tunjukkan kepada kita. Ketika berbicara tentang penebusan, biasanya kita hanya menekankan pada kasih Kristus kepada kita, tapi jarang menekankan kepada kebencian Allah terhadap dosa kita, yang membuat penderitaan Tuhan Yesus harus seberat itu. Ia pasti lebih membenci dosa2 dan kejahatan2 kita dibandingkan dengan kita membenci dosa dan kesalahan orang lain, tapi Ia mau datang ke dunia, menderita, mati, dan bangkit untuk menyelamatkan kita. Sehingga kita yang mati dalam dosa bisa bangkit dan mengasihi dengan kasih dari Tuhan, bahkan mengasihi orang yang paling kita benci. Semoga ditengah dunia yang penuh kebencian dan balas dendam, masih ada orang-orang percaya yang diberi anugerah untuk mengasihi, seperti Kristus yang sudah mengasihi kami yang seharusnya sangat dibenciNya dan tidak layak dikasihiNya.
Terima kasih Tuhan untuk bapak tukang ojek yang sudah Engkau kirim untuk mengingatkan tentang mengasihi. Jadi mengerti kenapa kemarin harus naik ojek.

Wednesday, February 13, 2008

Hari (?) Kasih Sayang

Valentine's Day (hari yang tidak jelas asal-usulnya, karena umumnya penjelasannya dari legenda) biasanya menjadi hari istimewa bagi orang-orang yang saling mencintai, tapi mungkin menjadi hari yang menyebalkan bagi sebagian orang yang tidak memiliki kekasih!?
Bagi yang merayakannya, hari itu menjadi hari yang berbeda. Biasanya yang tidak romantis, tiba-tiba berubah menjadi romantis. Hari selanjutnya berubah lagi seperti biasa. Kalau betul begitu, maka hanya satu hari menjadi sangat mengasihi, sisanya sepanjang tahun mungkin menjadi kurang mengasihi dan bahkan membenci. Bagaimana Alkitab berbicara tentang Kasih? Pasti banyak, karena Alkitab berbicara tentang Allah yang adalah Kasih dan Allah yang begitu mengasihi manusia.
Bagaimana dengan respon manusia yang seharusnya terhadap kasih?

37 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. 38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. 39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Mat 22:37-39

Kasih Allah dan Mengasihi Manusia
Ada hubungan yang sangat erat antara Kasih Allah dan mengasihi manusia. Tanpa Kasih Allah, maka manusia tidak akan pernah mengerti kasih yang sejati. Kasih manusia hanyalah kasih yang egois. Sekalipun manusia ingin berkorban bagi sesama manusia yang lain, biasanya karena ada alasan yang egois dibalik pengorbanan itu. Berbeda dengan kasih Allah yang justru berkorban bagi manusia yang berdosa, membenciNya dan bahkan melawanNya. Kasih yang memberi diriNya sendiri. Kasih Allah menjadi dasar untuk mengasihi manusia, kasih yang sejati.
Sebaliknya, tanpa mengasihi manusia, sulit sekali untuk mengasihi Allah. Jika seseorang betul-betul mengasihi sesama manusia, ia akan mengasihi Allah yang mencipta manusia. Karena ia akan melihat kasih Allah terhadap sesama manusianya. Tapi, karena kasih manusia yang egois maka ia tidak pernah bisa melihat kasih Allah dan tidak bisa mengasihi Allah, karena ia hanya akan menuntut kasih sebaliknya dari sesamanya yang dikasihinya. Padahal jika kita mengasihi sesama manusia, kita akan lebih lagi mengasihi Allah. Mengasihi manusia adalah pembelajaran untuk mengasihi Allah. Semua pembelajaran kasih itu biasanya hanya untuk relasi yang sementara dan akan berakhir, tapi berguna sampai pada kekekalan. Maka, jika seseorang mengasihi sesama manusia tapi tidak mengasihi Allah maka ia gagal melihat esensi dari kasih yang berasal dari Allah dan seharusnya kembali kepadaNya.

Cinta Sejati
Kasih yang sejati berbeda dengan cinta romantis yang ditonjolkan dalam Valentine's Day. Kasih yang sejati adalah kasih yang terus-menerus, bukan hanya di hari tertentu. Seperti kasih Allah kepada manusia yang tidak pernah berubah, sekalipun umat pilihanNya berdosa, Allah tetap mengasihi dengan memberikan hajaran dan didikan.
Selain itu, kasih yang sejati itu bertumbuh. Kasih yang dimiliki oleh manusia biasanya dimulai dengan cinta yang egois, yang kemudian bertumbuh menjadi kasih yang memberi, tanpa syarat dan berkorban, yang mencapai puncaknya ketika serupa dengan Kristus, bisa mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan. Sekarang, kita memang menginginkan semua itu terjadi dan kita sudah memakai keseluruhan hidup dan kekuatan kita untuk mengasihi Tuhan, tapi kita belum sempurna. Butuh proses yang bergantung kepada pengenalan yang semakin mendalam kepada Allah.
Kasih yang sejati adalah kasih yang menjadi dirinya sendiri. Bukan kasih yang pura-pura. Karena orang Kristen disuruh mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Kita tidak perlu berubah menjadi lebih romantis untuk bisa betul-betul mengasihi, kita hanya perlu bertumbuh dan terus-menerus diperbarui Tuhan untuk makin berlimpah dengan cinta kasih yang sejati.
Tanpa Valentine's Day-pun kasih harus tetap ditunjukkan, dan bahkan semakin hari semakin dalam karena relasi dengan Tuhan dan sesama manusia yang semakin dalam. Maka setiap hari adalah hari Kasih Sayang. Hari-hari di mana seorang Kristen belajar dan menyatakan kasihnya kepada Tuhan dan kepada sesama manusia. Hari-hari di mana kasihnya akan semakin bertumbuh dan semakin mendalam.. Hari-hari yang diisi bukan dengan kepura-puraan untuk menjadi orang lain dengan cinta yg romantis di dalam satu hari, tapi hari-hari yang semakin menjadi dirinya sendiri yang terus-menerus diperbarui untuk mempraktekkan cinta kasih yang sejati yang terus bertumbuh.

Semakin seseorang ingin menunjukkan betapa besar cintanya di dalam satu hari, semakin menunjukkan bahwa sebelumnya ia kurang mencintai, sama seperti sesudah hari itu.
Ronald Arthur

Monday, February 11, 2008

Living Life Fruitfully

Hampir setiap manusia menginginkan hidupnya berarti. Bahkan menginginkan (kalau bisa) dirinya bisa menjadi orang yang terkenal. Itu sebabnya kontes2 untuk menjadi populer begitu diminati oleh banyak orang, tanpa menghiraukan kemampuannya, talenta dan panggilannya. Bagamaina dengan pengikut Kristus? Apakah menjadi populer yang menjadi tujuan hidup kita?

Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.
Yoh 15:5

Tinggal dalam Kristus dan Kristus dalam kita
Berbeda dengan Yudas Iskariot yang dipotong dan dibuang, maka murid-murid Kristus seperti ranting2 dari pohon anggur yang terus-menerus bergantung dan percaya kepada Kristus yang adalah pokok anggur. Maka, tinggal dalam Kristus mempunyai arti terus-menerus beriman dan bergantung kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, pemelihara hidup dan tujuan akhir dari hidup ini.
Tinggal dalam Kristus tidak bisa dipisahkan dengan Kristus dalam kita, karena justru karena Kristus dalam kita yang membuat kita bisa tinggal dalam Kristus. Membandingkan dengan Yohanes 15:7, maka Kristus dalam kita sama dengan firman Allah di dalam kita. Artinya, yang memampukan kita bisa terus percaya dan bergantung kepada Tuhan adalah firmanNya yang tinggal dalam kita. Firman yang tinggal dalam kita adalah firman yang kita hidupi dalam kehidupan ini. Bukan hanya sekedar pengetahuan, tapi yang dipraktekkan dalam hidup ini. Percaya dan bergantung terus-menerus kepada Kristus serta menghidupi firmanNya membuat kita berbuah banyak.

Berbuah banyak
Hidup yang berbuah banyak adalah konsekuensi logis dari murid-murid yang mengikuti Kristus. Ini bukan pilihan, tapi suatu kepastian.
Ada banyak penafsiran tentang berbuah banyak. Secara pribadi, saya menyoroti tiga hal saja:
1. Meminta dan mendapatkan.
Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya (Yoh 15:7).
Bukan sembarang permintaan, tetapi meminta kehendak Allah berdasarkan firman Kristus yang tinggal dalam kita. Ada suatu kepastian bahwa kita akan mendapatkan permintaan itu, dan tentu saja akan melakukannya dalam kehidupan kita. Orang Kristen yang berbuah banyak adalah Kristen yang meminta kehendak Allah, mendapatkan dan melakukannya dalam kehidupannya. Sudah berapa banyak kehendak Allah yang kita minta. dapat dan lakukan?
2. Mengasihi
"Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. (Yoh 15:9-10).
Kasih adalah salah satu aspek dari buah Roh. Sudah terlalu banyak yang membahas tentang kasih, tapi kenyataannya sulit sekali untuk mempraktekkan kasih tanpa syarat yang terus bertumbuh dalam hidup ini. Dasar dari kasih Kristen adalah kasih Bapa di dalam Tuhan Yesus yang mengasihi kita. Yesus Kristus sudah menderita, berkorban dan mati bagi kita (Yoh 15:13). Hal ini adalah bukti dari cinta kasihNya kepada kita. Apa bukti dari kita mengasih Allah? Tuhan Yesus menginginkan kita sebagai murid-muridNya untuk saling mengasihi, seperti kasihNya kepada kita (Yoh 15:12). Hidup Kristen yang berbuah banyak, justru ditunjukkan dengan mengasihi Allah dan saling mengasihi yang didasarkan atas kasih Kristus yang berkorban bagi umatNya.
3. Bersukacita
Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. (Yoh 15:11).
Sukacita sering kali disalah-artikan dengan tertawa. Padahal tidak semua tawa adalah sukacita, dan bahkan hanya sedikit tawa yang betul-betul sukacita. Sukacita yang berasal dari Kristus adalah sukacita yang kekal, yang tidak bergantung oleh keadaan. Justru menjadi suatu tantangan bagi seorang Kristen untuk menyatakan sukacitanya di dalam segala keadaan. Sukacita kekal ini didapatkan karena penebusan atas dosa-dosa kita, yang membuat kita sudah dibebaskan dari hukuman kekal. Keadaan apapun tidak akan mengubah status kita sebagai orang yang sudah diselamatkan. Sukacita ini membuat kita bisa melakukan banyak hal di dalam segala keadaan sebagai respon untuk menyatakan kemuliaan Allah. Hidup yang berbuah banyak adalah hidup bersukacita dalam segala keadaan dan bisa memanfaatkan setiap keadaan untuk memuliakan Allah.

Thursday, May 24, 2007

I Couldn't Ask for More

I Couldn't Ask for More adalah lagu dari Edwin McCain. Saya tertarik dengan lagu ini. Lagu ini sebenarnya adalah lagu cinta, yang kalau diterapkan di seluruh aspek hidup (bukan hanya karena bertemu dengan sang kekasih) akan menggambarkan bagaimana seharusnya respon kita kepada Tuhan dilihat dari sisi tanggung jawab manusia.
Tentu saja ada bagian2 lirik lagu yang perlu diubah untuk menggambarkan keutuhan keindahan dan kebenaran yang sejati.

I Couldn't Ask for More
Edwin McCain

Lying here with you, listening to the rain.
Smiling just to see a smile upon your face.
And these are the moments I'll remember all my life.
I found all I've waited for and I could not ask for more.
Looking in your eyes, seeing all I need.
Girl, I think you are it's everything to me.
These are the moments I know heaven must exist.
These are the moments I know all I need is this.
I have all I've waited for and I could not ask for more.

[Reff:]
I could not ask for more than this time together.
I couldn't ask for more that this time with you.
Every breath has been answered. Every dream that has come through.
Yeah, right here in this moment, it's that we're all meant to be.
(Oh) here with you, here with me.

And these are the moments I thank God that I'm alive.
And these are the moments I'll remember all my life.
I've got all I've waited for and I could not ask for more.

[Repeat Reff]

I could not ask for more than the love you gave me
cos it's all I've waited for.
And I could not ask for more.


Yang membuat saya tertarik dengan lagu ini, karena ada kaitannya antara keindahan cinta dengan adanya surga dan ucapan syukur kepada Tuhan. Dan bahkan bisa bersyukur karena kehidupan. Lebih baik lagi kalau lagu ini dinyanyikan oleh sepasang kekasih yang merayakan ulang tahun perkawinan ke-50.

Seandainya dalam seluruh aspek hidup kita kita bisa melihat Tuhan yang menyertai dan tdak pernah meninggalkan orang-orang pilihanNya, maka kita pasti akan mengatakan Lord, I Couldn't Ask for More. Dan kita akan berusaha lagi untuk memuji dan memuliakan Tuhan dengan segala berkat dan anugerah yang sudah diberikanNya kepada kita.

Thursday, April 12, 2007

Lagi dalami apa?

Kemarin pergi ke rumah duka. Orangtua dari seorang teman penginjil meninggal dunia. Siangnya ketemu dengan mantan dosen, sekaligus dekan di seminary dulu. Kemudian sang dosen berbicara dengan teman yang lagi berduka. Sesudah basa-basi, tanya mengapa meninggal, sang teman tidak melewatkan kesempatan untuk diskusi teologi dan filsafat. Memang agak lain hidup dari seorang penginjil yang suka belajar. Padahal dua bulan sebelumnya papanya meninggal, kemudian mamanya meninggal. Di tengah kedukaan, dia tidak melewatkan kesempatan untuk belajar dari sang dosen yang memang paling banyak mempengaruhi pemikirannya di awal-awal belajar teologi dan filsafat. Kami duduk berempat di dalam satu lingkaran, dan sang penginjil dan dosen asyik ngobrol tentang beberapa hal dan beberapa nama tokoh2 terkenal disebutkan, sambil sang dosen share bagaimana dia mendalaminya. Sampai kemudian tiba-tiba sang dosen berpaling ke saya dan bertanya, "Ronald, lagi dalami apa?" Saya dengan gampangnya menjawab, "saya yang cetek2 aja yg bisa aplikatif." Ditanggapi sama sang dosen,"Seringkali orang yang sudah berpikir dalam sulit untuk aplikasi!" Saya kemudian mengatakan kepada sang dosen bahwa sedalam apapun yang saya dalami sepertinya tetap cetek dibandingkan dengan kedalaman sang dosen. Dia ketawa dan mungkin melupakan percakapan kita, tapi saya masih terus memikirkannya.

18 Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, 19 dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah.
Efesus 3:18-19

Ayat ini adalah harapan Rasul Paulus bagi jemaat Efesus bersama-sama dengan semua orang kudus untuk sanggup memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya, serta mengenal yang melampaui segala pengetahuan dan hikmat yaitu Kasih Allah. Paulus berharap kita bisa dipenuhi dengan segala kepenuhan Allah. Maka, meskipun sudah berkali-kali berbicara tentang Kasih Allah, sepertinya masih terlalu jauh dan terlalu cetek untuk bisa melihat kedalamannya. Keinginan sekarang ini masih ingin lebih memahami dan mendalami tentang Kasih Allah di dalam seluruh kepenuhan Allah. Seperti apa itu? Sulit dilukiskan dan dijelaskan, tapi bisa dialami dan dirasakan oleh orang-orang percaya. Saat diselamatkan, dalam kehidupan sehari-hari, di dalam melihat jalan-jalan Tuhan. Sesungguhnya kita bisa merasakan dan mengalami betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Allah.
Jadi ingat satu lagu yang berbicara tentang kasih Allah. Ditulis oleh Fred­er­ick M. Leh­man pada tahun 1917.

The love of God is greater far
Than tongue or pen can ever tell;
It goes beyond the highest star,
And reaches to the lowest hell;
The guilty pair, bowed down with care,
God gave His Son to win;
His erring child He reconciled,
And pardoned from his sin.

Refrain
O love of God, how rich and pure!
How measureless and strong!
It shall forevermore endure
The saints’ and angels’ song.

When years of time shall pass away,
And earthly thrones and kingdoms fall,
When men, who here refuse to pray,
On rocks and hills and mountains call,
God’s love so sure, shall still endure,
All measureless and strong;
Redeeming grace to Adam’s race—
The saints’ and angels’ song.

Could we with ink the ocean fill,
And were the skies of parchment made,
Were every stalk on earth a quill,
And every man a scribe by trade,
To write the love of God above,
Would drain the ocean dry.
Nor could the scroll contain the whole,
Though stretched from sky to sky.


Mau denger, nyanyi atau download mp3 lagu ini? KLIK DI SINI

Banyak orang sudah bicara tentang kasih Allah, tapi kasih Allah tidak pernah habis-habisnya dibicarakan, bahkan semakin dibicarakan, semakin dirasakan bahwa semakin perlu dibicarakan kembali. Bahkan cerita tentang kasih Allah yang sederhana bisa mengubah orang-orang yang merasa dirinya sudah besar.
Dwight L. Moody menyelesaikan kebaktian kebangunan rohaninya di Birmingham, England. Waktu orang-orang mengucapkan selamat jalan kepada Moody yang akan kembali ke Amerika, seorang muda dalam jemaat itu ikut memberi ucapan selamat jalan kepada Dwight L. Moody, dan nama anak muda itu adalah Harry Morehouse.
Ia berkata kepada D. L. Moody, “Saya akan datang ke Amerika. Dan ketika saya sampai di sana, saya akan berkhotbah untuk Anda.” Pada umumnya tidak ada orang yang menyodorkan diri sendiri untuk berkhotbah. Biasanya seseorang berkhotbah oleh karena ada yang mengundangnya. Lalu Moody menjawab dengan bijaksana, “Yah, ketika Anda tiba di Amerika, hubungi kami. Kami akan menerima Anda dengan senang hati.”
Kira-kira enam bulan kemudian, ketika D.L. Moody ada di Chicago, ia menerima telepon dari Harry Morehouse yang ada di New York. Harry berkata kepada Moody, “Saya telah tiba di Amerika. Saya ada di New York. Saya ingin berada di Chicago pada hari Rabu dan saya ingin berkhotbah untuk Anda Rabu malam.”
Ketiba Rabu tiba, Moody harus pergi keluar kota, namun ia telah meninggalkan pesan, “Ada anak muda yang akan datang kemari yang bernama Harry Morehouse. Ia berasal dari Birmingham, England. Berilah kesempatan kepadanya untuk berbicara beberapa patah kata saja.”
Apa yang terjadi kemudian? Harry berkhotbah dari Yohanes 3:16. Dan di bagian akhir kebaktian Ia menantang orang-orang untuk percaya kepada Kristus, dan kira-kira ada sepuluh orang diselamatkan. Kemudian para diaken berkata kepada anak muda itu, “Besok malam atau Kamis malam kami ada kebaktian, dan Anda yang akan menyampaikan Firman Tuhan lagi.” Kamis malam anak muda itu kembali menyampaikan Firman Tuhan dari teks yang sama. Dan kira-kira ada lima belas orang diselamatkan. Mereka berkata lagi, “Jum’at malam kami ada kebaktian lagi. Dan Anda yang akan menyampaikan Firman Tuhan kembali.” Anak muda itu menyampaikan Firman Tuhan dari teks yang sama: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini.” Kira-kira ada dua puluh orang diselamatkan.
Selesai kebaktian mereka berkata, “Sabtu malam, kami juga ada kebaktian lagi, dan kami minta Anda menyampaikan Firman Tuhan kembali.” Sabtu itu, D.L. Moody kembali ke Chicago. Dan istrinya berkata kepadanya, “Sayang, kita sedang berada di tengah kebangunan rohani yang luar biasa, kebangunan rohani yang ajaib. Banyak orang berubah dan bertobat.” Dan istinya melanjutkan, “Ketika kamu menghadiri kebaktian itu, pasti kami akan bertobat.” Moody menentangnya, dan berkata, “Saya telah berkhotbah lebih dari dua puluh tahun. Dan kamu katakan saya akan bertobat?”
“Ya,” kata isterinya. “Kamu akan melihatnya sendiri.”
Ketika ia datang dalam kebaktian Sabtu malam itu, ia duduk paling depan. Ia duduk di sana dengan sikap meremehkan anak muda itu. Namun ketika anak muda itu menyampaikan khotbahnya, kira-kira ada tiga puluh orang yang bertobat. Anak muda itu secara terus menerus berkhotbah dari ayat yang sama setiap malam di gereja itu selama enam minggu berturut-turut dan kebangunan rohani terjadi.
Ketika pelayanan itu berakhir, Moody berkata, “Istriku benar. Saya telah diubahkannya.” Ia berkata, “Selama ini saya berkhotbah dari sisi Sinai. Berkhotbah tentang Neraka, penghukuman dan api dan kilat dan guntur. Namun,” katanya, “Saya telah berubah. Saya telah bertobat. Saya mulai sekarang akan mengkhotbahkan sisi yang lain, yaitu tentang kasih Allah, dan darah Yesus serta pencurahan kasih Roh Kudus.”

Saya tidak ingin mengikuti Moody, bagi saya dua sisi: keadilan dan kasih Allah harus dikotbahkan. Tetapi harus diakui bahwa keadilan tidak sebanding dengan kasih Allah. Memang kasih Allah lebih bisa dimengerti dengan melihat kepada keadilan Allah. Tanpa keadilan Allah, kasih akan terlihat sebagai kasih murahan. Meskipun demikian, kasih Allah masih terlu dalam dan terlalu ajaib. Banyak orang yang sudah membicarakannya, tapi apa artinya bagi saya secara pribadi? Seberapa dalam pengenalan saya terhadap kasih Allah?
Suatu hari kalau bertemu lagi dengan sang dosen dan kalau pertanyaannya lagi dalami apa? Dengan mantap akan saya jawab, "Kasih Allah"

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.

Thursday, March 1, 2007

Have I Told You Lately that I Love You?

Lagi lihat kembali tulisannya Bernard of Clairvaux (1090-1153), salah seorang tokoh Medieval. Meskipun penekanannya pada 'Virgin Mary' (lihat di sini) tidak bisa saya setujui, tapi tulisannya tentang 'mengasihi Allah' dalam ON LOVING GOD (baca, dengar, download gratis) sangat menarik untuk dibahas. Bernard membagi dalam Empat tahap mengasihi Allah (Saya sering pake juga untuk menggambarkan dalam mengasihi manusia). Tulisan Bernard ini sangat baik untuk mengevaluasi, apakah kita benar-benar mengasihi Allah dan manusia.

37 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. 38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. 39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Mat 22:37-39

Bernard menulis keempat tahap ini dalam 3 bab, dari bab 8 sampai bab 10. Saya sedikit mengutip dan menanggapinya.
1. Of the first degree of love: wherein man loves God for self’s sake(Ch. VIII)
"In such wise man, animal and carnal by nature, and loving only himself, begins to love God by reason of that very self-love; since he learns that in God he can accomplish all things that are good, and that without God he can do nothing."
Manusia biasanya mulai mengasihi Allah karena mengasihi dirinya sendiri. Membutuhkan sesuatu dari Tuhan, makanya datang kepada Allah dan mengasihiNya. Anehnya, Allah juga sering memberikan apa yang kita butuhkan dan kita minta. Menurut saya, kebanyakan orang-orang yang sedang berada dalam kesulitan dan membutuhkan Tuhan biasanya memiliki kasih seperti ini. Banyak orang rajin untuk berdoa dan mengatakan mengasihi Allah, padahal sebenarnya hanya mengasihi berkat2 Allah dan butuh itu saja. Ujung-ujungnya sebenarnya mengasihi diri sendiri. Bisa dilihat pada banyak contoh orang yang datang ke Persekutuan Doa. Begitu lagi banyak masalah dan butuh sesuatu, rajin ikut PD dan PA, bahkan kalu bisa acara apapun ikut. Tetapi, begitu sudah dapat jawaban (baik iya maupun tidak jawabannya), maka semangatpun mulai luntur dan lama-kelamaan jarang muncul di PA dan PD. Maaf, ini bukan nuduh semua begitu. Hanya analisa doang dan melihat kenyataan..Bagaimana kalau hidup ini terus-menerus jauh dari berkat-berkat Tuhan yang terus kita inginkan dan kita minta? Masihkah kita mengasihi Allah?

2. The second degree of love: because we have tasted and seen how gracious the Lord is (Ch. IX)
Tahap kedua ini adalah tahap peralihan dari tahap pertama ke tahap ketiga. Itu sebabnya Bernard menulisnya dalam satu bab. Biasanya ini dialami oleh orang-orang yang sudah mengalami betapa baiknya Tuhan. Dasar mengasihi Allah, karena kebaikan-kebaikan dan berkat-berkat yang tiada habis-habisnya. Selalu baru setiap pagi. Great is Thy Faithfulness..Tapi, kasih seperti inipun ada nuansa egois. Bagaimana kalau kita tidak bisa melihat berkat-berkat dan kebaikan Tuhan dalam hidup ini? Tuhan sih akan tetap baik dan terus memberikan berkat, tapi ga tentu kita bisa melihat seperti Tuhan melihatnya. Misalnya, suatu saat kita akan berhadapan dengan hidup yang sulit, penuh dengan masalah, relasi dengan orang2 yang kita kasihi, keluarga, teman, rekan kerja; mengalami bencana alam; kehilangan orang-orang yang kita kasihi; mengalami penyakit yang membuat kita tak berdaya; kehilangan anggota tubuh kita; disiksa dan dianiaya...., dll.. (silahkan isi dan bayangin sendiri). Masihkah kita akan tetap berkata, "Aku mengasihi Engkau, Allahku yang Baik!"
Kalau kita tetap bisa mengasihi Allah, maka kita masuk ke tahap ketiga.

3. The third degree of love is to love God on His own account, solely because He is God. (Ch. IX)
"...Such love is thankworthy, since it is spontaneous; pure, since it is shown not in word nor tongue, but in deed and truth... Whosoever praises God for His essential goodness, and not merely because of the benefits He has bestowed, does really love God for God’s sake, and not selfishly..."
Tahap ketiga ini baru masuk ke dalam tahap kasih yang murni. Kasih yang bukan lagi berpusat pada diri sendiri, tapi berpusat kepada Allah. Kasih yang bukan berpusat pada pengalaman-pengalaman kita yang penafsirannya suka salah, tapi kasih yang berpusat pada kebenaran Firman yang memimpin dan menerangi pengalaman-pengalaman kita. Kasih ini melihat kepada pribadi dan keberadaan Allah dalam firmanNya. Kasih seperti ini tidak dipengaruhi oleh keadaan yang terus-menerus berubah, tapi berdasarkan kepada iman kepada Allah yang tidak berubah seperti yang ada dalam firmanNya yang kekal.
Kalau sudah berada di dalam tahap ini, masih adakah tahap yang lebih tinggi?

4. Of the fourth degree of love: wherein man does not even love self save for God's sake (Ch. X)
"...How blessed is he who reaches the fourth degree of love, wherein one loves himself only in God!...And real happiness will come, not in gratifying our desires or in gaining transient pleasures, but in accomplishing God’s will for us...To reach this state is to become godlike. As a drop of water poured into wine loses itself, and takes the color and savor of wine; or as a bar of iron, heated red-hot, becomes like fire itself, forgetting its own nature; or as the air, radiant with sun-beams, seems not so much to be illuminated as to be light itself; so in the saints all human affections melt away by some unspeakable transmutation into the will of God..."
Kasih seperti ini ditunjukkan oleh Tuhan Yesus Kristus. Kasih yang sepertinya tidak mungkin dilakukan oleh manusia, tapi mungkin dengan anugerah Kristus bagi para pengikutNya. Kasih yang bahkan rela berkorban demi untuk mengasihi Allah. Kasih yang betul-betul merindukan kehendak Allah digenapi setiap saat. Kasih yang bukan mengeluarkan kalimat klise "bukan kehendakku tapi kehendakMu yang jadi", yang dikutip oleh orang2 yang tidak tahu kehendak Allah dan kebanyakan sebenarnya tidak mau tahu kehendak Allah, tapi memakai kalimat itu hanya untuk menunjukkan bahwa dia tidak memaksa Allah. Kasih kepada Allah seperti ini, kebanyakan akan dianggap bodoh, aneh dan sulit dimengerti, tapi juga dikagumi. Kasih ini bukan datang dengan tiba-tiba, tapi kasih yang bertumbuh karena pengenalan yang benar terhadap Allah dan kasih yang dianugerahkan dan dipelajari dari Kristus..

Setiap kali, saya baca lagi dan melihat tulisan Bernard ini, membuat saya selalu bertanya, "When will I really love YOU, GOD?". Karena kenyataan dalam hidup ini, meskipun tahu Allah yang harus menjadi pusat, seringkali dalam hidup sehari-hari menjadi berbeda.
Kalau sekali lagi saya mengatakan saya mengasihi Allah, kasih di dalam tahap yang mana yang saya maksudkan? Sebelum saya mati dan bertemu dengan Tuhan, akankah saya mengatakan, 'Have I told You lately that I LOVE YOU'? On which degree of love, my love to God?
What about you, my friend?


Have I told YOU lately that I love YOU
Have I told YOU there's no one else above YOU
Fill my heart with gladness
Take away all my sadness
Ease my troubles that's what YOU do

Wednesday, February 14, 2007

How DEEP is your LOVE?

Love... love... and love.. What's the important of love? Should we always talk, sing, think and dream about love? But, love is God's gift.. So, just enjoy it. The question is, do we really know the deep of God's love and how deep our love to God and to others? Do we really know the true meaning of love? How deep is your love? I must quote one of Bee Gees song, How Deep is your love..

I know your eyes in the morning sun
I feel you touch me in the pouring rain
And the moment that you wander far from me
I wanna feel you in my arms again

And you come to me on a summer breeze
Keep me warm in your love and then softly leave
And it's me you need to show ....

How deep is your love
I really mean to learn
'Cause we're living in a world of fools
Breaking us down
When they all should let us be
We belong to you and me

I believe in you
You know the door to my very soul
You're the light in my deepest darkest hour
You're my savior when I fall
And you may not think
I care for you
When you know down inside
That I really do
And it's me you need to show ....
How deep is your love


Sebagian lagu ini harusnya adalah pemujaan bagi Allah, pernyataan betapa dalamnya dan berharganya cinta Allah kepada kita. Sebagian kalimatnya memang tidak tepat, kalau ditujukan kepada Allah. Yang menjadi pertanyaan, jika Allah menyatakan cintaNya yang begitu lebar, panjang dan dalam, mampukah kita memahaminya?

Menurut saya, siapapun tidak akan mampu memahami kasih Allah, kalau hanya mengandalkan segala pengalaman dan cerita dalam sejarah dunia ini. Banyak orang sudah membaca buku2 yang berbicara tentang cinta kasih yang begitu mengharukan, menguras air mata, membuat kita terkagum-kagum dan mengubah hidup banyak orang yang membacanya, tapi itu belum menggambarkan keseluruhan kasih Allah. Kita juga mungkin sudah melihat kisah-kisah cinta yang begitu hebat dan mengharukan dari orang-orang Kristen, akibat perubahan yang Tuhan lakukan dalam hidup orang-orang Kristen. Tapi itupun, tidak sanggup menyatakan betapa dalamnya kasih Allah. Anehnya, orang-orang lebih tertarik melihat dan membaca kisah-kisah itu dibandingkan dengan kasih Allah yang begitu dalam, ajaib dan dahsyat yang diceritakan dalam Alkitab.

Alkitab berbicara dengan cara yang berbeda. Cinta Tuhan kepada manusia adalah cinta yang menyediakan segala sesuatu sampai ke pada masa depan yang sejati, yaitu kekekalan. Cinta yang kekal, cinta yang tidak dapat dipisahkan oleh apapun. Cinta ini dimulai dari pemilihan dalam kekekalan. Sesudah itu dalam penciptaan dengan menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk kenikmatan dan kebaikan. Tetapi juga cinta yang menguji manusia untuk mengajarkan kesetiaan. Cinta yang terus-menerus menerima manusia yang jatuh dalam dosa dan berzinah meninggalkan Allahnya dan terus-menerus berlari menjauhi Allah, kecuali waktu membutuhkan sesuatu dan tidak berdaya, maka manusia berteriak dan meminta pertolongan Allah. Anehnya, Allah tetap memberikan pertolongan, meskipun Allahpun menyatakan murkanya kepada umat pilihanNya, dengan memberikan kutuk dan penghakiman yang dibalik semuanya adalah cinta yang ingin mendidik dan mengubah umat pilihanNya. Dan puncaknya, Bapa mengirimkan AnakNya yang Tunggal, Tuhan kita, Yesus Kristus untuk mengajarkan cinta yang berkorban untuk umat pilihanNya yang selayaknya dimurkai. Dan cinta yang diajarkan di atas kayu salib, adalah cinta yang tidak bisa dilepaskan dari murka dan keadilan Allah.

Ketidak mengertian akan kasih dan murka Allah, membuat banyak permasalahan yang terjadi dalam hubungan manusia dengan Allah dan dengan sesama.
Kalau Allah benar-benar mencintai umatNya, mengapa harus ada penderitaan, masalah, bencana dan segala macam penyakit? Apakah kalau Allah mencintai kita, maka Ia tidak boleh menghukum akan dosa-dosa kita, yang sudah tidak bergantung lagi kepada Dia, meskipun kelihatan kita beragama dan beribadah? Apakah bencana dan segala kesulitan membuat kita tidak bisa merasakan kasih Allah dan tidak bisa mengasihiNya? Kalau begitu, kita lebih mengasihi Allah ataukah kita lebih mengasihi pemberianNya? Waktu kita dapat segala kelimpahan pemberianNya, kita melupakan Pemberinya. Kalaupun tetap mengingatNya, kita tetap menghargai pemberianNya lebih besar dari pemberiNya. Itu sebabnya kita lebih menghargai orang kaya daripada orang miskin yang betul2 mengasihi Allah; orang pintar dibandingkan orang sederhana yang mengashi Allah. Padahal akibat kekayaan, kesomobongan, jabatan dan kepintaran mereka yang membuat Allah harus menghukum dunia ini, dan kita yang berada di sekitar mereka ikut merasakan dan bahkan yang menjadi korban.

Begitu juga dengan relasi dengan sesama manusia. Kita sangat menghargai orang-orang yang baik, mau memamahi dan menerima kita apa adanya. Kalau ada orang yang mengkritik kita dengan tajam, menyatakan kesalahan, dan bahkan menjelek-jelekan kita, maka kita sulit untuk menerima orang seperti itu. Kita merasa orang itu tanpa cinta kasih. Begitu juga kalau orang yang kita kasihi dan mengasihi kita menjadi berubah, suka mengkritik karena semakin bisa melihat kelemahan2 kita, maka kita akan menganggapnya berubah menjadi orang yang tidak mengasihi kita lagi, dan menjadi orang yang membenci kita. Meskipun sebagian memang betul-betul membenci. 'Benci' yang benar adalah bagian dari cinta yang sejati. Tetapi, kita sulit untuk menerima benci, karena lebih banyak benci dicemari oleh dosa. Padahal benci harusnya benar-benar cinta.

Cinta di antara sesama manusia, biasanya hanya berada di ujung dari paradoks kasih yang berkorban ataupun kasih dengan didikan. Sebagian melihat kasih sebagai pengorbanan yang terus-menerus tanpa batas, selama masih bisa mengasihi. Sebagian lagi melihatnya sebagai kasih yang terus-menerus mendidik. Kasih yang Tuhan Yesus ajarkan kepada kita adalah kasih yang penuh didikan dan murka, tetapi juga kasih yang berkorban.

Tapi yang lebih aneh lagi, sekalipun Tuhan Yesus sudah sudah berkorban bagi kita, Dia tidak pernah memaksa kita untuk melayaniNya.. Kasihnya bukan yang menuntut dan memaksa kita untuk membalasnya, karena memang kita tidak bisa membalas semuanya. Tetapi, Ia membawa kita untuk melihat segala kelimpahan cinta kasihNya yang kekal dan begitu mulia. Dan membawa kita bisa menikmati semuanya.

Apakah kasih seperti ini yang kita berikan kepada banyak orang? Kita tidak akan sanggup, kecuali anugerah dan kasih Tuhan yang bekerja di dalam kita.

Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan.
Efesus 3:18-19a