Ayat Hari Ini:

Showing posts with label Kejadian. Show all posts
Showing posts with label Kejadian. Show all posts

Tuesday, February 16, 2010

Nuh (5): Kristus dan Nuh

Ketika mempelajari tokoh-tokoh Perjanjian Lama, sebagian besar orang yang mempelajari hanya terkagum-kagum dengan tokoh-tokoh yang dianggap luar biasa. Padahal mereka hanyalah manusia biasa, sekalipun mereka adalah nabi-nabi dengan berbagai macam karunia yang luar biasa dari Tuhan.
Tokoh-tokoh dalam Perjanjian Lama ini sebenarnya sedang menyatakan dan menggambarkan tentang Yesus Kristus. Bagaimana dengan Nuh? Bisakah kita melihat Yesus Kristus dan karya-Nya melalui Nuh?

Air Bah dan Baptisan

20 yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu. 21 Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus,
1 Petrus 3:20-21

Rasul Petrus ketika membicarakan tentang Yesus Kristus yang menderita, mati dan bangkit, menghubungkannya dengan peristiwa air bah di zaman Nuh, sekaligus berbicara tentang baptisan dan keselamatan. Apa hubungannya?
1. Nuh dan keluarganya selamat dari kematian melalui air bah; sementara orang percaya diselamatkan melalui kematian dan kebangkitan Kristus, yang kiasannya adalah baptisan. Sama-sama masuk dalam air, tetapi tidak mati; justru mendapatkan kehidupan. Bedanya, Nuh dan keluarganya hanya mendapatkan keselamatan sementara; sementara orang percaya di dalam Kristus mendapatkan keselamatan kekal.
2. Air bah memberikan hidup baru kepada Nuh dan keluarganya. Orang-orang yang berdosa mati dalam keberdosaannya. Sementara di dalam Kristus, mendapatkan hidup yang baru dan bebas dari dosa, sekalipun bumi dan orang-orang yang berada di bumi tetap berdosa.

Ketaatan Satu Orang
9 Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah.
Kejadan 6:9

19 Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.
Roma 5:19

Nuh juga memiliki kesamaan dengan Yesus Kristus dalam hal ketaatan. Ketaatan Nuh di dalam kasih karunia Allah membuat keluarganya ikut diselamatkan dan tidak mati bersama-sama orang2 berdosa lainnya dalam air bah. Hanya Nuh yang disebutkan sebagai orang benar, isteri dan anak-anaknya tidak disebutkan seperti Nuh. Karena Nuh, keluarganya ikut mendapatkan kasih karunia dari Allah.

Ketaatan Nuh melambangkan ketaatan Kristus. Karena ketaatan Yesus Kristus, semua umat-Nya diselamatkan dari kematian kekal dan menjadi orang benar (Roma 5:19). Tidak ada manusia yang bisa taat kepada Allah, itu sebabnya kita dibenarkan bukan karena kita taat, tetapi karena Kristus yang taat.

Perbedaan antara ketaatan Nuh dan ketaatan Kristus:
1. Ketaatan Nuh hanya membawa kepada keselamatan yang sementara di bumi ini. Tapi, ketaatan Yesus Kristus membawa kepada hidup yang kekal.
2. Ketaaatan Nuh tidak membuat keluarganya menjadi orang benar, karena anak Nuh berdosa. Ketaatan Kristus membuat umat-Nya menjadi orang benar.

Memuji Kristus melalui Nuh
Dari kehidupan Nuh kita bisa melihat bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Nuh hanyalah seorang manusia yang dapat anugerah Allah dengan kehidupan yang luar biasa. Memang banyak hal yang bisa dipelajari dari Nuh, tapi kita juga harus bisa melihat keterbatasan dan keberdosaan Nuh.

Hanya Yesus Kristus yang sempurna dalam segala hal dan juga tidak berdosa. Yang tidak bisa sempurna pada Nuh, disempurnakan dalam Yesus Kristus. Yang terbatas dan sementara, di dalam Kristus menjadi tidak terbatas dan kekal.
Maka, mari kita memuji Yesus Kristus ketika melihat anugerah Tuhan dalam kehidupan Nuh.

Thursday, January 21, 2010

Nuh (4): Ini Baru Tahun Baru

Terlalu banyak orang yang berharap ada peruntungan ataupun perubahan nasib di dalam tahun yang baru. Karena tahun baru selalu diidentikkan dengan kesempatan baru dan tentu saja ada kemungkinan peruntungan yang baru. Tapi, biasanya harapan hanya tinggal harapan. Karena tahun yang baru tidak membuat bumi menjadi baru dan segala sesuatu menjadi baru. Yang ada hanyalah semangat menggebu-gebu yang kemudian dengan berjalannya hari dan kesulitan yang dihadapi akan membuat semangat itu luntur dan menjadi dingin. Betulkah tahun baru memang bisa memberikan harapan baru?

13 Dalam tahun keenam ratus satu, dalam bulan pertama, pada tanggal satu bulan itu, sudahlah kering air itu dari atas bumi; kemudian Nuh membuka tutup bahtera itu dan melihat-lihat; ternyatalah muka bumi sudah mulai kering.
18 Lalu keluarlah Nuh bersama-sama dengan anak-anaknya dan isterinya dan isteri anak-anaknya.
Kejadian 8:13,18


Tahun Baru di Bahtera
Hanya Nuh dan keluarganya yang pernah mengalami tahun baru dimana semuanya baru. Sesudah hampir satu tahun melihat air bah yang menggenangi bumi, maka di tahun baru (bulan pertama, tanggal satu bulan itu - Kej 8:13) Nuh mendapatkan kesempatan untuk melihat sesuatu yang baru di tahun yang baru. Air bah yang menggenangi seluruh bumi sudah kering.

Beda dengan manusia yang hidup di zaman sekarang. Setiap kali orang merayakan tahun baru, sebenarnya tidak ada yang baru. Yang ada, hanyalah bumi yang lama dengan orang-orang yang lama, tidak ada perubahan sedikitpun, kecuali sedikit manipulasi di sana-sini biar terasa ada suasana dan perasaan baru.

Apa yang dialami oleh Nuh pada waktu itu jauh sekali berbeda dengan pengalaman memasuki tahun baru sekarang ini. Ada harapan baru dan banyak hal yang baru yang disediakan Tuhan bagi Nuh dan keluarganya. Apa saja yang baru yang didapatkan oleh Nuh?

Apanya yang Baru?
Tentu saja yang dirubah pertama kali oleh Tuhan adalah bumi. Dengan air bah, Tuhan sudah membinasakan manusia, tumbuh2an dan binatang2 yang ada. Bumi sih tetap bumi yang sama, tapi sudah ada perubahan dan perombakan sekaligus pembersihan yang dilakukan oleh Tuhan.
Bumi yang baru itu tidak berisi lagi manusia2 yang jahat dengan segala kejahatannya. Nuh dan keluarganya mendapatkan kesempatan untuk memulai hidup yang baru, tanpa ada manusia yang lain lagi. Ini benar2 baru di tahun yang baru.

Nuh mendapatkan perjanjian yang baru dengan Tuhan (Kej 9). Sekalipun mirip dengan perjanjian Tuhan dengan Adam, tapi ada pembaruan dan jaminan yang baru kepada Nuh. Hidup yang baru dan kesempatan yang baru, kalau tidak ada jaminan dan ikatan perjanjian dengan Tuhan, apa gunanya?

Nuh juga mendapat pekerjaan baru, dengan menjadi orang pertama yang membuat kebun anggur (Kej 9:20). Lengkap sudah yang dimiliki oleh Nuh. Selain mendapatkan kesempatan untuk hidup baru tanpa manusia-manusia yang jahat, Nuh mendapatkan jaminan dan perjanjian dengan Tuhan, ditambah dengan Nuh dapat pekerjaan baru.
Pasti Nuh akan sangat bersyukur dengan segalah berkat, kesempatan dan semua yang baru yang Tuhan sediakan baginya. Bagaimana Nuh memakai semua kesempatan dan berkat yang baru itu?

Akibat dari pemberian yang Baru!?
Kejadian 9:18-27 menceritakan kegagalan Nuh karena mabuk berkat. Nuh mabuk oleh anggur hasil kebunnya dan telanjang. Karena perbuatan Nuh ini membuat Ham anaknya berdosa dan dikutuk oleh Nuh. Ternyata tahun yang baru dengan kesempatan, berkat dan pekerjaan yang baru tidak membuat hidup Nuh pasti menjadi jauh lebih baik.

Berkat2 yang baru dan berkelimpahan justru membuat manusia sering lupa diri karena mabuk berkat. Tanpa pembaharuan dalam diri kita manusia, maka percuma dengan adanya tahun baru, kesempatan baru dan berkat-berkat yang baru, karena hanya akan dipakai dengan cara-cara lama, kejahatan yang lama dan dosa-dosa lama.

Hanya dengan menjadi cipataan baru di dalam Kristus yang berdampak dengan pembaharuan hidup setiap hari yang membuat tahun-tahun yang makin tua, bumi yang makin tua dan termasuk semua kesempatan yang Tuhan berikan itu terasa dan terlihat baru. Sekalipun keadaan, permaslahan dan bumi yang ada tetap sama.

"Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habis rahmat-Nya,
selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!"

Monday, December 21, 2009

Nuh (3): Natal di Bahtera

Natal yang dimaksud di sini bukan kelahiran Tuhan Yesus. Karena Tuhan Yesus hanya lahir sekali menjadi manusia di Betlehem, dan bukan di bahtera Nuh. Jadi kelahiran seperti apa yang terjadi di bahtera Nuh? Siapa yang lahir di sana? Atau mungkin lebih tepat, apa yang lahir? Adakah perayaan natal (kelahiran) di sana?

11 Pada waktu umur Nuh enam ratus tahun, pada bulan yang kedua, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, pada hari itulah terbelah segala mata air samudera raya yang dahsyat dan terbukalah tingkap-tingkap di langit.
Kejadian 7:11
13 Dalam tahun keenam ratus satu, dalam bulan pertama, pada tanggal satu bulan itu, sudahlah kering air itu dari atas bumi; kemudian Nuh membuka tutup bahtera itu dan melihat-lihat; ternyatalah muka bumi sudah mulai kering. 14 Dalam bulan kedua, pada hari yang kedua puluh tujuh bulan itu, bumi telah kering.
Kejadian 8:13-14


Kalau kita memperhatikan umur Nuh dan tanggal yang disebutkan oleh Alkitab dimulai dengan Nuh masuk ke dalam bahtera sampai surutnya air dari bumi, maka kita bisa menyimpulkan bahwa Nuh berada di dalam bahtera kurang lebih satu tahun. Pasti banyak hal yang terjadi dalam satu tahun di dalam bahtera. Alkitab memang tidak menceritakan apa-apa. Tapi, ada hal-hal yang bisa kita tafsirkan dari data-data yang diberikan Alkitab.

Di dalam satu tahun itu pasti terjadi beberapa kelahiran dari binatang-binatang yang masuk dalam bahtera. Alasannya, selain ada beberapa binatang yang bisa cepat untuk reproduksi, dalam Kej 8:20 beberapa dari binatang itu ada yang dipersembahkan sebagai korban. Kalau tidak ada yang dilahirkan dalam bahtera, maka binatang-binatang yang yang tidak haram yang dikorbankan itu sudah punah (atau sisa yang betina yang kemudian hari akan punah), karena mereka hanya sepasang2 dan yang dipersembahkan biasanya yang jantan.

Kelahiran binatang peliharaan di zaman dulu biasanya memberikan sukacita yang besar bagi pemiliknya. Entah merasa punya anggota keluarga baru (?) ataupun merasa mendapatkan tambahan harta yang bisa dijual atau diberdayakan. Bagaimana dengan kelahiran binatang2 yang dibawa Nuh di dalam bahtera? Harusnya juga memberikan kegembiraan bagi Nuh dan keluarganya yang berada dalam kengerian karena melihat air bah dan kematian massal, serta mungkin juga kegembiraan karena selamat dari kematian massal itu.
Kelahiran seharusnya membuat Nuh dan keluarganya melihat dan merenungkan soal kesempatan baru yang diberikan. Ditengah kematian massal seluruh bumi, masih ada harapan dengan adanya kelahiran.

Kelahiran Yesus Kristus ke dunia mempunyai kemiripan dengan keadaan yang terjadi di zaman Nuh. Israel dan Palestina di zaman Tuhan Yesus habis mengalami pembantaian karena perang yang dipimpin oleh Dinasti Hasmonean. Pemberontakan-pemberontakan yang masih terjadi terhadap pemerintah Romawi membuat ada banyak orang yang disalibkan. Di tengah keadaan yang sulit dan cerita-cerita kematian, lahirlah Sang Juruselamat.
Bedanya dengan kelahiran binatang di bahtera Nuh, kelahiran Tuhan Yesus (yang justru di kandang binatang) tidak ada yang menyambut dan merayakannya. Kecuali Yusuf dan Maria serta gembala-gembala (itupun karena diberi tahu oleh Malaikat) dan 2 tahun kemudian orang Majus.

Kalau kelahiran binatang sudah membuat manusia disekitarnya bersukacita, apalagi dengan kelahiran manusia. Padahal kelahiran binatang dan manusia pada umumnya di dunia hanya akan menambah kesulitan dan penderitaan bagi sesama manusia.

Bagaimana dengan kelahiran Anak Manusia yang justru datang untuk melayani dan menjadi tebusan bagi banyak orang? Samakah sukacita yang dirasakan oleh orang-orang yang mengenal-Nya waktu berhadapan dengan kelahiran-Nya? Bagaimanakah seharusnya orang-orang percaya menyambut-Nya?
Apakah hanya dengan perayaan-perayaan yang sebenarnya hanya untuk menghibur manusia yang mengikuti perayaan itu dan sedikit sekali menyatakan kemuliaan Allah?
Semoga kemuliaan Allah selalu terpancar di dalam Ibadah Natal meski yang terlihat oleh manusia sepertinya hanya kehinaan Anak Manusia yang lahir di kandang hina di Betlehem. Selamat Natal..

Monday, December 14, 2009

Nuh (2): Tiga Cara Melawan Dosa

Dosa tidak pernah bisa lepas dari kehidupan manusia. Termasuk dalam kehidupan orang percaya, pergumulan melawan dosa menjadi salah satu bagian pegumulan yang sulit untuk dihadapi.Mampukah manusia melawan dan mengalahkan dosa, yang dari awal bumi ini diciptakan sudah masuk dan merusak seluruh aspek kehidupan?
Cerita dan kehidupan Nuh setidak-tidaknya mengajarkan tiga cara melawan dosa kepada orang percaya yang sudah menerima anugerah keselamatan.

Pertama: Tepat Sesuai perintah Allah (Kej 6:22)

22 Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya.
Kejadian 6:22

Kebanyakan orang berpikir bahwa dosa bisa dilawan dengan perbuatan baik. Semakin banyak perbuatan baik akan semakin membuat dosa jadi lebih berkurang. Kenyataannya, perbuatan yang dianggap baikpun ternyata bisa juga hanya menambah dosa. Karena permasalahannya adalah, bagaimana kita bisa tahu bahwa perbuatan baik itu adalah perbuatan yang benar dan berkenan kepada Allah?

Nuh mengajarkan sesuatu yang melampaui perbuatan baik, yaitu melakukan tepat sesuai perintah Allah. Kata dosa yang paling menonjol di dalam bahasa aslinya, baik bahasa Ibrani maupun Yunani, mempunyai pengertian meleset dari sasaran. Jadi, cara terbaik untuk melawan dan mengalahkannya dengan melakukan yang tepat sasaran; melakukan dengan tepat sesuai dengan perintah Allah.
Kalau hanya sekedar melakukan perbuatan2 baik, tidak membereskan dosa. Tapi, dengan melakukan tepat sesuai dengan perintah Allah bisa mengembalikan arah dan tujuan yang benar dan seharusnya.

Pertanyaan yang muncul selanjutnya, bagaimana kita bisa tahu yang tepat sesuai dengan perintah Allah? Jawabannya, ada di dalam Alkitab. Bukankah perlu penafsiran? Belajarlah menafsirkan dengan benar dan tepat, dan percaya bahwa ada pekerjaan Allah Roh Kudus yang akan memimpin kita kepada seluruh kebenaran.

Kedua: Ingat Tuhan, Bersyukur, Persembahan (Kej 8:20)
20 Lalu Nuh mendirikan mezbah bagi TUHAN; dari segala binatang yang tidak haram dan dari segala burung yang tidak haram diambilnyalah beberapa ekor, lalu ia mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu.
Kejadian 8:20

Membayangkan Nuh yang keluar dari bahtera sesudah air bah, seharusnya banyak hal dalam pikirannya yang berkecamuk. Nuh seharusnya menanyakan kepada Allah apa yang harus diperbuat dengan bumi yang kosong, modalnya mana dan harus kerja apa, jaminannya apa bahwa tidak akan terjadi lagi air bah dan ia tidak kehilangan pekerjaan lagi?! Tapi, respon Nuh ternyata berbeda.

Nuh lebih memikirkan Tuhan dibandingkan diri dan kebutuhannya, bahkan ia mempersembahkan binatang yang seharusnya bisa menjadi modal baginya untuk berusaha di bumi yang baru. Nuh memulai dengan ucapan syukur dan memberikan persembahan; mengajarkan kepuasan kepada Tuhan untuk hidup dan kesempatan yang diberikan-Nya.

Mengingat Tuhan, puas, bersyukur dan bahkan memberikan persembahan adalah cara lain untuk mengalahkan dosa! Iblis dan manusia pertama jatuh dalam dosa karena ketidakpuasan dan menginginkan yang lebih dari seharusnya. Dan Iblis terus bekerja membuat manusia tidak pernah bisa puas dengan hidup dan bahkan anugerah yang sudah Tuhan beri. Hanya dengan mengingat Tuhan, puas kepada-Nya dan bahkan memberikan persembahan, akan membuat kita melihat bahwa anugerah yang Tuhan beri sudah terlalu banyak dibandingkan dengan seharusnya hukuman yang harus kita terima. Hal ini akan membuat godaan dosa tidak terlihat lebih besar dibandingkan dengan anugerah dan berkat2 dari Tuhan.

Ketiga: Keteraturan (Kej 8:22)
22 Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam."
Kejadian 8:22

Bayangkan kalau dalam satu sekolah, seluruh murid dan guru dibiarkan bebas melakukan apa yang diinginkan mereka masing-masing. Tidak ada aturan, tidak ada keteraturan dan ketertiban. Apakah yang akan terjadi?

Dari awal mencipta bumi ini, Tuhan memberikan keteraturan. IA membuat semuanya indah karena ada keteraturan. Tapi, ketika dosa masuk menghancurkan tatanan yang ada dan berusaha merusak semuanya. Dosa membuat seolah-olah keteraturan menjadi keterikatan dan pengekangan atas kebebasan. Itu sebabnya, kebebasan yang tak terkendalikan membuat bumi ini makin hari makin rusak dan hancur.

Sebenarnya kalau manusia bisa hidup dalam keteraturan yang sudah dirancang Tuhan akan membuat manusia bisa menikmati keindahan anugerah Tuhan dan bahkan kebebasan yang sejati. Kebebasan yang bukan berdasarkan pemberontakan karena mengikuti nafsu yang berdosa, tapi kebebasan menikmati hidup untuk memuliakan dan menikmati Allah. Hidup manusia sudah dirancang Tuhan untuk ada dalam keteraturan yang harus berulang setiap hari, minggu, bulan, tahun. Sekalipun berulang, tetap ada keindahan yang berbeda hari demi hari. Jikalau kita bisa melihat keindahan dalam keteraturan, maka tidak ada tempat untuk pemberontakan kepada Allah demi kebebasan yang palsu.

Kegagalan Nuh
Sekalipun Nuh yang dikatakan orang benar dan tidak bercela dapat kesempatan yang baru dalam bumi yang baru dan mengajarkan kepada kita bagaimana menghadapi dan mengalahkan dosa, tetapi bukan berarti Nuh tidak pernah gagal dan berdosa.
Kejadian 9:18-27 menceritakan kegagalan Nuh karena mabuk berkat. Nuh mabuk oleh anggur hasil kebunnya dan telanjang. Karena perbuatan Nuh ini membuat Ham anaknya berdosa dan dikutuk oleh Nuh.

Nuh mengulang cerita lama kejatuhan manusia dalam dosa. Manusia berdosa bukan karena kekurangan, tapi dalam kelimpahan berkat. Dalam kelimpahan manusia bisa lupa diri dan mabuk dengan segala berkat pemberian Allah. Itu sebabnya, orang percayapun dalam segala kelimpahan anugerah Allah masih bisa berdosa dan bahkan banyak yang lupa diri dan berdosa.

Semoga anugerah dan berkat2 Allah yang terus berkelimpahan dalam hidup ini membuat kita makin bisa melihat apa yang Tuhan kehendaki, sehingga kita bisa makin peka melakukan apa yang tepat sesuai dengan perintah Allah, terus mengingat-Nya, puas dan bersyukur kepada-Nya, mepersembahkan yang terbaik bagi kemuliaan-Nya dan menikmati kebebasan dalam keteraturan yang sudah dirancangkan-Nya. Soli Deo Gloria.

Friday, December 11, 2009

Nuh (1): Orang Benar!

Indonesia sekarang ini sedang dalam pergumulan untuk mencari orang-orang benar dalam pemerintahan. Aparat dan penegak hukum sudah terlanjur mendapatkan cap 'tidak benar'; begitu juga dengan pemerintah. Masyarakat sudah terlalu muak dengan korupsi dan 'ketidakadilan' yang terjadi di Indonesia.
Sulit sekali untuk mencari orang benar dalam seluruh aspek hidupnya. Karena orang bisa benar dalam satu atau dua aspek hidupnya, tapi tidak dalam keseluruhan hidupnya. Mungkinkah masih ada orang benar di tengah dunia yang berdosa ini?

7 Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka." 8 Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN. 9 Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah.
Kejadian 6:7-9


Kejadian 6 menggambarkan keadaan bumi yang sudah terlalu berdosa dan kesedihan dan kemarahan Tuhan yang begitu besar, yang membuat Tuhan memutuskan untuk menghapuskan manusia dan binatang dari muka bumi.

Tapi, di ayat 8 dikatakan bahwa Nuh mendapat kasih karunia di mata Tuhan. Dari ayat ini, kita bisa mengerti bahwa Tuhanlah yang menganugerahkan dan mempertahankan orang benar di bumi. Sebagian orang salah melihat, mereka berpikir orang harus hidup benar baru kemudian Tuhan akan memperhatikan mereka. Dalam kasus Nuh ternyata berbeda. Tuhan memberikan kasih karunia kepadanya, baru kemudian cerita tentang Nuh sebagai orang benar dimulai. Tanpa anugerah Tuhan, tidak akan pernah ada orang benar di bumi ini. Manusia terlalu jahat dan segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata (Kej 6:5)

Orang Benar
Nuh disebutkan sebagai orang benar (tsaddiyq). Kata benar ini dalam bahasa aslinya mengacu kepada standar etika dan moral. Tuhan memberikan anugerah kepada Nuh untuk memiliki standar etika dan moral yang berpusat kepada-Nya, berbeda dengan manusia lain di bumi waktu itu yang hanya mempergunakan standar berdasarkan nafsu dan kepentingan bersama. Itu sebabnya Nuh benar di mata Tuhan, sekalipun bagi orang-orang sezamannya, Nuh pasti dibenci dan dianggap aneh. Hari gini lo, ko standarnya beda?

Ketika standar moral hanya berpusat kepada manusia dan untuk kepentingan manusia yang semuanya berdosa, maka jangan berharap akan ada keadilan dan kebenaran sepanjang masa di bumi ini. Standar itu bisa kelihatan benar bagi suatu kelompok di waktu tertentu, tapi bisa menjadi salah di waktu yang berbeda dan untuk orang yang berbeda.

Kebenaran dan keadilan yang sejati hanya bersumber dan berpusat kepada Tuhan. karena Ia-lah yang menganugerahkan keadilan dan kebenaran serta orang2 benar itu sendiri. Maka, kita hanya bisa meminta Tuhan bukakan lagi lebih banyak kebenaran dan keadilan yang berdasarkan firman-Nya dan menganugerahkan lebih banyak orang benar yang mau hidup berdasarkan firman-Nya.

Tidak Bercela
Nuh ternyata bukan hanya diberikan konsep dan standar yang benar, tapi juga diberi anugerah untuk hidup sesuai dengan konsep yang dianugerahkan kepadanya. Kata tidak bercela,dalam bahasa aslinya, tamim, bisa berarti integritas dan bahkan bisa berarti sempurna. Maksudnya, standar etika dan moral yang dimiliki itu dilakukan dan dihidupi dalam seluruh aspek hidupnya.

Hidup berintegritas tentu saja lebih sulit dibandingkan dengan hanya memiliki konsep kebenaran dan keadilan. Hidup seperti ini tidak bisa didapatkan hanya dalam satu-dua tahun melalui pendidikan. Hidup berintegritas didapat selain dari anugerah Allah, butuh tanggung jawab manusia hari demi hari untuk mencocokan hidupnya dengan kebenaran2 firman.
Tidak mungkin orang bisa hidup berintegritas, kalau tidak ada kebenaran firman yang mengubahnya konsepnya tiap hari dan kalau tidak ada pergumulan setiap hari melakukan kebenaran firman.

Bergaul dengan Allah
Nuh bisa menjadi orang benar dan tidak bercela, karena selain mendapatkan kasih karunia Allah, ia ternyata bergaul dengan dengan Allah. Dari sisi tanggung jawab manusia, Nuh tidak hanya menikmati anugerah yang Tuhan berikan kepadanya dan terus berharap Tuhan yang akan menolong dan menguatkannya. Nuh ternyata memanfaatkan kasih karunia yang diberikan kepadanya dengan hidup bergaul dengan Allah. Tanpa hidup bergaul dengan Allah, Nuh mendapatkan kesulitan yang sangat besar dizamannya. Karena hidup sehari-harinya hanya melihat kejahatan dan ketidakadilan yang sudah menjadi budaya dan kebiasaan waktu itu.

Hanya bergaul dengan Allah yang membuat Nuh tetap bisa fokus melihat kebenaran dan keadilan yang sejati. Hanya bergaul dengan Allah juga yang membuat Nuh dimampukan untuk hidup berintegritas dan memanfaatkan semua kasih karunia yang disediakan Tuhan baginya.

Orang percaya mendapatkan anugerah untuk menjadi orang benar dan tidak bercela. Karena pilihan ini sudah ditetapkan sebelum dunia dijadikan. Orang percaya juga mendapatkan anugerah untuk bisa beribadah dan bergantung setiap saat kepada Tuhan. Adakah kita mempergunakan setiap kesempatan dan anugerah itu? Hidup sebagai orang benar dan berintegritas dan bergaul dengan Allah. Apakah orang-orang disekitar kita bisa melihat bahwa kita berbeda, karena kita orang benar, hidup berintegritas dan bergaul dengan Allah?

Monday, July 30, 2007

Persembahan: Penciptaan sampai Kekekalan

Persembahan adalah salah satu kata yang kurang disukai oleh orang-orang pelit. Apalagi memikirkan untuk memberi gratis kepada orang lain. Di dunia ini tidak ada lagi yang gratisan. Mungkin begitu yang menjadi pemikiran hampir setiap orang. Tidak terkecuali untuk orang-orang yang datang ke gereja, yang akan memberi persembahan kalau ada sesuatu yang dianggap baik dan menguntungkan.
Sebenarnya, bagaimana kita bisa melihat perubahan2 yang terjadi di dalam persembahan sejak dari Penciptaan sampai kepada kekekalan?

Penciptaan (Creation)

4 Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu,
Kej 4:4

Meskipun kejadian ini terjadi sesudah Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, tetapi apa yang dilakukan oleh Habel merupakan contoh yang diinginkan oleh Allah bagaimana persembahan yang seharusnya sejak Penciptaan. Habel mempersembahkan kepada Allah yang terbaik dari apa yang dimilikinya. Habel mempersembahkan anak sulung kambing dombanya dan yang dipersembahkan adalah lemak2nya. Kalau dibandingkan dengan Imamat 1:2-3 dan apa yang terjadi di dalam Perjanjian Baru, bisa disimpulkan bahwa Habel mempersembahkan persembahan yang berpusat kepada Kristus. Karena apa yang dipersembahkan oleh Habel adalah bayang-bayang dari pengorbanan Kristus, yang sulung dan tidak bercacat cela. Dari persembahan Habel kita bisa mempelajari bahwa persembahan bukan hanya sekedar persembahan, melainkan merupakan suatu pemberian yang terbaik dan berpusat kepada Kristus.
Apa yang berbeda dalam persembahan ketika manusia hidup dalam dosa?

Kejatuhan (Fall)
3 Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; 5 tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram.
Kej 4:3,5

Di dalam keberdosaannya, persembahan dari Kain mewakili persembahan dari manusia yang jatuh dalam dosa. Sepertinya persembahan Kain juga seharusnya sudah sangat pantas. Ia adalah seorang petani, dan ia mempersembahkan dari hasil yang dikerjakannya. Masalahnya, Alkitab tidak menunjukkan bahwa Kain mempersembahkan yang terbaik. Selain itu, Kain tidak memikirkan apa yang menjadi keinginan dan kehendak Allah. Kain hanya mempersembahkan menurut keinginannya sendiri. Jika Kain memikirkan apa yang dikehendaki oleh Allah, maka sesudah Allah tidak mengindahkan persembahannya, seharusnya Kain menukar hasil pertaniaannya dengan anak sulung lain yang terbaik dari domba yang dimiliki oleh Habel. Pasti Habel akan memberikannya. Ternyata, Kain tidak memikirkan apa yang baik bagi Allah, ia malahan hanya memikirkan dirinya sendiri dan respon apa yang seharusnya ia terima dari persembahannya. Itu sebabnya Kain tidak mengubah persembahannya, melainkan membunuh Habel.
Persembahan Kain mewakili persembahan orang-orang yang berdosa. Tetap melakukan persembahan, tetapi persembahan itu bukanlah yang terbaik dan hanya berpusat kepada dirinya sendiri. Selama ada keuntungan bagi diri sendiri di dalam memberikan persembahan, maka persembahan akan terus diberikan.
Karena itu, Allah harus mengajar dan melatih umatNya di dalam memberikan persembahan. Di dalam Perjanjian Lama kita bisa melihat proses pelatihannya. UmatNya dilatih untuk mempersembahkan yang terbaik, tidak bercela dan berpusat kepada Kristus. Salah satu penekanan di dalam konteks hidup orang Israel adalah persepuluhan.
Bagaimana dengan Perjanjian Baru, adakah yang berbeda di dalam persembahan?

Penebusan (Redemption)
1 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
Rom 12:1

Perjanjian Baru ternyata membicarakan persembahan dengan cara yang berbeda. Bukan lagi menekankan kepada persepuluhan. Persembahan yang kudus, yang berpusat kepada Allah tetaplah sama, tetapi sekarang bukan lagi hanya sepersepuluh, melainkan seluruhnya. Mempersembahkan tubuh mewakili persembahan hidup secara keseluruhan. Tuhan Yesus memuji persembahan seorang janda miskin yang memberikan semua nafkahnya (Mar 12:43-44), sekalipun Ia juga menganjurkan memberikan persembahan sesperti yang diajarkan oleh Musa (Mat 8:4). Begitu juga dengan kehidupan dari jemaat mula-mula di dalam Kis 2 dan 4, yang tidak memperhitungkan berapa persen lagi yang harus dipersembahkan, tetapi selalu saja ada yang menjual tanah atau rumah untuk mencukupkan hidup jemaat mula-mula yang berasal dari luar Yerusalem.
Perbedaannya terjadi, karena kedatangan Kristus ke dunia. Bapa sudah mempersembahkan AnakNya yang tunggal, yang tidak bercacat-cela untuk menebus hidup umatNya. Maka, umatNya yang sudah diselamatkan menyadari bahwa seluruh hidup dan miliknya, bukanlah miliknya sendiri, melainkan milik Bapa. Itu sebabnya, seandainya harus mempersembahkan (bahkan sampai semuanya) untuk melakukan kehendak Allah, bukanlah menjadi suatu hal yang sulit, melainkan ada sukacita di dalam melakukannya.
Persembahan menjadi gaya hidup dari orang percaya, karena menyadari sudah terlalu banyak pemberian Allah yang berkelimpahan di dalam hidupnya, maka sudah sewajarnya ia juga memberikan persembahan yang bukan hanya sekedarnya untuk melaksanakan tugasnya, melainkan mempersembahkan yang terbaik, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah.
Adakah persembahan yang sekarang ini berhubungan dengan kekekalan?

Kekekalan/Penyempurnaan (Consummation)
24 Dan bangsa-bangsa akan berjalan di dalam cahayanya dan raja-raja di bumi membawa kekayaan mereka kepadanya; 25 dan pintu-pintu gerbangnya tidak akan ditutup pada siang hari, sebab malam tidak akan ada lagi di sana; 26 dan kekayaan dan hormat bangsa-bangsa akan dibawa kepadanya.
Wahyu 21:24-26

Ternyata persembahan bukan hanya dilakukan di dalam hidup yang sementara ini. Persembahan juga dilakukan sampai selama-lamanya. Selain manusia akan beribadah kepada Allah Tritunggal sampai selama-lamanya, maka menusia juga ternyata akan membawa persembahan kepada Allah di Yerusalem yang baru, dimana Allah bertahta. Yang dipersembahkan adalah kekayaan (kemuliaan) dan hormat. Segala yang agung, terbaik, terindah dari hasil usaha manusia, itulah yang dibawa ke Yerusalem baru untuk dipersembahkan.
Maka hidup yang sementara ini adalah kesempatan untuk belajar dan berlatih untuk mempersembahkan yang terbaik, terindah, teragung, apa yang dikehendaki Allah. Itu sebabnya kita perlu belajar mempersembahkan yang terbaik dan yang berpusat kepada Allah untuk kemuliaan namaNya. Soli Deo Gloria.



Baca juga:

- Seni Memberi (1): Bisa dapat lebih banyak?

- Seni Memberi (2): Memberi Berkat



Monday, June 25, 2007

Libur telah Tiba: bagaimana menikmatinya?

Liburan disenangi banyak orang, baik yang memiliki banyak uang maupun yang tidak punya uang. Karena liburan adalah liburan, ada waktu untuk berhenti bekerja yang dianggap menjadi beban berat. Waktu-waktu liburan di Indonesia biasanya pada saat liburan sekolah maupun liburan hari raya besar seperti Lebaran dan Natal.
Saya sudah menikmati liburan dua minggu di satu desa 20 km dari Manado, Sulawesi Utara. Tinggal di satu cottage yang terletak di daerah yang tinggi dan dingin, di antara dua gunung, Lokon dan Mahawu. Liburannya saya isi dengan merenung, menulis buku dan jalan-jalan. I enjoy it. Bagaimana seharusnya kita melihat liburan, apa yang Alkitab katakan tentang hal itu dan bagaimana menikmatinya?

2 Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. 3 Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.
Kej 2:2-3

Kitab Kejadian menceritakan tentang liburan pertama, ketika Allah berhenti sesudah menyelesaikan pekerjaanNya. Di hari ketujuh Ia berhenti dan menguduskannya. Liburan!
Dari bagian Alkitab ini orang-orang mulai berpikir bahwa liburan adalah puncak ataupun upah dari bekerja. Liburan dianggap menjadi kesempatan untuk menikmati segala hasil dari bekerja. Selama bekerja orang-orang menghasilkan uang. Uang itu di tabung dan waktunya tiba, berhenti bekerja dan memakai dan menikmati uang itu. Benarkah Allah melihat berhentinya bekerja di hari ketujuh sebagai upah dari 6 hari bekerja dalam Penciptaan?

Saya melihat sepertinya ada nuansa bahwa Sabbat (hari ketujuh) adalah puncak dan upah dari enam hari bekerja. Tetapi yang dinikmati oleh Allah adalah kemuliaanNya yang dipancarkan di dalam pekerjaanNya. Berhentinya Allah bukan untuk menikmati dalam pengertian menghabiskan semua yang sudah diciptakanNya. Berhentinya Allah juga bukan karena sudah terlalu bosan dan lelah bekerja. Allah berhenti bekerja bukan untuk mencari penghiburan lain lagi dalam kepenatanNya. Ia berhenti karena sudah menyelesaikan pekerjaanNya dan Ia menikmati kemuliaanNya. Maka, liburan bukan pelarian untuk pemuasan kekosongan hidup. Liburan juga bukan kesempatan untuk memboroskan semua anugerah Allah.

Ada lagi yang berpikir bahwa Allah mengakhiri pekerjaanNya dengan berhenti. Tetapi manusia berbeda. Manusia memulai hidupnya di dunia, justru dengan sabbat (bukan hari ketujuh bagi manusia, tetapi menjadi hari pertama, meskipun sabbat artinya tujuh). Sesudah itu baru manusia bekerja di dalam dunia ini. Maka, ada yang berpikir bahwa liburan itu seharusnya digunakan sebagai persiapan untuk bekerja. Liburan menjadi tidak berarti jikalau tidak membuat manusia terisi dengan banyak hal yang membuat manusia siap untuk bekerja lagi. Ide yang menarik. Karena banyak manusia sesudah liburan justru menjadi tidak produktif dan pengen libur terus. Betulkah liburan hanya berguna sebagai persiapan untuk bekerja?

Sejauh ini kita sudah memiliki dua pandangan yang menarik. Yang pertama melihat liburan sebagai upah dari kerja, sementara yang kedua, melihat liburan berguna untuk kerja. Kedua pandangan ini sebenarnya memikirkan dari sudut kerja yang menjadi pusat. Liburan hanya sekedar pengisi waktu di antara pekerjaan, entah sebagai hadiah atas kerja keras, ataupun sebagai persiapan untuk hasil yang lebih baik. Itu sebabnya orang-orang yang sibuk dan bekerja keras akan dianggap lebih baik dibandingkan dengan orang yang kerjanya banyak liburan.
Tapi, di dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi perubahan pandangan. Orang-orang sekarang lebih menghargai orang-orang yang lebih banyak liburan daripada bekerja, tetapi bisa tetap menghasilkan uang lebih banyak. Kebebasan finansial menjadi slogan, di mana salah satu upahnya adalah lebih banyak liburan. Banyak orang yang tidak bertanya dan mampu membedakan semuanya. Hanya mengikuti saja semua arus dunia ini. Bagaimana seharusnya kita melihat posisi liburan?

Saya sebenarnya pernah membahas topik yang mirip ini di dalam I love this Game!. Tapi, ada beberapa hal berbeda yang tetap perlu untuk direnungkan.
Sabbat adalah berhenti dari pekerjaan. Maka, seharusnya Sabbat bisa untuk tidak dikaitkan dengan pekerjaan sama sekali. Sama seperti Allah menikmati pekerjaanNya, maka Allahpun menikmati Sabbat, sehingga Ia memerintahkan manusiapun untuk berhenti bekerja dan menikmati hari perhentian itu dan menikmati Allah juga. Kalau kita bawa di dalam konteks liburan, maka liburan itu bukan hanya sebagai upah ataupun berguna untuk kerja selanjutnya, tetapi liburan baik untuk menikmati semua kelimpahan anugerah Allah sekaligus belajar menikmati Allah. Sebagian orang hanya memboroskan segala anugerah Allah untuk pemuasan keinginan dan nafsunya ketika berlibur. Allah tidak ada hubungannya sama sekali dengan liburan. Liburan menjadi kesempatan untuk bebas sebebasnya. Padahal liburan diberikan dan ditetapkan oleh Allah untuk menikmati segala kelimpahan kenikmatan yang merupakan anugerahNya dan menikmati semuanya itu di dalam Dia dan belajar untuk menikmatiNya.
Contoh yang paling gampang, adalah ketika pergi ke tempat-tempat wisata yang menyediakan pemandangan alam yang indah. Adakah kita betul-betul menikmati semuanya, bersyukur kepada Allah yang menciptakannya dan memberikan anugerah dan kesempatan kepada kita untuk melihatnya dan kita menikmati Dia yang merupakan sumber dari segala keindahan dan kemuliaan yang dipancarkan dengan memuliakan Allah.

Jadi, pergunakanlah kesempatan untuk berlibur. Bukan hanya sekedar pemuasan keinginan, tapi sebagai kesempatan untuk beribadah, memuji Allah dan menikamtiNya di dalam segala kelimpahan kenikmatan yang disediakan bagi kita. Termasuk ketika kita hanya berlibur di rumah sendiri, tidak pergi ke mana-mana. Di situpun sudah Allah sediakan kelimpahan kenikmatan pada saat berlibur. Libur telah tiba! Manfaatkan sebaik-baiknya untuk memuliakan dan menikmati Allah. Saudara pasti akan puas dengan liburan itu sesudah mengecap dan melihat, Saudara akan mengatakan, "Betapa baiknya Tuhan itu!"

Wednesday, June 6, 2007

Memelihara Bumi!?

Topik tentang Pemanasan Global dan mencairnya es sudah menjadi isu yang sering dibahas di dalam beberapa tahun terakhir ini. Tetapi, tetap saja dianggap sebagai angin lalu oleh orang-orang yang tidak merasa terlalu mengalami dampak dari kondisi ini (kecuali yang mulai merasakan perbedaan cuaca yang ekstrim dan bencana2 yang lebih sering terjadi).
Adanya Hari Lingkungan Hidup mengingatkan banyak orang tentang dampak dari segala kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia secara sengaja. Tetapi, tidak lama lagi kesadaran ini akan segera hilang, sampai terjadi bencana yang berdampak langsung terhadap pribadi/kota/negara itu.

TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.
Kej 2:15

Mental yang berkembang pesat dalam hidup manusia ini adalah mental mengusahakan dan mengembangkan apa saja yang ditemui. Semuanya itu dikonsumsi dan dipergunakan semaksimal mungkin. Khususnya terjadi di dalam dua abad terakhir ini. Manusia hanya menjadi pengusaha-pengusaha yang begitu beringas untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan melupakan tugas yang lain dari manusia.

Mengapa manusia hanya berfokus pada eksploitasi besar-besaran terhadap bumi dan alam ini? Karena manusia hanya ingin mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya bagi diri sendiri. Manusia lupa bagaimana mengusahakan bumi ini untuk memuliakan Tuhan. Banyak sekali pekerja-pekerja professional, tetapi ternyata yang professional tanpa sadar sedang membantu usaha besar-besaran di dalam eksploitasi dan pembunuhan generasi manusia berikutnya. Ketika manusia hanya memikirkan diri sendiri dan melupakan Tuhan, maka apa yang dilakukan oleh manusia berujung kepada bencana dan kematian.

Manusia lupa bahwa tugasnya di dunia bukan hanya mengusahakan, tetapi juga memelihara pemberian Tuhan. Kata memelihara in dalam bahasa Ibraninya mempunyai pengertian dan nuansa melayani serta takut akan Tuhan. Maka sama seperti 'mengusahakan', memeliharapun adalah pelayanan untuk kemuliaan Allah.

Banyak orang yang kelihatan peduli terhadap lingkungan, sebenarnya hanya untuk kenyamanan diri sendiri. Bumi ini rusak karena manusia mencari kenyamanan untuk diri sendiri dengan mempergunakan teknologi yang dianggap bisa membantu. Maka pendekar2 lingkungan hiduppun banyak yang memakai pendekatan back to nature, menawarkan ada kenyamanan yang alami ketika memperhatikan lingkungan hidup. Tetapi betulkah ini tujuan tertinggi ketika kita harus memelihara lingkungan hidup yang Tuhan berikan bagi manusia?

Jikalau perbandingannya hanyalah dengan tidak mempergunakan teknologi yang merusak, maka banyak manusia tetap akan memilih teknologi yang merusak sepanjang manusia tetap merasa nyaman, misalnya penggunaan freon, dll. Sepanjang pemanasan global masih bisa dilawan dengan memperbanyak AC yang justru bisa semakin merusak dan membuat bumi semakin panas, manusia akan lebih memilih memakai AC. Toh yang akan mengalami dampak lebih besar adalah generasi selanjutnya!?

Tetapi, jika manusia melihat pemeliharaan lingkungan hidup sebagai bagian dari memuliakan Allah dan menikmatiNya, maka manusia bukan hanya berpikir secara egois. Manusia akan mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan dan tentu saja mempergunakan teknologi itu. Di samping itu, manusiapun bisa menikmati Allah dari lingkungan hidup yang sudah Allah berikan kepada kita manusia.

Sebagian lagi berpikir mengapa harus memelihara bumi ini? Bukankah bumi ini akan hancur? Mengapa tidak sekalian saja dihancurkan? Betul, kalau suatu saat bumi ini akan hancur. Tetapi, bumi ini ciptaan dan milik Allah. Siapa yang merusak bumi ini, bukan hanya sekedar berhadapan dengan satu suku, kota, masyarakat, atau negara yang merasa memilikinya, tetapi sedang berhadapan dengan Sang Pencipta yang pada waktu mencipta bumi ini beserta manusia mengatakan, "Sungguh amat baik!". Dan bahkan Allah puas dengan ciptaanNya sehingga Ia beristirahat dan menguduskannya. Maka mereka yang tidak memelihara bumi ini dan bahkan sengaja merusakkannya akan berhadapan dengan Sang Pencipta pada waktunya untuk mempertanggung-jawabkan semua perbuatannya.

Semoga hari lingkungan hidup yang mengingatkan tentang semakin banyaknya es yang mencair di kutub dan di tempat-tempat yang tinggi, mengingatkan manusia tentang tugasnya untuk mengusahakan dan memelihara dunia ini bukan hanya bagi diri sendiri atau generasi berikutnya, tetapi untuk memuliakan Allah dan menikmatiNya melalui lingkungan hidup yang diberikan kepada kita manusia untuk diusahakan, dikembangkan, dinikmati untuk kemuliaan Allah dan meikmatiNya.

What is the chief end of man?
Man's chief end is to glorify God and to enjoy Him forever

Friday, April 27, 2007

Integrasi Iman dan Ilmu

Ditulis untuk Buku 40 tahun PO UI: Dahulu, Kini, dan Esok

I do not feel obliged to believe that the same God who has endowed us with sense, reason, and intellect has intended us to forgo their use.
- Galileo Galilei

Topik tentang hubungan Iman dan Ilmu sudah dibahas berkali-kali dan sudah terlalu banyak artikel dan buku tentang hal ini. Mengapa sampai harus dibahas berkali-kali? Sangat penting? Atau iman dan ilmu memang tidak pernah diintegrasikan sehingga harus dibahas terus-menerus?! Dalam tulisan ini, saya akan membahas bagaimana seharusnya kita melihat hubungan Iman dan Ilmu dari penciptaan sampai pada kekekalan.

Kej 1:27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. 28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."

Kej 2:15 TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.

Kej 2:19 Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu.

Kejadian 1:27-28 menunjukkan sangat jelas bagaimana Allah menciptakan manusia menurut GambarNya, sehingga manusia bisa mengenal dan berkomunikasi dengan Allah dan tentu saja menjadi sumber untuk pengenalan manusia akan dirinya dan pengetahuan akan dunia yang harus ditaklukkannya. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia sebagai Gambar Allah adalah pengetahuan tentang Allah, tentang manusia dan tentang dunia. Ketiga hal ini sangat berhubungan. Khususnya dua pengetahuan yang pertama, yang berdampak dengan pengetahuan akan dunia. Tanpa pengetahuan akan Allah, manusia tidak bisa mengerti siapa dirinya. Begitu juga dengan tanpa pengetahuan akan dirinya, manusia tidak sanggup mengenal Allah.

Dalam Kejadian 2:19, kita bisa melihat bahwa pengetahuan adalah pemberian Allah kepada manusia dan bisa dipakai dengan baik oleh Adam untuk melakukan kehendak Allah. Adam menamai semua binatang dengan pengetahuannya. Pengetahuan Adam didapat karena manusia dicipta dalam gambar Allah; diberikan kemampuan untuk berpikir, mengolah dan mengembangkannya. Tetapi, yang memulai dan aktif adalah Allah yang membawa kepada manusia (yang percaya kepada Allah dan mempunyai pengetahuan tentang Allah), sehingga ia menyadari kemampuan dan pengetahuannya dan ia memakainya untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Allah: menamai semua binatang (pengetahuan/ilmu).

Kalau kita melihat di dalam Kejadian 2:15. Hal yang sama juga terjadi. Allah menempatkan Adam dalam Taman Eden untuk mengusahakan dan memeliharanya. Dua kata yang sangat menarik adalah kata mengusahakan dan memelihara. Kata mengusahakan dalam bahasa aslinya, Ibrani, mempunyai dua pengertian: bekerja dan melayani (ibadah). Sedangkan kata memelihara (dalam bahasa Inggris: cultivate/culture) mempunyai arti menjaga, mengembangkan dan juga ada pengertian melayani. Sehingga, pada saat manusia mempergunakan segala jenis pengetahuan/ilmunya untuk bekerja dan mengembangkan dunia pemberian Tuhan, saat itu juga manusia sedang melayani dan beribadah kepada Allah.

Zaman sekarang ini kita melihat manusia memisahkan semua pengetahuan/ilmu yang dimilikinya. Ada tiga pemisahan pengetahuan/ilmu, pertama, pengetahuan tentang Allah dikategorikan sebagai Teologi (yang tidak ada hubungannya dengan ilmu-ilmu yang lain); kedua, pengetahuan tentang manusia (anthropologi, biologi, kedokteran, psiklogi, sosiologi, dsb); serta ketiga, pengetahuan tentang dunia ini (ekologi, ekonomi, biologi, dsb). Sangat berbeda dengan apa yang terjadi sebelumnya dalam Penciptaan. Mengapa? Karena manusia jatuh dalam dosa.

Kej 3:7 Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat. 8 Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman.

Narasi dalam Kejadian 3, menggambarkan semuanya. Ayat 7, manusia mulai salah menilai dirinya. Mereka tahu bahwa mereka telanjang dan ingin menutupinya dengan ‘ilmu mereka’ (tanpa melibatkan Allah). Manusia tidak mengerti lagi siapa dirinya di hadapan Allah. Ayat 8, mereka bersembunyi dari Allah. Apakah mereka bisa bersembunyi dari Allah? Pengetahuan yang salah! Pengetahuan tentang Allah menjadi jauh sekali berbeda dengan sebelumnya. Sebelumnya mereka bisa dengan bebas mengenal Allah dan beribadah kepadaNya. Sekarang mereka mengenal Allah menjadi Pribadi yang sangat menakutkan dan tidak bisa diandalkan lagi dalam hidup di dunia.

Lebih baik memakai pengetahuan pribadi. Padahal, pengetahuan peribadi ini yang membuat manusia jatuh dalam dosa. Karena ingin mengeksplorasi apa yang belum waktunya harus dimengerti. Masih begitu banyak buah-buahan yang sangat menarik dan baik untuk dimakan (Kej 2:9), tetapi Hawa dan Adam lebih tertarik kepada buah yang tidak pernah dikatakan menarik, tetapi menjadi menarik karena pengaruh Iblis. Cara yang sama, terus diikuti oleh manusia sekarang ini. Iblis yang terus-menerus membuat manusia tidak lagi melihat ilmu-ilmu yang menarik berhubungan dengan Allah dan tidak memerlukan Allah dalam setiap ilmu yang diusahakan dan dikembangkannya.

Kej 3:17 Lalu firman-Nya kepada manusia itu: "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: 18 semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; 19 dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu."

Di dalam Kejadian 3:12, Adam mempersalahkan manusia lainnya (Hawa). Ay. 13, Hawa mempersalahkan Ular (dunia). Sejak saat itu, pengetahuan manusia menjadi terpecah-pecah; tidak ada lagi integrasi. Yang paling menyedihkan, pengetahuan manusia yang sebelumnya dipakai untuk beribadah dan menggenapi rencana Allah, dalam Kej 3:17-19 akhirnya dipakai bersusah-payah HANYA UNTUK MENCARI MAKAN SAMPAI MATI. Maka bukan sesuatu yang mengherankan kalau manusia belajar dan akhirnya bekerja hanya demi untuk menjamin bisa makan sampai mati. Hanya itu ilmu (pengetahuan) yang dimiliki oleh manusia dalam keberdosaan.

Bagaimana manusia bisa kembali kepada integrasi yang benar? Bukankah dalam Amsal 1:7 mengatakan, “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.” Bagaimana agar manusia tidak lagi menunjukkan diri sebagai orang-orang pintar yang sesungguhnya hanyalah orang-orang bodoh yang menghina HIKMAT? Jalan keluarnya, hanya satu. Yaitu di dalam Kristus. Mengapa?

Kol 2:3 sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan.

Kedatangan Kristus di dunia bukan hanya memberikan keselamatan jiwa (dan pengetahuan tentang Allah) kepada orang-orang pilihanNya. Kedatangan Kristus adalah mendirikan Kerajaan Allah; dalam segala aspek kehidupan manusia kita bisa melihat bahwa Allah betul-betul memerintah. Segala macam ilmu kembali untuk melayani Allah dan rencanaNya. Yang sangat menarik dalam Kol 2:3, segala macam pengetahuan itu bersumber dari Kristus. Semua –logi (logikos) bersumber dari LOGOS (Firman/Kristus). Artinya, jika ada kebenaran dalam semua ilmu pengetahuan, maka sumbernya hanya satu: Kristus. Segala kebenaran adalah kebenaran dari Kristus. Dunia ini bukan sumber kebenaran, Iblis tidak bisa memberikan kebenaran. Satu-satunya sumber kebenaran adalah Allah.

Seseorang yang berada di dalam Kristus harusnya bisa melihat sumber hidupnya adalah Kristus, termasuk apa yang dipelajari dan dikerjakannya. Ilmu yang dipelajari sehari-hari bukan ilmu yang sekuler yang tidak ada hubungan sama sekali dengan imannya. Ilmu yang sehari-hari dipelajari juga bukan hanya untuk sekadar dipakai untuk mencari uang untuk bisa makan sampai mati (Ini pengertian manusia sejak jatuh dalam dosa). Tetapi ilmu sehari-hari adalah pelajaran tentang Allah, manusia dan dunia—yang harus diusahakan, dieksplorasi dan dikembangkan sebagai bagian dari pelayanan dan ibadah kepada Allah untuk memuliakan Kristus yang menjadi sumber dan tujuan dari ilmu-ilmu yang dikembangkan. Manusia yang betul-betul mengerti dan mendalami ilmunya akan takjub dengan semua anugerah dan kebenaran Tuhan yang ada di dalamnya. Bagi orang percaya, akhirnya hanya bisa memuji dan makin menyembah Tuhan dan makin ingin memuliakan Tuhan dengan segala penemuan yang di dapatnya.
Maka kita perlu terus-menerus diperbarui dalam pengetahuan kita, seperti yang ada di dalam Kol 3:10, “dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya;”

Pertanyaan selanjutnya, adakah hubungan yang kita pelajari dan kerjakan sekarang ini dengan kekekalan?
C. S. Lewis, 1898-1963, British Academic, Writer, Christian Apologist, (dikutip dari http://www.great-quotes.com/ ) pernah mengatakan salah satu kalimatnya yang sangat terkenal: “If you read history you will find that the Christians who did most for the present world were precisely those who thought most of the next. It is since Christians have largely ceased to think of the other world that they have become so ineffective in this.” Dari kalimat C.S. Lewis ini, ada hal yang perlu dipikirkan tentang kekekalan yang berdampak pada kesementaraan. Meskipun, kalau terlalu banyak memikirkan tentang kekekalan mungkin bisa juga menjadi tidak efektif dalam kesementaraan ini. Maka, bagian terakhir dari tulisan ini, akan dihubungkan dengan kekekalan. Apa hubungannya ilmu dan pekerjaan sekarang ini dengan kekekalan?

Wahyu 21:22 Dan aku tidak melihat Bait Suci di dalamnya; sebab Allah, Tuhan Yang Mahakuasa, adalah Bait Sucinya, demikian juga Anak Domba itu. 23 Dan kota itu tidak memerlukan matahari dan bulan untuk menyinarinya, sebab kemuliaan Allah meneranginya dan Anak Domba itu adalah lampunya. 24 Dan bangsa-bangsa akan berjalan di dalam cahayanya dan raja-raja di bumi membawa kekayaan mereka kepadanya; 25 dan pintu-pintu gerbangnya tidak akan ditutup pada siang hari, sebab malam tidak akan ada lagi di sana; 26 dan kekayaan dan hormat bangsa-bangsa akan dibawa kepadanya.

Wahyu 22:5 Dan malam tidak akan ada lagi di sana, dan mereka tidak memerlukan cahaya lampu dan cahaya matahari, sebab Tuhan Allah akan menerangi mereka, dan mereka akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya.

Dalam Wahyu 21:24,26, dua kali diulang bahwa bangsa-bangsa akan membawa kekayaan dan hormat ke Yerusalem Baru. Yang membawanya, adalah raja-raja di bumi (yang baru). Dua pertanyaan yang muncul: Siapakah raja-raja itu? Dan, apa maksudnya kekayaan dan hormat bangsa-bangsa?

Untuk menjelaskan tentang raja-raja di bumi, kita perlu melihat Wahyu 22:5. Dari ayat ini, kita bisa mengerti bahwa yang dimaksudkan sebagai raja-raja adalah semua orang percaya yang memerintah bersama-sama Kristus. Apa yang diperintah oleh raja-raja? Bumi yang baru. Sama seperti Adam dan Hawa menjadi raja pertama di dunia, yang memerintah dunia dan segala isinya, maka kitapun sebagai orang-orang percaya harus memerintah bumi yang baru dengan mengusahakan dan memeliharanya.

Hasil usaha inilah yang dipersembahkan ke Yerusalem baru: yang terbaik dan termulia dari apa yang kita kerjakan. Jadi, yang dimaksud dengan kekayaan dan hormat dari bangsa-bangsa adalah segala hasil budaya manusia yang terbaik dan termulia, itulah yang kita persembahkan kepada Tuhan. Yang dimaksudkan dengan hasil budaya manusia adalah segala hal yang pernah dipelajari, digali, ditemukan, dan dikembangkan manusia. Kalau mengerti hal ini, maka seharusnya selama proses pembelajaran, kita harus menggali sampai kepada penemuan-penemuan yang bisa terus dikembangkan dan yang akan dipersembahkan kepada Tuhan.

Mungkin pertanyaan selanjutnya muncul, dari mana modal awal kita sebagai raja? Untuk mengerti hal ini, perlu untuk memahami perumpamaan dalam Mat 25:14-30, perumpamaan tentang Talenta (seharusnya tentang Hamba yang baik dan yang jahat). Kalau kita perhatikan, perumpamaan ini berbicara tentang Akhir Zaman. Ada evaluasi dari Tuhan terhadap semua pemberianNya kepada kita, apakah kita sudah maksimal atau tidak. Sesudah dikembalikan kepada Tuhan, hasil dari pengembangan talenta itu justru tidak di ambil Tuhan, tetapi diberikan kembali kepada hamba-hambanyaNya. Untuk apa? Di dalam perumpamaan ini tidak dijelaskan. Tetapi, kita bisa mengambil kesimpulan sebagai modal yang akan dikembangkan lagi dalam kekekalan dan dalam kebahagiaan bersama Tuhan.

Jadi, apa yang kita pelajari selama hidup di dunia, bukan hanya untuk kesementaraan, ternyata juga bisa menjadi modal sekaligus pembelajaran untuk pekerjaan dan ibadah yang harus kita kerjakan dalam kekekalan.

Apa yang dikatakan oleh C.S. Lewis benar. Orang Kristen yang bisa melihat sampai kepada kekekalan, akan belajar dan bekerja dengan tujuan sampai pada kekekalan. Dampaknya, yang dikerjakan bukan hanya bernilai sementara, tapi bernilai kekal (seperti yang sudah dilakukan oleh Lewis). Dan, kalau kita melihat sampai pada kekekalan, yang kita lakukan adalah standar kekekalan; yang terbaik dan termulia, yang akan kita persembahkan kepada Tuhan di Yerusalem Baru. Hal ini yang kita kejar, sesuai dengan kemampuan yang sudah Tuhan berikan kepada kita masing-masing.
Masih adakah orang-orang Kristen yang belajar semua ilmu, menggalinya, menemukannya, mengembangkannya dan mempersembahkan semuanya untuk sumber dari semuanya itu dan bagi kemuliaan Allah? Sejarah akan membuktikannya, Tuhan akan terus-menerus membangkitkan orang-orang pilihanNya yang sudah ditebusNya dengan harga yang sangat mahal. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.

Whatever you do, learn heartily, as for the Lord and not for men

Thursday, March 22, 2007

My Delight in Your Commandments

Zaman sekarang ini banyak orang sangat tidak menyukai hukum dan aturan. Kita sedang masuk dalam zaman yang menekankan kebebasan, yang kalau bisa tidak ada lagi aturan, larangan dan perintah. Anak-anak muda melihat orang-orang tua penuh dengan aturan dan perintah yang mengikat dan menyulitkan hidup yang seharusnya dinikmati. Begitu juga banyak orang melihat agama-agama. Bahkan Kekristenan juga menjadi agama yang penuh dengan aturan dan ikatan yang tidak memberikan kebebasan. Orang-orang yang kelihatan sebagai orang-orang Kristen yang sungguh-sungguh adalah orang-orang yang bisa menahan diri sedemikian rupa sehingga menjadi orang-orang yang bisa menolak segala kesenangan dan kenikmatan (sama dengan konsep dari agama-agama dan kepercayaan yang sangat mengagumi para pertapa). Alkitabpun dilihat sebagai kumpulan peraturan dan hukum yang tidak ada habis-habisnya (sama seperti kitab hukum perdata dan pidana!?). Hanya orang-orang yang senang mempelajari hukum dan orang-orang yang lemah yang akan menyukainya. Tetapi tidak untuk pencinta dan kebebasan dan para pelanggar hukum (pendosa). Mengapa bisa seperti ini?

Untuk mengerti semua ini kita harus kembali ke dalam kitab Kejadian. Melihat kembali dan membandingkan Firman Allah yang disampaikan kepada Adam (Kej 2:16-17) dan firman Iblis yang disampaikan kepada Hawa (Kej 3:1).

16 Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, 17 tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." (Kej 2:16-17)

1 Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan? (Kej 3:1)

Kalimat dari Tuhan Allah di dalam Kej 2:16-17, berisi dua hal:
- kebebasan kepada manusia untuk bisa menikmati semua pemberian Tuhan di dunia
- larangan yang kalau dilanggar akan membuat manusia mati dan tidak bisa menikmati lagi semua pemberian Tuhan

Sementara kalimat dari Ular (Iblis) dalam Kej 3:1, yang mengutip Kej 2:16-17, hanya berisi satu hal:
- semua tidak boleh dinikmati!!!

Mana yang benar? Mana yang cocok dengan hidup sekarang ini? Kelihatannya kalimat dari Iblis sangat cocok untuk hidup manusia sekarang ini. Tuhan seolah-olah mencipta dan mengijinkan manusia hidup di dunia ini tetapi melarang manusia menikmati segala sesuatu. Orang yang beriman adalah orang yang bisa menolak segala kenikmatan dan hidup menderita!? Iblis sepertinya benar!? Tetapi tunggu dulu.
Mari kita bedakan antara yang dulu, sekarang dan nanti. Mari kita lihat dengan lebih jelas perbedaan antara sebelum manusia jatuh dalam dosa (dulu), sesudah di dalam dosa (dulu dan sekarang dan bagi sebagian besar orang sampai selama-lamanya), sesudah diselamatkan oleh Kristus (sekarang dan nanti), dan di dalam kekekalan (nanti).
Sebelum manusia jatuh dalam dosa, Firman Tuhan membawa manusia kepada kebebasan untuk menikmati dunia dan segala pemberian Tuhan. Tuhan memimpin hidup manusia lewat FirmanNya, membuat manusia dengan bebasnya dan bahagianya menikmati semuanya. Semua boleh, kecuali hanya satu yang dilarang. Ini adalah kebebasan yang sangat diidam-idamkan manusia di zaman ini, tetapi tidak didapatkan lagi oleh manusia meskipun berbagai cara sudah dilakukan dan diusahakan.
Tetapi, karena tipuan Iblis membuat manusia menginginkan lebih dari segala kenikmatan dan kebebasan yang sudah diberikan. Manusia ingin menjadi seperti Allah dan menikmati apa yang dilarang. Masih kurangkah kenikmatan Hawa dan Adam?
- Relasi dengan Allah. Bisa menikmati Allah dan FirmanNya (langsung tanpa perantara Imam, Pendeta atau apapun yang merasa jadi hamba Tuhan). Tidak perlu bertapa, tidak perlu berdebat dengan sesama manusia untuk menafsirkan Allah.
- Relasi dengan manusia. Bisa saling menikmati sesama manusia dengan sebebas-bebasnya (bahkan tanpa baju, ini yang diinginkan secara sembunyi-sembunyi oleh manusia). Tidak ada problem rumah tangga (bahkan adanya puisi dan lagu romantis dari Adam utk Hawa!?-ini yang diinginkan para wanita dari kekasihnya). Tidak ada yang harus dicemburui dan selingkuh (ga ada orang lain soalnya). Bebas bicara dan bercengkerama berdua. Dunia hanya milik berdua (ini yang diinginkan orang-orang yang lagi kasmaran dan lagi bulan madu).
- Relasi dengan dunia. Bisa menikmati dan bermain dengan semua binatang (melebihi kemampuan Tarzan) dan tentu saja menikmati pekerjaan, pemandangan yang terindah (Adam dan Hawa sering tur dan kagum dengan segala keindahan dunia yang betul-betul natural dan untouchable, lebih indah dari Swiss, New Zealand, apalagi Bali) dan tentu saja bisa menikmati makanan yang bergizi, bebas sampai kenyang (Adam paling suka buah apa ya? Duren!?).
Kurang apa lagi??!
Yang kurang adalah kesadaran melihat bahwa semua anugerah Allah yang memberikan kebebasan adalah gratis dan manusia hanyalah ciptaan. Akibatnya, manusia ingin memiliki lebih dari apa yang namanya anugerah dan ingin menguasai segala sesuatu, menjadi seperti Allah, yang kelihatan bebas sebebas-bebasnya. Maka masuklah manusia dalam perangkap Iblis dan memulai tahap baru dalam sejarah manusia. Bagaimana manusia melihat Tuhan dan FirmanNya? Tepat seperti kalimat Iblis dalam Kej 3:1. Semua tidak boleh. Tuhan berubah menjadi Tuhan yang jahat dan melarang semuanya. FirmanNya menjadi kumpulan dari perintah-perintah yang berisi semuanya larangan. Bagi manusia, Tuhan dan FirmanNya menjadi sangat menakutkan (Kej 3:8-10). Selama manusia hidup dalam dosa, maka manusia berada di dalam ketidakbebasan, diikat dalam dosa. Semakin melihat kepada Firman, maka semakin melihat bahwa dirinya terikat dan tidak bebas. Maka Tuhan menjadi Tuhan yang menakutkan. FirmanNya hanyalah perintah-perintah dan larangan yang mengikat dan membuat hidup menderita. Bahkan sebagian orang Kristen masih melihat Tuhan dan Alkitab dengan cara seperti ini. Betulkah Tuhan dan FirmanNya itu menakutkan dan tidak membebaskan, serta membuat hidup hanya terus-menerus dalam penderitaan?
Ketika seseorang diselamatkan oleh Allah dan hidup dalam relasi dengan Kristus, maka ada perubahan yang terjadi. Di satu sisi, karena perubahan kita masih dalam proses dan masih melakukan perbuatan dosa, maka bayang-bayang ketidakbebasan dan keterikatan masih sering muncul dan mengganggu. Itu sebabnya, banyak yang bereaksi dengan melarang segala sesuatu dengan tujuan agar terhindar dari keterikatan dengan dosa, tetapi kalau berlebihan maka membuat terikat kepada hukum (legalisme) dan menderita yang tidak perlu. Di sisi yang lain, kita sudah dibebaskan dari dosa. Dan bebas berhadapan dengan Allah dan menikmati segala kelimpahan anugerahNya. Firman Tuhan bukan dilihat hanya sekedar larangan. Tetapi bisa melihat cinta kasih Tuhan dibalik semua larangan. Hidup bersama Tuhan bukan dilihat sebagai keterikatan, tetapi kebebasan!, yang tidak bisa diberikan oleh dunia hanya berusaha mengikat, menjerat dan tidak pernah mau melepaskan sampai mati. Penderitaan tetap ada karena ingin untuk hidup dalam keterikatan yang lama yang diajarkan oleh Iblis dan dunia. Dunia berusaha membuat kita melihat bahwa kenikmatan yang sebenarnya hanyalah sebuah penderitaan (hati-hati dengan fenomena).
Firman Tuhan menjadi sesuatu yang hidup. Bahkan perintah-perintah dan larangan bisa menjadi kesukaan yang bisa dinikmati dan dicintai, karena perintah dan larangan bukanlah suatu keterikatan. Tuhan bukan hanya menjadi Pribadi yang menakutkan, tetapi juga adalah Pribadi yang begitu mengasihi, memberikan harapan, tempat perlindungan dan tentu saja adalah Tuan. Sang Tuan tidak mengikat budakNya. Relasi Kasih antara sang budak dengan Sang Tuan tidak akan pernah putus dan terpisahkan (Rom 8:31-39). Tetapi sang Tuan tidak pernah memaksa budakNya untuk melayaniNya, melainkan membebaskan sang budak dengan melihat prinsip-prinsip dalam FirmanNya untuk berinovasi dengan kebebasan untuk melayani sesama budak.
Firman Tuhan membukakan mata yang biasanya hanya melihat fenomena untuk bisa melihat fakta yang sesungguhnya, dan bahkan sanggup membedakannya dengan firman Iblis yang terus-menerus menipu. Firman Tuhan betul-betul mengubah, membebaskan, mengoreksi, menegur, mendidik dan melatih hidup orang percaya untuk sampai kepada keadaan yang betul-betul bebas menikmati segala sesuatu di dalam kekekalan.
Di dalam bumi yang baru dan langit yang baru, ada kebebasan spiritual, memuliakan, memuji dan menyembah serta menikmati Allah; kebebasan berelasi dengan sesama manusia (bukan dgn hubungan seks, karena tujuan hubungan seks sudah mencapai puncaknya: bertambah banyak penuhi bumi-orang pilihan sudah lengkap; serta relasi manusia yg paling intim untuk saling memahami dan menikmati sudah dimengerti manusia tanpa harus berhubungan seks); kebebasan menikmati bumi dan langit yang baru. Tuhan memberikan Alkitab kepada manusia, agar manusia dibebaskan. Maka, marilah kita di dalam anugerah kebebasan itu, mencintai dan menikmati FirmanNya.

For I find my delight in your commandments, which I love.
I will lift up my hands toward your commandments, which I love, and I will meditate on your statutes.

Psa 119:47-48 ESV



Wednesday, March 7, 2007

Work and Family

Keluarga dan pekerjaan menjadi dua hal yang terus-menerus menjadi pergumulan dan seringkali berada di dalam dua ekstrim yang bertentangan. Kalaupun bisa diperdamaikan, biasanya dalam pengertian dan konsep yang jauh dari Alkitab. Maka pertanyaannya, bagaimana Alkitab melihat kedua hal ini dari Penciptaan sampai kepada Kekekalan? Apa yang berbeda dalam keluarga dan pekerjaan pada saat penciptaan, manusia jatuh dalam dosa, penebusan dan sampai pada kekekalan? Dalam tulisan ini, saya hanya memberikan outline bagaimana melihat kedua hal ini dari empat tahap hidup manusia: Creation, Fall, Redemption and Consumation.

27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. 28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
Kejadian 1:27-28

Creation
Kej 1:27-28
- Bertambah banyak penuhi bumi: bukan hanya punya anak, tapi menambah Gambar Allah yang ditebus (orang pilihan)
- Menaklukkan dan berkuasa: kerja adalah ibadah dan melayani Tuhan (Kej 2:15)

Fall
Kej 3:12,16-19
- bertambah banyak jadi sulit (16); punya anak dan mendidik anak
- relasi pria dan wanita jadi rusak (12,16)
- kerja jadi berat demi untuk makan sampai mati (17-19)

Redemption
Kol 3:18-4:1
- Keluarga: Istri-Suami (18-19); Anak-Bapak (20-21); Budak-Tuan (22-4:1)
- Kerja 3:22-4:1 --> kerja untuk Tuhan (3:22-23)

Consummation
- tidak ada kawin-mengawinkan, orang pilihan sudah genap (Mat 22:29-30)
- kerja sampai selama-lamanya sebagai raja di bumi yang baru (Wahyu 22:5)

Kesimpulan:
- Keluarga sangat penting untuk:
@ pelipatgandaan orang pilihan
@ menambah SDM orang pilihan untuk menaklukkan bumi
@ belajar mengasihi untuk hidup sebagai satu keluarga Allah (gereja) dalam kekekalan

- Kerja sangat penting karena:
@ bagian dari ibadah
@ panggilan hidup dalam dunia
@ persiapan untuk menjadi raja sampai selama-lamanya

Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.
Ef 2:10

I Love this Game!

Habis nonton bola, UEFA Champions League jadi mikir lagi tentang posisi permainan, game, olahraga, hobby dan rekreasi dalam hidup ini. Mengapa manusia sangat menyukai bermain? Mengapa banyak orang yang sampai dewasa, keinginannya hanya bermain terus? Apakah bermain hanya untuk anak-anak? Mengapa kecenderungan dalam ibadah gereja yang bersifat persekutuan memasukkan elemen bermain di dalamnya? Tepatkah ini? Jangan-jangan karena dalam hidup ini terlalu banyak kesibukan dalam kerja, tidak ada kesempatan untuk bermain sehingga ibadahpun dijadikan kesempatan untuk bermain, bergaya dan pelampiasan ekspresi? Ada banyak pertanyaan yang justru muncul karena habis nonton sepakbola..Tapi, saya tidak akan membahas konsep sepakbola, tetapi konsep bermain dihubungkan dengan kerja.

30 aku ada serta-Nya sebagai arsitek, setiap hari aku bersukacita, dan senantiasa bermain-main di hadapan-Nya; 31 aku bermain-main di atas muka bumi-Nya dan anak-anak manusia menjadi kesenanganku.
Amsal 8:30-31 ROT

Saya menafsirkan Amsal 8 ini menunjuk kepada Kristus. Harusnya membahas dulu Amsal 8:22-25, dengan melihat ke bahasa Ibraninya yang menunjukkan bahwa Hikmat bukan diciptakan, tetapi keberadaannya sudah ada sejak kekekalan. Bahkan dalam ayat 30 berbicara tentang Hikmat yang mencipta (sebagai arsitek), setelah sebelumnya berbicara bahwa Tuhan mencipta. Dan sesudah penciptaan itu, sang Hikmat bermain-main. Begitu juga ay. 31, dikatakan bahwa Hikmat juga bermain-main di atas muka bumi. Pasti jadi banyak pertanyaan, apa maksudnya bermain-main?
Konsep kita tentang bermain sebenarnya banyak yang sudah dicemari oleh dosa. Bermain dianggap cocok untuk anak kecil, tapi bukan lagi prioritas bagi orang dewasa yang sudah bekerja. Kalaupun ada orang dewasa yang menyukai bermain, biasanya menjadi terikat dengan permainan dan sulit untuk berhenti. Maka muncul banyak konsep tentang bermain, yang berhubungan dengan memanfaatkan waktu, khususnya waktu luang.
Untuk mengerti tentang konsep bermain dan kerja, saya mengutip pendapat dari Robert. K. Johnston, dalam bukunya The Christian at Play. Meskipun saya tidak setuju dengan semua analisanya, tapi setidaknya kita bisa belajar dari analisanya (dalam tulisan ini, pendapatnya sudah bercampur dengan pendapat saya). Johnston mencoba membedakan tiga cara pandang dari orang Yunani, Protestan dan orang Israel dalam melihat bermain dihubungkan dengan kerja.
1.Orang Yunani. Bagi orang Yunani, pekerjaan adalah untuk budak. Orang yang bebas adalah orang yang bermain dan bukan bekerja. Maka, bagi mereka hidup adalah bermain dan bersenang-senang. Tentu saja tidak semua orang Yunani berpikiran seperti itu. Tetapi konsep yang paling umum, yang banyak bekerja adalah budak. Maka bermain dan waktu luang menjadi salah satu elemen yang penting dalam hidup orang Yunani yang bebas. Sementara kerja adalah bagian dari para budak.
2. Di zaman Protestan, konsep ini berubah. Kerja adalah bagian dari ibadah dan merupakan salah satu elemen yang terpenting dalam hidup. Maka kerja menjadi pusat. Menurut Johnston(yg ini tidak tentu benar), orang2 Protestan memandang bermain dan waktu luang itu penting sebagai upah dari kerja dan sebagai kesempatan refreshing untuk bekerja lagi. Jadi, bermain itu baik kalau berguna melampaui dirinya. Jadi, kalau bermain hanya untuk bermain tidak ada gunanya, kecuali kalau bermain sebagai upah atau persiapan untuk kerja lagi.
3. Israel dalam Perjanjian Lama. Kalau diperhatikan, banyak sekali perayaan-perayaan yang ditetapkan, selain pekerjaan. Dan perayaan-perayaan itu bukan untuk bekerja. Bahkan disuruh untuk berhenti bekerja. Bahkan dalam relasi pria dan wanita, digambarkan dengan permainan dalam Kidung Agung. Maka, permainan pada dirinya sendiri mempunyai kebaikan dan tujuan sendiri, sama seperti kerja pada dirinya sendiri.
Saya sendiri mencoba melihat dari sudut CFRC (Creation, Fall, Redemption and Consummation).
- Creation. Dalam Penciptaan, hidup manusia dimulai dari Sabat, kesempatan untuk pemenuhan diri, ada kepuasan dalam perayaan (sama seperti yang dirasakan dalam permainan). Kemudian cerita Adam bermain-main dengan binatang2 (meskipun sebagian hanya melihatnya sebagai Adam menamai mereka), binatang2 adalah mainan sekaligus rekan bermain Adam, sampai dia bertemu dengan penolong yang sepadan, dimana Adam bisa betul-betul menikmati permainan yang lebih memuaskan.
- Fall. Waktu manusia, jatuh dalam dosa. Kerja sepertinya hanya menjadi beban. Maka muncul dua ekstrim: konsentrasi hanya pada kerja; atau bermain dan meninggalkan pekerjaan, sesudah memastikan kebebasan finansial. Zaman sekarang ini banyak yang ingin mengkombinasikan kerja sambil bermain. Betulkah ini konsep terbaik?
- Redemption. Tuhan Yesus menunjukkan gaya hidup sering pergi ke perjamuan makan (perayaan zaman itu), bahkan mujizat pertama Tuhan Yesus bukan terjadi di Bait Allah, tapi di sebuah perjamuan kawin. Paulus bahkan sering memakai analogi permainan untuk menjelaskan konsep-konsep kebenaran, artinya ia tidak menolaknya bahkan memakainya sebagai bahan pelajaran. Maka permainan, kembali menjadi bagian dari hidup yang bisa juga dinikmati.
- Consummation. Bagaimana dengan kekekalan? Pada umumnya orang berpikir, bahwa hidup ini untuk bekerja. Tetapi, sesudah tidak bisa bekerja dan mati, bahkan sampai selama-lamanya tidak bekerja lagi, tetapi bebas bermain. Saya tidak setuju dengan pendapat ini. Bagi saya sampai selama-lamanya akan terus bekerja (Saya membahasnya dalam Work and Family). Di mana posisi bermain? Bermain sebenarnya adalah bagian dari pemuasan dan pemenuhan hidup yang didapatkan dalam beribadah. Maka, permainannya adalah bermain dengan Tuhan (bukan mempermainkan Tuhan, seperti yg ditunjukkan dalam banyak ibadah dan persekutuan) dan dengan sesama orang pilihan. Saya tidak bisa membayangkan seperti apa. Tetapi, kalau kita kembali kepada Amsal 8, maka Kristus akan bermain-main dengan kita, dan bukan mempermainkan kita.
Maka, ada banyak pemikiran yang muncul, permainan2 dan olahraga seperti apa yang akan terus bertahan sampai kepada kekekalan, permainan2 yang betul-betul memuliakan Tuhan? (Pemikiran seperti ini mungkin agak aneh dan perlu diperdebatkan, tapi saya memikirkannya). Kata bermain-main yang dipakai dalam Amsal 8:31, sebenarnya juga bisa diartikan bersukacita, merayakan. Ini sebenarnya yang menjadi inti dari permainan. Bukan kompetisi, kemenangan dan uang, seperti dalam permainan zaman sekarang ini.

Kembali kepada Amsal 8, Tuhan mencipta lalu bermain. Atau dalam bahasa Kejadian 1, mencipta lalu Sabat. Sebaliknya, manusia sesudah dicipta Sabat dulu (bermain) pada hari ketujuh, lalu bekerja dari hari pertama sampai keenam. Itu sebabnya, sejak dari kecil manusia tidak langsung bekerja, tapi bermain dulu, lalu bekerja. Dua hal ini, bermain dan bekerja adalah dua hal yang penting dalam hidup. Keduanya adalah bagian dari ibadah. Bukan dengan mencampurkannya atau memanfaatkannya untuk salah satu, kerja untuk bermain dan bermain untuk bekerja. Tetapi menerima kerja adalah suatu kenikmatan sebagai bagian dari ibadah. Dan menerima bermain sebagai bagian dari ibadah juga, waktu kita hanya bermain dan memanfaatkan waktu kita untuk hobi kita.
Salah satu cara untuk melihat apakah permainan itu tetap berguna dalam pemuasan hidup, adalah dengan melihat apakah kita terikat atau tetap bebas memanfaatkannya. Ibadah tidak pernah mengikat kita, tapi membebaskan kita untuk menikmati segala kelimpahan anugerah Tuhan. Maka, bertanyalah apakah olahraga, hobi, games dan segala sesuatu yang kita lakukan sudah mengikat kita, ataukah kita bisa menikmatinya dengan bebas dalam rangka pembelajaran menikmati sumber segala kenikmatan?
Yang terakhir, sebaiknya kita memilih permainan dan kegiatan dalam waktu luang kita yang membawa kita untuk bisa lebih dekat kepada Tuhan, persekutuan dengan manusia, menikmati keindahan dunia dan membuat kita semakin mengerti semua yang baik.

Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.
Fil 4:8

Friday, February 23, 2007

Makan dan minum: Penciptaan-Kekekalan?

Bicara soal makan dan makanan, apa memang sangat perlu dan penting dalam teologi? Banyak orang hanya mengkaitkan dengan kerakusan yang merupakan salah satu dari tujuh dosa maut. Tapi, percaya atau tidak makan mempunyai perananan yang sangat penting dalam memuliakan dan menikmati Tuhan secara pribadi. Ini salah satu topik yang saya paling sukai. Melihat makan pada saat penciptaan, manusia jatuh dalam dosa karena makan, sesudah ditebus oleh Kristus dan waktu kembali kepada Tuhan, masihkah kita makan dan minum? Pernah mikir ini?

Saya mencoba melihat beberapa fakta dalam Alkitab yang berbicara tentang pergumulan manusia dengan makanan dalam empat tahap hidup manusia.

1. Penciptaan

Lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
Kej 2:9

Ada dua kata yang perlu dipikirkan: 'menarik' dan 'baik' untuk dimakan buahnya. Sebagian orang hanya memikirkan kata menarik ditujukan kepada pohon-pohon dan bukan pada buahnya. Sebenarnya, kata 'menarik' itu berhubungan dengan buah-buahan. Nanti kita bisa melihat hubungannya dgn peristiwa manusia jatuh dalam dosa. Kata 'menarik' menunjukkan bahwa Tuhan Allah bukan hanya memberikan kepada manusia makanan yang sesuai untuk kebutuhan manusia, apa yang baik, tapi juga memberikan kenikmatan dalam makan. Itu sebabnya buah2an tidak diciptakan dalam satu bentuk dan satu rasa. tapi dibuat bermacam-macam untuk kenikmatan dan kebaikan bagi manusia. Maka, makan adalah kesempatan untuk menikmati yang dianugerahkan Tuhan kepada kita.

2. Kejatuhan dalam Dosa
16 Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, 17 tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."
Kej 2:16-17

Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.
Kej 3:6

Banyak yang mengatakan kalau manusia jatuh dalam dosa karena kesomobongan dan keinginan menjadi sama seperti Allah. Saya tidak ingin memperdebatkan hal itu. Bagi saya, ujiannya adalah makanan dan berbicara tentang kepuasan dan ketidak-puasan.
Kalau kita lihat, ujiannya sederhana. Tuhan sudah berikan banyak buah2an yang menarik dan baik untuk dimakan (kej 2:9). Yang tidak boleh dimakan hanya buah dari satu pohon (Kej 2:16-17). Tapi, Iblis bisa membuat manusia tidak puas dengan semua pemberian Tuhan dan membuat yang tidak boleh menjadi baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya (Kej 3:6). Makan dan minum sekarang berada di dalam arah kenikmatan yang salah. Apa masih kurang kenikmatan yang Tuhan berikan? Semua boleh dinikmati, kecuali yang satu itu...
Akibatnya terhadap manusia, sejak saat itu, manusia harus bekerja keras sampai mati untuk bisa mendapatkan makanan (Kej 3:17-19). Implikasi lainnya, manusia tidak lagi menikmati Tuhan dalam makan...

3. Penebusan di dalam Kristus.
Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.
1 Kor 10:31

Ada beberapa hal yang mengagetkan saya waktu menghubungan makan dan minum dengan Tuhan. Beberapa diantaranya:
- Akulah Roti Hidup (Yoh 6:35, 48, 51)
- Perjamuan dipakai untuk mengingat penebusan Kristus (Mat 26:26-28)
- Waktu mengajarkan Doa Bapa kami, permintaan pertama bukan penebusan dosa tapi makanan (Mat 6:11)
Maka, sesudah ditebus makan dan minum menjadi salah satu aspek yang dipakai untuk bisa memuliakan dan menikmati Tuhan. Itu sebabnya Paulus berkata bahwa makan dan minumpun harus dilakukan untuk memuliakan Tuhan (1 Kor 10:31)

4. Di Langit dan Bumi Yang Baru
Ada beberapa ayat di dalam kitab Wahyu yang perlu dilihat, Why 21:6 (air hidup); 22:1 (sungai kehidupan); 22:2 pohon kehidupan; 22:14 (pohon kehidupan); 22:17(air hidup).
Agak sulit untuk menafsirkan bagian-bagian ini. Tapi, kita bisa lihat ada nuansa yang menggambarkan kebutuhan dari umat yang ditebus untuk terus-menerus bergantung kepada Pencipta dan Penebus kita. Kita butuh sesuatu yang harus kita 'makan' dan 'minum' yang berasal dari Tuhan untuk hidup kita.
Kita juga bisa melihat kepada perkataan Kristus pada perjamuan terakhir di dalam Matius 26:29, Akan tetapi Aku berkata kepadamu: mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku."



Kesimpulan.
Dari fakta-fakta di atas, maka makan itu menjadi sangat penting bukan pada makanan itu sendiri (krn Kerajaan Sorga bukan soal makanan dan minuman-Rom 14:17), tetapi kepada lambang dari makan (beberapa kali menunjuk kepada Kristus dan persekutuan dengan Kristus), dan bagaimana menikmatinya sebagai pembelajaran untuk menikmati Tuhan sampai selama-lamanya.
Makan bukan hanya menikmati berkat itu, tapi lebih tinggi lagi menikmati Sumber Berkatnya. Caranya, waktu makan jangan hanya berhenti dalam kenikmatan bagi kita, tapi berpikir ttg sumber kenikmatan yg pasti lebih nikmat. Mengutip bait ketiga dari lagunya Rhea F. Miller (1922), I'd Rather Have Jesus:
He's fairer than lilies of rarest bloom;
He's sweeter than honey from out the comb;
He's all than my hungering spirit needs.
I'd rather have Jesus and let Him lead


Maka, sebelum makan, Doa jangan hanya formalitas dan basa-basi. Bersyukur! Minta anugerah Tuhan agar kita bisa menikmati dan bersekutu dengan Dia. Pikirkanlah Sang Sumber Berkat pada saat menikmati berkatNya. Dan nikmati dalam ucapan syukur, sadar bahwa makan adalah kesempatan kita belajar bergantung, bersandar, bersekutu dan menikmati Tuhan.