Ayat Hari Ini:

Showing posts with label Lukas. Show all posts
Showing posts with label Lukas. Show all posts

Saturday, December 25, 2010

Gloria in excelsis Deo

Sudah berkali-kali kita mendengar istilah kemuliaan dan memuliakan Allah. Tapi kalau ditanya apa itu kemuliaan dan bagaimana memuliakan Allah, seringkali menjadi sulit untuk menjelaskannya. Begitu juga ketika berhadapan dengan peristiwa Natal di suatu kandang di Betlehem, dimana kemuliaan yang dinyanyikan oleh para malaikat? Apakah para malaikat melihat apa yang tidak dilihat manusia?

14 "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya."
Lukas 2:14


Dimana kemuliaan itu?
Untuk bisa melihat kemuliaan di Betlehem, maka kita perlu untuk mengerti apa itu kemuliaan. Menurut American Heritage Dictionary, kemuliaan itu bisa berarti: penghormatan/pujian yang luar biasa, keindahan yang luar biasa, bahkan bisa berarti kebahagiaan yang sempurna.

Ketika melihat apa yang terjadi di Betlehem, tidak bisa melihat kemuliaan Tuhan kalau fokusnya pada keadaan di Betlehem. Karena kemuliaan itu bukan karena keadaan, tapi pada pribadi Allah yang menjadi manusia. Kemuliaan Allah sedang dinyatakan pada seorang bayi yang terlihat seperti bayi kebanyakan, tapi dengan nasib sedikit malang karena lahir di saat yang kurang tepat dan tempat kurang layak. Kalau kita tahu dan kenal sang bayi itu seperti para malaikat yang diciptakan-Nya mengenal-Nya, maka kitapun akan menyanyikan pujian yang sama seperti para malaikat. Kalau kita tahu untuk apa sang Pencipta mau menjadi manusia, mengikuti dan menggenapi kehendak Bapa, maka kitapun akan memuji dan mengembalikan segala kemuliaan bagi-Nya.

Natal adalah Kristus. Kemuliaan Natal ada pada dan hanya di dalam Kristus. Kemuliaan itu tidak bisa digantikan dengan pertemuan keluarga, tukar kado, lagu2 dengan suasana Natal, keadaan Natal yang bersuasana Winter dan perayaan-perayaan yang hanya membawa sukacita palsu. Tanpa pengenalan yang makin bertambah terhadap Yesus Kristus, maka kemuliaan Natal tidak akan makin bisa dikagumi.
Bertambahkah kekaguman kita kepada sang Pencipta yang menjadi manusia setiap kali kita merayakan Natal?

Adakah yang lebih berharga?
Jika kita makin mengerti kemuliaan yang dinyatakan oleh Yesus Kristus, maka kita perlu bertanya, "Adakah yang lebih berharga dibandingkan Kemuliaan Kristus?"

Secara umum manusia hanya terbiasa dengan kemuliaan yang ada di dunia ini, manusia berjuang dan berusaha untuk mendapatkan semua itu. Semua manusia ingin bahagia, ingin dihargai dan ingin mendapatkan jaminan selama hidup di dunia. Itu sebabnya manusia bekerja keras untuk mendapatkan uang, menyimpannya sebagai jaminan hidup, berusaha menghindar dari sakit dan bahaya dan membuat hidupnya bisa dikontrol. Dengan harapan kalau semuanya terjadi, maka hidup akan bahagia. Kalaupun manusia mendapatkan semuanya itu, adakah manusia yang bahagia sampai selamanya karena dapat semua yang diinginkan hatinya?

Kemuliaan Kristus membawa manusia berdamai dengan Bapa, tidak dikejar-kejar perasaan berdosa, dibawa masuk ke dalam kerajaan Sorga dimana Allah yang mengontrol segala sesuatunya. Diberi jaminan baik hidup yang sementara maupun hidup yang kekal. Adakah yang lebih baik, lebih bernilai, lebih berharga dibandingkan dengan apa yang dilakukan Kristus bagi umat-Nya?

Masalah selanjutnya, kalau kita sudah dijamin dapat hidup yang kekal, mengapa kita tidak langsung mati dan menikmati semua kelimpahan dalam Kristus? Bukankah itu lebih baik dibandingkan tetap hidup dalam dunia yang berdosa dan tidak sempurna ini?

Saksi kemuliaan
Siapa yang harus menyatakan dan bersaksi kepada dunia ini, jikalau semua orang yang mengerti akan kemuliaan Kristus sudah bertemu dengan Kristus? Siapa yang harus menyatakan kepada dunia betapa indahnya, betapa agungnya dan berharganya kemuliaan Kristus, kalau bukan orang-orang yang bisa melihat itu lebih berharga dari apapun?
Siapakah yang akan bersaksi dengan sukacita kalau bukan orang-orang yang sudah menikmati sukacita itu?

Natal menyatakan kepada kita kemuliaan yang terlalu tinggi untuk dimengerti manusia, tapi sudah dibawa masuk di dalam kerendahan. Membuat kita bisa terkagum-kagum dan menghargainya lebih dari segala sesuatu. Dan mendorong kita dengan sukacita menunjukan, mengabarkan dan bersaksi kepada dunia. Soli Deo Gloria.

Sunday, April 12, 2009

Bangkit? Gak Mungkin!


Bagi orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, kebangkitan sudah menjadi suatu kepastian dan tidak perlu dipertanyakan lagi. Tapi, ketika ingin menyaksikan kebangkitan kepada orang-orang di sekitar kita, soal kebangkitan menjadi sesuatu yang sangat sulit. Siapa yang bisa percaya tentang kebangkitan? Peristiwa kebangkitan menjadi sesuatu yang susah dipercaya...

5 Mereka sangat ketakutan dan menundukkan kepala, tetapi kedua orang itu berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? 6 Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit. Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea, 7 yaitu bahwa Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga."
Lukas 24:5-7


Jika kita membandingkan versi Matius, Markus, Lukas dan Yohanes tentang kebangkitan Yesus Kristus, maka kita pasti akan mengambil kesimpulan bahwa kebangkitan sulit untuk dipercaya. Sekalipun oleh murid-murid yang pernah melihat orang mati dibangkitkan oleh guru mereka.

Murid-murid sudah diberitahukan berkali-kali tentang kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, mereka juga bahkan bukan cuma sekali melihat orang mati dibangkitkan, tetapi tetap saja mereka tidak mengerti dan tidak percaya bahwa Yesus Kristus sudah bangkit sampai malaikat dan Tuhan Yesus sendiri yang menampakkan diri kepada mereka.
Itu sebabnya di zaman ini kalau kita mengharapkan orang-orang bisa percaya kepada kebangkitan Yesus Kristus sepertinya mustahil. Apalagi bertemu dengan orang-orang seperti Tomas yang harus melihat dulu baru percaya.

Tetapi kenapa kita yang tidak melihat, tidak ada malaikat yang datang kepada kita dan bahkan Tuhan Yesus yang datang menampakkan diri, tapi tetap bisa percaya? Ini namanya anugerah. Kita tidak mungkin percaya akan kebangkitan Yesus Kristus, yang tahu itu kebenaranpun sengaja menutupinya (bnd. Mat 24:62-15 imam-imam kepala dan orang-orang Farisi tahu tentang kebangkitan Kristus).
Kita bisa percaya karena pekerjaan Roh Kudus yang menganugerahkan iman membuat kita bisa percaya kesaksian para Rasul dan beriman kepada Yesus Kristus yang mati dan bangkit untuk menebus dosa-dosa kita. Nubuat kematian dan kebangkitan-Nya bisa kita percaya, begitu juga dengan peristiwa kematian dan kebangkitan-Nya.
Kita termasuk orang-orang yang berbahagia karena tidak melihat, namun percaya (Yoh 19:29).

Pertanyaan selanjutnya, kalau berbahagia bisa percaya, terus kenapa? Apa yang harus dilakukan? Perempuan2 yang bertemu dengan malaikat dalam Luk 24, ketika mengerti dan percaya langsung menceritakan kepada murid-murid, yang menganggap cerita itu omong kosong dan mereka tidak percaya kepada perempuan-perempuan itu (Luk 24:10-11). Tapi, memang itu respon yang harus dilakukan; menceritakan tentang kebangkitan Yesus Kristus kepada orang yang tidak percaya dan yang akan menganggapnya omong kosong. Kesaksian yang sia-sia? Tidak! Karena akan ada pekerjaan dari Allah Roh Kudus kepada umat pilihan-Nya, membuat kesaksian yang kelihatannya omong kosong dan sulit dipercaya bisa dimengerti dan bahkan percaya akan kabar baik.

Paskah itu kelihatan omong kosong tapi kenyataan. Tidak mungkin tapi terjadi. Yang kelihatan omong kosong dan tidak mungkin terjadi ternyata punya dampak sangat besar bagi hidup manusia. Kebangkitan bukan hanya memberikan jaminan akan kebangkitan dan hidup kekal. Tapi kebangkitan juga mempunyai kekuatan yang mematikan; mematikan maut dan dosa. Karena maut sudah dikalahkan, dan dosa tidak bisa lagi membawa orang pilihan kepada kematian kekal. Jika Yesus Kristus pernah mati dan bangkit, maka tubuh kita yang akan mati ada jaminan akan bangkit. Jika Yesus Kristus sudah mati dan bangkit mengalahkan kuasa dosa, maka kita ada jaminan untuk bisa mengalahkan dosa.

Berbahagialah orang-orang yang percaya akan kebangkitan Yesus Kristus sekalipun tidak melihat. Hidupnya diubahkan dengan kuasa kebangkitan yang mengalahkan Iblis, maut dan dosa. Yang bisa terus menyaksikan kebangkitan-Nya, berperang melawan dosa, dan punya pengharapan akan kebangkitan tubuh waktu Kristus datang kedua kali. Kematian bukan lagi sesuatu yang mengahalangi, menyakitkan dan menakutkan, sengat maut sudah dipatahkan oleh kebangkitan Tuhan Yesus. Hidup sementara ini bukan untuk kematian tapi untuk hidup yang kekal. Selamat Paskah..

Tuesday, December 16, 2008

Natal Yohanes Pembaptis atau Yesus?

Natal untuk memperingati kelahiran Tuhan Yesus biasanya menjadi suatu perayaan yang penuh kemeriahan. Di seluruh bagian dunia yang merayakan Natal biasanya akan berlangsung meriah. Mungkin krisis global akan mengurangi sedikit kemeriahannya, tapi tetap saja kemeriahan tidak bisa dilepaskan dari Natal. Hari kelahiran soalnya.

Betulkah kemeriahan Natal saat ini seperti Natal pertama yang di Betlehem? Jangan2 selama ini Natal yang terjadi di pegunungan Yehuda yang diikuti..

57 Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan iapun melahirkan seorang anak laki-laki. 58 Ketika tetangga-tetangganya serta sanak saudaranya mendengar, bahwa Tuhan telah menunjukkan rahmat-Nya yang begitu besar kepadanya, bersukacitalah mereka bersama-sama dengan dia.59 Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya,
Luk 1:57-59

Persamaan dan Perbedaan
Maksudnya Natal di pegunungan Yehuda adalah kelahiran Yohanes Pembaptis. Ada perbedaan signifikan antara kelahiran Yohanes dengan Yesus, meskipun ada juga beberapa persamaan.
Kelahiran mereka sama-sama dimulai oleh pemberitahuan dari Malaikat Gabriel, dan sama2 terjadi peristiwa yang luar biasa, meskipun yang terjadi pada Maria lebih tidak mungkin dan hanya terjadi sekali.

Perbedaan utamanya adalah yang ikut merayakan kelahiran mereka. Yohanes dikunjungi oleh tetangga2 dan saudara2 dan mereka ikut bersukacita bersama-sama. Tuhan Yesus dirayakan oleh para malaikat di padang dan yang membuat para gembala datang ke Betlehem dan memuji Allah sedangkan orang2 yang diceritakan peristiwa malaikat dan kelahiran Yesus hanya terheran-heran. Apa karena bukan di Nazaret, jadi tidak ada tetangga dan saudara? Ataukah ada alasan lain kenapa kelahiran Yesus tidak semeriah Yohanes Pembaptis?

Begitu juga pada waktu hari kedelapan harus disunat dan diberi nama, Yohanes banyak dikunjungi orang, sedangkan Yesus hanya bertemu Simeon dan Hana yang bernubuat dan memuji Allah.

Kemeriahan = Sukacita?
Kelahiran Tuhan Yesus seharusnya memberikan sukacita yang besar kepada dunia, tetapi kelahirannya tidak ada yang merayakan dan bersukacita hanya para malaikat. Padahal sukacita itu bagi dunia.

Jangan-jangan ada yang salah dengan sukacita yang diharapkan, karena banyak orang bersukacita pada saat kelahiran Yohanes Pembaptis karena melihat rahmat-Nya yang besar. Sukacita karena apa? Sesuai dengan nama Yohanes, Tuhan itu baik. Jadi, sukacitanya karena kebaikan Tuhan. Bagaimana kalau Tuhan kelihatan tidak baik???

Sedangkan sukacita kelahiran Yesus, dasarnya bukan hanya kebaikan Tuhan. Memang Tuhan baik karena mau datang menyelamatkan umat-Nya, tapi sukacita karena ada pembebasan dari dosa dan Tuhan datang sebagai Raja untuk memerintah umat-Nya yang tanpa gembala dan tidak menentu hidupnya.

Itu sebabnya Natal sekarang ini bukan dirayakan seperti kemeriahan ulang tahun yang merupakan praktek dari orang yang tidak mengenal Allah; tapi Natal dirayakan dengan sukacita karena penebus yang dijanjikan datang, dan penuh kekaguman atas karya Allah yang luar biasa.

Dunia selama ini hanya memanfaatkan Natal dengan segala kemeriahannya untuk mendapatkan keuntungan. Gerejapun tidak ketinggalan dengan berbagai perayaannya yang meriah dan menguras pikiran, waktu, tenaga dan uang. Semuanya ingin menawarkan makna Natal yang sejati. Pertanyaannya, betulkah ada makna Natal yang sejati dalam perayaan2 itu?

Natal dan Kesaksian
Natal sekarang ini seharusnya bukan diisi seperti kemeriahan didalam Natal (baca kelahiran)Yohanes Pembaptis, tetapi diisi dengan kesaksian tentang Kristus seperti yang dilakukan oleh para malaikat (Luk 2:9-14), gembala2 yang menceritakan tentang Yesus (Luk 2:17-18), begitu juga yang dilakukan oleh Simeon dan Hana yang memuliakan Allah dan menyaksikan Yesus (Luk 2:35-38).

Natal juga bukan hanya menyaksikan kebaikan Tuhan kepada manusia; ini hanya pendahuluan, sama seperti Yohanes Pembaptis yang mendahului Yesus Kristus. Natal yang sesungguhnya menyaksikan Tuhan yang menyelamatkan. Itu sebanya tidak perlu kemeriahan dan perayaan-perayaan palsu (atau KKR?) yang ditawarkan oleh gereja2 dan persekutuan2 demi untuk mendapatkan jemaat yang lebih banyak ataupun persembahan yang lebih banyak meskipun dimulut berbicara agar lebih banyak orang yang mendengarkan Injil!?

Jika betul-betul mau merayakan Natal Yesus Kristus maka setiap hari (bukan hanya pada saat perayaan ataupun KKR) Yesus Kristus disaksikan kepada dunia. Lebih dari 90% yang datang ke perayaan Natal atau KKR adalah orang Kristen, tapi lebih dari 70% orang yang kita temui sehari2 adalah bukan orang yang percaya kepada Kristus (persen2an ini hanya perkiraan). Adakah Ia disaksikan dalam hidup kita sehari2? Adakah Natal Yesus Kristus diingat dan dirayakan?
Jika betul Kristus disaksikan, maka kita akan melihat sukacita Natal yang sejati ketika umat Tuhan kembali kepada-Nya dan tunduk kepada Sang Raja... Semoga kita bisa melihat sukacita sejati yang ada di Betlehem waktu itu...

Monday, December 1, 2008

Bersyukurlah

Dalam keadaan krisis, biasanya rumah-rumah ibadah akan bertambah dengan orang-orang yang kelihatan lebih bersungguh2 ibadah. Motivasi untuk beribadah sulit untuk ditebak, karena hati manusia siapa yang tahu. Tetapi umumnya orang datang beribadah dan berdoa demi untuk mendapatkan berkat dari Pencipta. Seandainya semua keinginan dan permintaan mereka dikabulkan Tuhan, berapa banyak yang akan kembali dan bersyukur sama seperti waktu berdoa dan meminta?
Sedikit sekali! Kebanyakan akan kembali lagi untuk meminta kebutuhan2 yang lain lagi. Beginikah hidup dari orang beriman?

...15 Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, 16 lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. 17 Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? 18 Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?"....
Luk 17:11-19

Cerita dari Lukas ini sedikit aneh, karena sekali lagi berhubungan dengan orang Samaria yang disembuhkan dari kustanya, yang justru hanya sendirian kembali untuk mengucap syukur. Yang lebih aneh lagi, justru respon dari Tuhan Yesus, "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?"

Mengapa Tuhan Yesus menuntut 9 orang Yahudi yang disembuhkan dari kustanya untuk bersyukur dan memuliakan Allah? Seberapa pentingkah mengucap syukur dan memuliakan Allah?

Mengapa Kita tidak Bersyukur?
Alkitab tidak menjelaskan kenapa 9 orang Yahudi yang sudah sembuh tidak kembali kepada Yesus untuk bersyukur. Kita bisa menebak ada banyak kemungkinan. Tapi yang lebih penting adalah bagaimana kita menjawab pertanyaan itu yang diaplikasikan kepada kita. Mengapa kita tidak bersyukur?

Waktu meminta kepada Tuhan, kita biasanya suka berkali2 dan pikiran kita hanya tertuju kepada apa yang menjadi tujuan dan permintaan kita. Begitu mendapatkannya, kita lupa dengan yang Sang Pemberi, karena tujuan kita memang hanya pada pemberian itu. Banyak orang terlalu sibuk dan bahagia(?) dengan pemberian Tuhan dan melupakan Sang Pemberi. Itulah sebabnya hanya sedikit yang betul2 kembali kepada Tuhan dan bersyukur. Orang yang betul2 bersyukur seharusnya memiliki keinginan dan intensitas yang sama seperti waktu meminta dan akan makin mengenal Sang Pemberi.

Selain itu, kebanyakan orang lupa bersyukur karena memiliki keinginan yang lain lagi. Sesudah mendapatkan yang satu, biasanya dalam keserakahan dan ketidakpuasan, manusia menginginkan yang lain lagi dan yang dianggap lebih baik. Itulah sebabnya, sekalipun kembali kepada Tuhan, ternyata bukan untuk mengucap syukur yang menjadi tujuan, tapi justru permohonan dan permintaan yang baru. Kapan Bersyukur?

Mengapa Bersyukur?
Orang yang bisa bersyukur biasanya adalah orang yang merasa tidak layak mendapatkan apa yang diberikan kepadanya. Misalnya orang Samaria yang sakit kusta itu. Sekalipun ia ikut berteriak kepada Yesus, seharusnya ia tahu tidak layak mendapatkan kesembuhan itu. Berbeda dengan orang2 Yahudi yang merasa berhak sebagai bangsa pilihan dan keturunan Abraham.
Jika kita mengerti bahwa hidup seluruhnya adalah anugerah dan pemberian dari Allah yang kita tidak layak menerimanya, maka kita pasti akan bersyukur. Kita layaknya hidup dalam penderitaan, penganiayaan dan mati masuk neraka. Semua kesempatan dan berkat yang kita dapatkan adalah anugerah. Kenapa tidak bersyukur dan memuliakan Allah selama masih hidup?

Apalagi kalau Tuhan sudah memberikan banyak peristiwa luar biasa terjadi dalam hidup kita. Bukankah seharusnya kita lebih bersyukur lagi?
Biasanya dalam kesulitan2 dan krisis yang besar, ada banyak pekerjaan Tuhan yang luar biasa yang ditunjukkan Tuhan. Itu sebabnya dalam keadaan krisis sekalipun, selain bersyukur atas anugerah keselamatan dan pemeliharaan-Nya, kitapun memiliki kemungkinan untuk lebih bersyukur lagi melihat karya2 Tuhan yang luar biasa dalam sejarah. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak bersyukur...

Selain itu, bersyukur akan membuat kita puas dan memuliakan Allah. Orang yang bersyukur akan melihat Tuhan sebagai Sang Pemberi dan akan belajar mempergunakan semua pemberian untuk menikmati dan memuliakan-Nya. Kepuasannya bukan hanya di dalam pemberian dan berkat2-Nya, tapi justru di dalam pertemuan dan relasi dengan Sang Pemberi. Itu sebabnya orang yang bersyukur akan mempunyai kerinduan yang lebih besar untuk memuliakan Sang Pemberi dan bukan kerinduan untuk memanfaatkan-Nya demi keegoisan dan keuntungan pribadi sebesar-besarnya.

Berbahagialah orang-orang yang kembali kepada Yesus Kristus untuk bersyukur, memuji dan memuliakan Allah. Soli Deo Gloria.

Friday, April 11, 2008

Mencintai yang paling dibenci

Kemarin siang habis kotbah dari satu sekolah Kristen, bingung mau pulang naik apa. Taksi yang diminta nunggu, ga mau nunggu. Baru kali ini dapat taksi yang sombong, padahal argonya dihidupin dan pasti saya bayar lebih. Kesal juga.
Memang bisa telpon Blue Bird. Tapi karena lagi telpon, jadinya jalan aja ke jalan besar, kira2 100m. Sampai di jalan besar, ada pilihan untuk naik taksi atau naik ojek (yang mungkin lebih mahal). Siang kemarin panas banget, tapi anehnya saya pilih naik ojek. Sudah lama ga naik ojek. Pas tanya harganya, beda tipis dengan taksi. Tanpa tawar lagi, langsung bayar dan naik ojek.
Sesudah ngobrol2 dengan tukang ojeknya, baru sadar kalau pernah naik ojek yang sama. Tukang ojeknya, bapak yang sederhana, sudah belajar semua agama dan mengaku pluralis. Menurut dia, semua agama itu baik. Dia jelaskan kebaikan Kekristenan seperti apa, Budha, Islam, bahkan kepercayaan2 lain. Siang ini dia mencoba menjelaskan banyak hal tentang hidup yang sukses. Jadi lebih tertarik, karena yang ngomong tukang ojek, yang menurut ukuran dunia tidak sukses.
Tapi yang paling menarik, ketika dia ngomong kalau salah satu rahasianya adalah mencintai yang paling dibenci!!! Jadi ingat Lukas 10:25-37.

25 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"...
29 Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?"...
31...seorang imam..
32..seorang Lewi..
33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan...
36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" 37 Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"
Lukas 10:25-37

Pelajaran mencintai adalah pelajaran yang tidak akan ada habis-habisnya dibicarakan dan dipelajari. Semua orang bisa mencintai. Tapi, bagaimana dengan mencintai orang yang paling dibenci?
Ahli Taurat yang datang kepada Tuhan Yesus merasa dirinya sudah benar dan sudah melakukan setiap yang tertulis dalam Taurat, bahkan juga mungkin sudah melakukan aturan2 yang ada dalam penafsirannya. Maka dengan motivasi ingin membenarkan diri, ia menguji Tuhan Yesus dan ingin membuktikan bahwa ia benar dengan perbuatannya dan tidak membutuhkan Tuhan Yesus untuk keselamatan hidupnya. Ia juga merasa sudah melakukan inti dari Taurat, yaitu mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama. Untuk membuktikan bahwa ia sudah mengasihi sesamanya, kembali bertanya kepada Tuhan Yesus tentang siapa sesamanya. Dalam pikiran ahli Taurat, mungkin sesamanya adalah orang Yahudi, lebih khusus lagi para imam dan orang Lewi.
Diluar dugaan, tokoh sentral dalam perumpamaan tentang siapakah sesamaku manusia, bukanlah imam, orang Lewi, yang mungkin dipikirkan oleh sang ahli Taurat. Tapi, orang Samaria yang begitu dibenci oleh orang Yahudi. Ia yang menunjukkan belas kasihan kepada orang yahudi yang dirampok habis-habisan. Seharusnya jawaban si ahli Taurat terhadap pertanyaan Tuhan Yesus, "Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" Seharusnya dijawab oleh ahli Taurat, "Orang Samaria" Tapi, si ahli Taurat tidak mau menjawabnya. Ia tidak mau mengakui bahwa sesama manusia dari orang Yahudi adalah orang Samaria. Ternyata si ahli Taurat tidak bisa mengasihi orang yang paling dibenci, sekalipun orang itu sudah melakukan kebaikan terhadap orang Yahudi. Bagaimana dengan orang Samaria yang berbuat jahat kepadanya, bisakah ia mengasihinya?
Kitapun sama dengan si ahli Taurat. Seringkali kita merasa sudah sangat baik dalam mengasihi. Sampai kita berhadapan dengan ujian untuk mengasihi orang yang paling kita benci, bisakah kita melakukannya?
Sesungguhnya dalam Kristus kita sanggup melakukannya. Karena kasih seperti itu yang sudah Tuhan tunjukkan kepada kita. Ketika berbicara tentang penebusan, biasanya kita hanya menekankan pada kasih Kristus kepada kita, tapi jarang menekankan kepada kebencian Allah terhadap dosa kita, yang membuat penderitaan Tuhan Yesus harus seberat itu. Ia pasti lebih membenci dosa2 dan kejahatan2 kita dibandingkan dengan kita membenci dosa dan kesalahan orang lain, tapi Ia mau datang ke dunia, menderita, mati, dan bangkit untuk menyelamatkan kita. Sehingga kita yang mati dalam dosa bisa bangkit dan mengasihi dengan kasih dari Tuhan, bahkan mengasihi orang yang paling kita benci. Semoga ditengah dunia yang penuh kebencian dan balas dendam, masih ada orang-orang percaya yang diberi anugerah untuk mengasihi, seperti Kristus yang sudah mengasihi kami yang seharusnya sangat dibenciNya dan tidak layak dikasihiNya.
Terima kasih Tuhan untuk bapak tukang ojek yang sudah Engkau kirim untuk mengingatkan tentang mengasihi. Jadi mengerti kenapa kemarin harus naik ojek.

Tuesday, October 23, 2007

Facing Narcissism

Narcissism atau mencintai diri sendiri, menjadi salah satu produk yang paling disukai manusia berdosa zaman ini. Sadar atau tidak sadar manusia sangat mencintai diri sendiri, meskipun yang ditunjukkan setiap orang bisa berbeda-beda. Akarnya tetap sama, berpusat pada manusia dengan segala kesombongannya.
Hal yang sama juga menjadi pergumulan dari orang2 Kristen yang mendapatkan berkat dan anugerah yang besar. Dan seringkali menjadi impian dari orang-orang Kristen yang mengharapkan dapat berkat2 yang besar. Bahkan orang-orang yang dipakai Tuhan menjadi seorang Hamba dengan segala berkat dan anugerahNya seringkali melupakan statusnya sebagai Hamba, ketika mendapatkan berbagai macam kelimpahan dan berkat.

Di suatu hari minggu, sesudah berkhotbah beberapa kali di suatu gereja dan ingin berpamitan dengan Gembala dari gereja itu, sang Gembala yang sangat senior, terkenal dan rendah hati itu kemudian mengucapkan banyak2 terima kasih karena sudah membantu pelayanan di situ. Tiba-tiba saya teringat dengan satu bagian firman Tuhan, yang langsung saya katakan (hanya ayat terakhir yang saya katakan, karena saya percaya sang Gembala tahu konteksnya) dan kemudian disetujui oleh sang Gembala.

7 "Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! 8 Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum. 9 Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? 10 Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."
Luk 17:7-10

Waktu membaca bagian firman Tuhan ini pertama kali, saya merasa ada yang kurang fair. Sang Budak yang sudah kerja keras, seharusnya mendapatkan apresiasi. Eh, malahan disuruh kerja lagi dan tanpa ucapan terima kasih. Selain itu, tidak perlu membanggakan apa yang dikerjakannya sehingga harus dipuji oleh tuannya. Perasaan dan pemikiran kurang fair ini muncul karena dipengaruhi oleh zaman ini yang menekankan cinta kepada diri yg berlebihan. Manusia merasa dirinya sangat berguna dan harus selalu dihargai oleh siapapun. Apa yang kita lakukan dan kerjakan harus diapresiasi oleh orang lain. Itu sebabnya, pengamen2 yang di bis kota ataupun di lampu2 lalu lintas seing memaksa orang-orang untuk menghargai apa yang sudah dikerjakannya dengan cara memberi uang.

Cara yang sama ditunjukkan oleh beberapa hamba Tuhan yang terkenal. Suka sekali menunjukkan kehebatan2nya, membandingkan dengan hamba Tuhan atau orang2 lain dan menunjukkan rekor-rekor yang sudah dicapai. Ada yang membanggakan banyaknya orang yang sudah mendengarkan kotbah2nya, banyaknya orang yang sudah bertobat melalui dirinya, disembuhkan, banyaknya gereja yang sudah didirikannya, banyaknya jemaat dan begitu banyak alasan yang dipunyai untuk menunjukkan pencapaiannya. Masalahnya, bukankah itu semua anugerah Tuhan? Siapa yang memberikan firman sehingga bisa keluar dari mulut seorang Hamba Tuhan? Siapa yang menggerakkan orang untuk mendengarkan firman? Siapa yang mengubah hati seseorang untuk percaya kepada Yesus Kristus? Siapa yang sesungguhnya membangun gereja dan memeliharanya?

Kalau semuanya anugerah Tuhan, kenapa ada hamba-hamba Tuhan yang terlalu membanggakan semuanya itu, seolah-olah semuanya berasal dari dirinya sendiri dan merupakan usahanya sendiri. Ada hamba-hamba yang merasa dirinya terlalu berguna dan terlalu hebat di dalam Kerajaan Allah. Ini namanya kacang lupa kulit, narcist!!! Sama seperti Daud yang ingin membantu Tuhan dengan mendirikan rumah bagi Allah (2 Sam 7). Jawaban dari Tuhan mengingatkan Daud siapa dirinya yang hanyalah gembala yang tidak berarti dan kemudian diurapi oleh Tuhan.

Apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus justru mengingatkan posisi dan tugas seorang Hamba. Diangkat menjadi Hamba adalah belas kasihan dan kemurahan Allah (2 Kor 4:1). Diberikan talenta dan pekerjaan, itupun pemberian Sang Tuan yang akan datang kembali (Mat 25:14-30). Tidak ada orang yang terlalu hebat dan mengerjakan melebihi kapasitas dan kemampuannya, yang ada biasanya kurang maksimal. Kalau bisa maksimal mengerjakan dan mengembangkan talentanya, bukankah yang harus ditinggikan dan dimuliakan adalah Sang Pemberi yang juga memberikan kekuatan dan menyertai sehingga sang hamba bisa melakukan semuanya!? Mengapa justru banyak orang mencuri kemuliaan Allah?

Seharusnya budak berterima kasih kepada Sang Tuan ketika bisa menyelesaikan tugas-tugasnya dan bukan Sang Tuan yang harus berterima kasih. Karena sang budak telah diberikan segala sesuatu oleh Sang Tuan. Sang budak hanyalah budak yang tidak berguna jikalau tidak diberikan pekerjaan oleh Sang Tuan. Dan kalau sang budak hanya menyelesaikan apa yang harus dilakukan, dimana kehebatannya? Apakah sang budak sudah melakukan seluruh pekerjaan Sang Tuan?

Tidak ada pekerjaan dan pelayanan yang terlalu besar dan terlalu hebat yang sudah kita lakukan sehingga Tuhanpun harus berterima kasih kepada kita. Tidak ada rekor yang terlalu hebat yang sudah kita ciptakan dibandingkan dengan segala anugerah, talenta dan kemampuan yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Kita hanyalah hamba-hamba yang tidak berguna dan hanya melakukan apa yang harus kita lakukan. Sang Tuanlah yang begitu hebat dan luar biasa, tanpa Dia kita tidak ada artinya. Soli Deo Gloria.

Wednesday, March 28, 2007

Pengalaman Neraka

Pengalaman berada di dalama neraka pastilah tidak enak. Banyak orang yang tidak percaya kepada Allah justru menyukai neraka, karena berpikir bahwa mereka bebas melakukan dosa-dosa yang mereka sukai. Mereka tidak bisa melihat penderitaan dan kesulitan yang akan dialami di dalam api neraka. Konsep tentang dosa dan murka Allah tidak ada di dalam pikiran orang-orang seperti itu. Kalau di dalam dunia ini, perbuatan yang salah dihukum dan bahkan di penjara dengan segala keterbatasan, mungkinkah di dalam neraka orang-orang berdosa akan mendapatkan segala keinginannya? Apakah mereka bisa bebas berbuat dosa? Apakah mereka menganggap sepi murka Allah dan api neraka yang harus ditanggung? Seharusnya pengalaman neraka di atas kayu salib bisa dimengerti oleh mereka.

Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci :"Aku haus!"
Yoh 19:28

Membaca dan membayangkan kalimat Tuhan Yesus yang berkata tentang rasa hausNya, sebagian berpikir bahwa Tuhan Yesus kekurangan cairan. Berjam-jam di salib, sesudah dianiaya selama berjam-jam, memang seharusnya terjadi dehidrasi. Tetapi rasa haus ini seharusnya adalah rasa haus yang berbeda. Tuhan Yesus tidak secengeng itu, setelah melewati penderitaan dan penganiayaan yang tiada taranya, apakah mungkin Ia berubah menjadi cengeng dan minta minum?

Selain itu sebagian juga melihat bahwa kalimatNya hanya untuk menggenapkan nubuat yang ada di dalam Perjanjian Lama. Memang benar kalimat itu adalah penggenapan dari Mazmur 69:22 (ay.21 dlm versi bhs Inggris). Pertanyaannya, apa hubungannya dengan penyaliban Kristus? Hanya sekedar penggenapan dan tidak ada arti sama sekali dengan rencana penebusan?

Saya mencoba menafsirkan dengan cara berbeda, selain berbicara tentang penggenapan nubuat PL (meskipun mungkin bisa jatuh ke dalam alegoris).

Hausnya Tuhan Yesus adalah haus yang berbeda dengan haus yang biasa dialami oleh orang-orang yang disalib. HausNya disebabkan karena meminum cawan murka Allah. Lho? Minum , ko haus? Karena cawan murka Allah yang diminum adalah sebagian dari neraka. Saya membayangkan bahwa bagian orang-orang pilihan yang harus ditanggung di dalam neraka, itulah yang ditanggung dan diminum oleh Tuhan Yesus. bayangkan api neraka yang harus diminum dan ditanggungNya. Ini merupakan pengalaman neraka yang tiada taranya, membuat Tuhan Yesus seharusnya mengalami kehausan yang tiada taranya juga. Kita bisa membandingkannya dengan pengalaman orang kaya di dalam cerita orang kaya dan Lazarus (Luk 16:24). Orang kaya yang berada di dalam neraka meminta kepada Abraham agar menyuruh Lazarus mencelupkan jarinya ke dalam air dan memberikan kepadanya. Kehausan seperti apa yang dialami orang kaya itu di dalam nyala api itu? Kristus mengalaminya berkali-kali lipat.

Kalimat "Aku Haus" juga mengingatkan kita apa yang akan terjadi terhadap orang-orang yang melawan Allah. Kalimat itu akan menjadi teriakan mereka selama-lamanya. saat mereka harus menanggung dosa-dosa mereka sendiri di dalam api neraka.
Mengingatkan kita juga, bahwa ada banyak orang pilihan yang masih hidup dalam dosa, sedang berada dalam kehausan. Kita sekarang tidak berada di dalam kehausan itu lagi. Kristus sudah menanggungnya untuk kita, seharusnya kita juga membawa sang Air Hidup yang bukan hanya menanggung kehausan kita, tetapi juga memberikan jaminan Air Hidup yang kekal yang memuaskan hidup kita sampai selama-lamanya.

Apakah Anda termasuk orang yang berada di dalam kehausan? Belajarlah dari perempuan Samaria yang merasa mempunyai air, tetapi sesungguhnya kehausan. Sampai bertemu dengan Tuhan Yesus yang adalah Air Hidup, maka ia bisa dipuaskan.

Tuesday, March 20, 2007

Mujizat masih berlangsung?

Berada di dalam kesulitan yang terus-menerus, selalu ada masalah ataupun tidak ada jalan keluar dalam hidup ini, maka banyak yang melihat bahwa mujizat adalah jalan keluarnya. Mujizat membuat yang tidak mungkin dan menjadi mungkin. Dalam hidup manusia sangat menginginkan terjadi mujizat, khususnya kalau sudah merasa tidak sanggup lagi. Itu sebabnya berbagai tawaran untuk mendapatkan mujizat dalam sakit-penyakit, dalam kerja, dan dalam keseluruhan hidup, menjadi tawaran yang sangat menarik bagi agama dan kepercayaan apapun. Betulkah hanya mujizat yang bisa menjadi jalan keluar dari seluruh kesulitan hidup manusia, khususnya kalau kita melihat apa yang sedang terjadi di Indonesia saat ini? Saya ingin merenungkan pengertian mujizat di atas kayu salib. Adakah mujizat di atas kayu salib?

8 Ada juga tulisan di atas kepala-Nya: "Inilah raja orang Yahudi". 39 Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!" 40 Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: "Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? 41 Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah." 42 Lalu ia berkata: "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." 43 Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."
Luk 23:38-43

Lukas menggambarkan bagaimana keadaan awal ketika Yesus Kristus di salib. Doa untuk orang-orang yang membuat diriNya di salib, tetapi kemudian caci-maki, hujatan dan hinaan dari orang-orang yang ada di situ. Di ayat 38, Lukas menyimpulkan hinaan itu dengan menuliskan apa yang ada di atas kepala Yesus Kristus, "Inilah Raja orang Yahudi." Apakah orang-orang yang menyalibkan Tuhan Yesus mengakui bahwa Ia adalah Raja? Tentu saja, tidak! Karena itu hanyalah hinaan.
Tetapi yang menarik, Lukas melanjutkan bahwa ada orang yang mengakui Yesus sebagai Raja. Sebelum membahas akan hal itu, mari kita lihat dulu ayat 39. Di dalam ayat ini, seorang penjahat yang ikut di salib bersama-sama Tuhan Yesus, ikut-ikutan menghina Tuhan Yesus. Kalau kita perhatikan kalimat penjahat itu, maka kita akan kaget. Penjahat itu mengatakan bahwa Tuhan Yesus adalah Kristus (yang diurapi), sehingga seharusnya bisa menyelamatkan diriNya sendiri dan tentu saja sang penjahat. Iman dan pengetahuan teologi dari penjahat ini ternyata cukup baik. Apa sih yang jadi permintaan (lebih tepat dalam kesomobongannya memerintah Tuhan Yesus) dari penjahat ini berdasarkan iman dan pengetahuan teologinya? Hanya meminta mujizat di atas kayu salib. Saya membayangkan bahwa yang diminta oleh sang penjahat, paku2 tercabut dari tangan Tuhan Yesus dan dari penjahat2 yang di salib, kemudian mereka terbang dan turun dari salib perlahan-lahan. Sementara para prajurit satu persatu di bunuh. Apakah mujizat itu yang dilakukan oleh Tuhan Yesus? Bukan!
Bukankah Tuhan Yesus sanggup melakukannya dan sang penjahat itupun tahu dan mengakuinya? Tetapi bukan mujizat seperti itu yang akan ditunjukkan di atas kayu salib. Lho, ada mujizat lain? Bagi saya ada! Kalau perhatikan dari ayat 40-42, kita bisa melihatnya. Penjahat yang lain yang sedang berada di atas kayu salib justru menegur sang penjahat itu, kemudian mengakui dan menyadari keberdosaannya serta memberikan pengakuan dan permintaan yang luar biasa, "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." Ia tidak meminta mujizat, karena ia sudah mengalami mujizat. Seorang penjahat mengakui dosanya, dan menyadari bahwa Tuhan Yesus yang adalah Raja yang akan datang kembali yang bisa menyelamatkannya. I a tidak meminta sang Raja untuk melepaskan dari kesulitannya saat itu, meskipun ia juga beriman bahwa sang Raja pasti mampu melakukannya. Ia tetap menghadapi kesulitan yang harus dihadapi (menurut saya dengan sukacita karena ia sudah mengenal Tuhan Yesus), menjalaninya dengan harapan yang pasti pada kekekalan. Mujizat yang dilakukan Tuhan Yesus di atas kayu salib melebihi dari mujizat-mujizat air menjadi anggur, memberi makan 5.000 ribu orang, menyembuhkan dan membangkitkan orang mati. Karena mujizat di atas kayu salib, mengubah hati seorang penjahat, membangkitkannya dari kematian atas dosa-dosa dan memberikan hidup yang kekal. Wow! Dan sang penjahat beriman bukan karena melihat mujizat atau sang Raja dalam kemegahannya seperti para Kaisar Romawi. Yang dilihat adalah Yesus Kristus yang tersalib, tetapi dengan iman ia bisa melihat apa yang tidak kelihatan dan tidak bisa dilihat orang-orang berdosa (yang menganggapnya sebagai hinaan), yaitu Raja yang akan datang kembali.
Penjahat yang pertama tidak dijawab oleh Tuhan Yesus, tetapi untuk penjahat yang kedua justru mendapat anugerah yang luar biasa. Hari ini juga bersama-sama dengan Tuhan Yesus di dalam Firdaus. Anugerah di dalam kekekalan. Sang penjahat bukan berpusat kepada keadaan, tetapi kepada pribadi Kristus dan ia mendapatkan anugerah bersama-sama dengan Kristus di dalam Firdaus. Sebenarnya, apa yang lebih dibutuhkan oleh manusia? Keadaan berubah sesuai dengan keinginannya dan mengorbankan apa saja yang penting kita untung, enak dan baik-baik menikmati segala sesuatu? Ataukah terus berelasi dengan Allah kita yang menjadi sumber dari segala sesuatu? Bersama-sama dengan Kristus akan membuat hidup dalam keadaan apapun tetap menjadi suatu keadaan yang berlimpah dan penuh sukacita. Sementara hidup yang hanya berpusat pada keadaan dan memanfaatkan Tuhan, maka hidup akan menjadi hidup yang sulit dan menyedihkan. Karena keadaan akan terus berubah dan tidak ada satupun dalam hidup ini yang bisa memuaskan hidup manusia. Semuanya, kepuasan sementara dan bukan kepuasan kekal. Maka, mujizat seperti ini yang diperlukan oleh manusia di dunia ini, khususnya di Indonesia. Mujizat yang membuat manusia berpusat kepada pribadi Allah dan bukan pada keadaan.
Indonesia tidak bisa hanya mengharapkan mujizat dari IMF. Bangsa ini tidak bisa bermimpi bahwa program MDGs bisa melepaskan dari kemiskinana dan kesulitan yang terjadi. Bangsa ini sudah berada di dalam jurang yang paling dalam, tetapi masih seperti penjahat yang menyuruh Tuhan segera melepaskan dari kesulitan ini. Tiada hari tanpa berita korupsi (padahal ini hanya gunung es). Kesulitan Lapindo tidak ada jalan keluar. Negara penghasil beras sekarang kekurangan beras (dimana-mana ada demo harga beras). Musibah dan bencana alam sepertinya tidak pernah berhenti, sementara para elite politik sibuk memanfaatkan rakyat dan agama untuk tujuan kekuasaan. Banyak yang sudah menyerukan pertobatan, tetapi bangsa ini tidak mengerti lagi bagaimana harus bertobat. Kita butuh mujizat. Bukan meminta dan menyuruh Tuhan langsung mengubahkan seluruh keadaan dan krisis yang ada. Tetapi, yang perlu diubahkan adalah hati kita. Dari dalam hati kita mengakui bahwa hanya Tuhan Yesus yang bisa memberikan harapan. Dan di dalam ketidakberdayaan, mari kita minta anugerah Tuhan untuk menguatkan kita menghadapi seluruh kesulitan ini dan belajar dari segala kesalahan untuk bekerja keras memuliakan Allah.
Orang-orang yang bisa melihat Yesus sebagai Raja yang akan datang kembali adalah orang-orang yang bisa melihat visi dunia ini, apa yang akan terjadi dengan dunia ini dan bagaimana seharusnya kita menguasai dan menaklukkan dunia ini bukan hanya untuk kenikmatan diri sendiri tanpa memikirkan orang-orang lain dan Tuhan, tetapi justru sebagai bagian untuk memelihara dunia ini dan menggenapkan rencana Allah.
Semoga lebih banyak orang di bangsa ini yang betul-betul mengakui keberdosaan dan keterbatasan dirinya, serta mengakui bahwa sang Raja yang bisa menolong kita untuk menghadapi kesulitan ini, menanggung apa yang harus ditanggung dengan anugerah kekuatan dari Allah, dibukakan visi kepada kekekalan dan mengerjakan segala sesuatu dalam kesementaraan ini untuk menggenapi kehendakNya dan bagi kemuliaanNya.

At the cross, at the cross where I first saw the light,
And the burden of my heart rolled away,
It was there by faith I received my sight,
And now I am happy all the day!


Isaac Watts


Click di sini untuk lihat seluruh syair dan lagunya

Wednesday, March 14, 2007

Too Much Love Will Kill You

Hari ini melihat dua berita yang sudah biasa terjadi di dalam dunia yang berdosa, tetapi sekali lagi menjadi sesuatu yang harus dipikirkan kembali dengan pertanyaan, WHY? Berita pertama, tentang seorang Polisi yang membunuh atasannya dan akhirnya ditembak mati, karena diduga tidak menerima dirinya dipindahkan ke tempat lain (yang mungkin menurutnya kurang baik!?). Berita yang kedua, seorang Ibu membunuh empat anaknya yang masih kecil-kecil dengan mencampur potasium dengan susu, kemudian sang ibu bunuh diri. Alasannya, karena tekanan ekonomi yang begitu berat dan seorang anaknya gagal ginjal, sehingga harus cuci darah setiap minggu. Sebenarnya, masih banyak peristiwa yang terjadi di dalam dunia ini, bahkan lebih buruk dan bervariasi dan tentu saja lebih kejam yang pernah terjadi, sedang dan akan terjadi. Mengapa semua ini terjadi? Tulisan ini tidak akan membahas tentang bunuh diri, tetapi ingin menunjukkan dua hal yang berbeda dalam menyerahkan nyawa kepada Tuhan.

"Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Luk 23:34)
“Ya Bapa, ke dalam tanganMu kuserahkan nyawaKu” (Luk 23:46)

Ada persamaan dan perbedaan yang signifikan antara peristiwa yang saya sebutkan di atas dengan kematian Tuhan Yesus di atas kayu salib. Sama-sama melibatkan cinta dan sama-sama menyerahkan nyawa sendiri kepada Allah. Tetapi, ada perbedaannya yang signifikan. Kejadian-kejadian yang berakibat pada bunuh diri didasarkan kepada cinta diri yang berlebihan dan menurut bahasa psikologinya mengakibatkan depresi yang berlebihan. Yang ujung-ujungnya adalah menyerahkan nyawanya. Di atas kayu salib, Tuhan Yesus juga menyerahkan nyawaNya, tetapi bukan untuk cinta diriNya, tetapi justru karena kasihNya kepada Bapa dan untuk membangkitkan banyak orang yang mati dalam dosa untuk hidup penuh harapan.
Apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus seringkali disalahmengerti. Sebagian orang berpikir, bahwa yang namanya kasih adalah sekedar kerelaan mengampuni dan menerima apa adanya. Doa Tuhan Yesus yang meminta pengampunan kepada Bapa atas dosa-dosa orang pilihan, sebenarnya melibatkan pengorbanan. Ketika Tuhan Yesus berkata, "Ampunilah mereka" saat itu juga Ia sedang menyerahkan diriNya sebagai gantinya. Jadi, kalimat itu bukan hanya berarti ampuni mereka, tetapi juga berbunyi,"Ini Aku, hukumlah Aku" atau yang keluar dari kalimat terakhir di atas kayu salib, "Ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu" Doa dan perbuatan yang bukan bersumber dari keegoisan yang melihat segala sesuatu hanya untuk diri sendiri dan juga bukan perbuatan yang berusaha untuk menolong orang lain tetapi mengorbankan orang lain (seperti Ibu yang membunuh anaknya sendiri utk melepaskan mereka dari penderitaan). Melainkan perbuatan yang menyerahkan diri untuk membuat manusia sadar akan kematian di dalam dosa-dosanya dan dibangkitkan untuk hidup yang bukan berpusat pada dirinya dan masa depan serta mimpinya yang palsu. Manusia dibangkitkan untuk hidup bagi Allah dan untuk masa depan yang sejati, di dalam kekekalan.
Dalam doaNya, Tuhan Yesus menyatakan bahwa manusia tidak tahu apa yang diperbuatnya. Dalam kalimat saya, manusia terlalu sok tahu dengan segala sesuatu. Mengandalkan kemampuannya, kekayaannya, otaknya, teknologi dan segala sesuatu yang sebenarnya adalah anugerah dan kesempatan dari Tuhan; dan dengan sombongnya menantang dunia dan Tuhan sendiri, seolah-olah dirinya sudah sangat hebat dan bisa melakukan segala sesuatu. Sebenarnya, kalau manusia sedikit pinter saja, silahkan belajar sejarah dan lihat apa yang sudah terjadi terhadap orang-orang yang seperti itu. Akh.., tetapi manusia teralu hebat untuk mengerti itu dan mungkin bisa merubah banyak hal dalam sejarah!? Banyak manusia yang hidup di dalam bayang-bayang, mimpi dan keinginan2 yang tidak pernah terwujud. Sampai pada akhir hidupnya, semua orang akan menyadari bahwa apa yang dikejar dalam hidup ini, hampir semuanya sia-sia. Tetapi, di masa muda dan di masa jayanya, manusia merasa tahu apa yang dilakukannya. Doa Tuhan Yesus adalah untuk orang-orang pilihan yang berdosa dan terlalu sok tahu, agar ada pengampunan dan perubahan dalam hidup orang-orang seperti ini. Sesungguhnya, sedikit saja anugerah Tuhan diambil dari orang-orang yang sok tahu, maka kemungkinan besar hidup mereka akan diakhiri dengan depresi dan bunuh diri. Sejarah sudah mencatat banyak kejadian tentang hal ini. Orang-orang yang sangat kaya dan terkenal, politisi, artis, musisi, olahragawan dan berbagai profesi lainnya, mengakhiri hidupnya dengan depresi dan bunuh diri. Mengapa orang-orang yang mendapatkan begitu banyak anugerah dalam hidupnya tidak mengakhiri hidupnya dengan penuh inspirasi kepada banyak orang, membuat orang-orang yang sudah tidak mempunyai harapan memiliki harapan kembali, dan bukan itu saja, tetapi ingin hidup lagi untuk melayani sesama dan memuliakan Allah? Ketika manusia yang terlalu sok tahu, sangat mencintai diri sendirinya menemukan bahwa apa yang dimimpikannya jauh dari harapan dan keinginannya dan bahkan mempermalukan dan menyakitkan dirinya, maka hidup seolah-olah sudah berakhir. Meminjam judul lagunya Queen, Too much love will kill you...
Karena doa dan pengorbanan dari Tuhan Yesus, seharusnya membuat orang-orang pilihan tidak kehilangan harapan selama hidup di dunia ini. Justru membangkitkan harapan di dalam segala keadaan dan berusaha untuk terus memuliakan dan menikmati Allah dalam segala keadaan dengan melayani sesama. Pasti juga ingin mati, bukan karena ingin lari dari dunia ini dan tidak tahan menanggung segala kesulitan dan penderitaan, tetapi keinginan untuk mati itu ada karena hidup yang kekal, bertemu dengan Tuhan Yesus dan ingin mempersembahkan segala hal yang sudah kita lakukan selama hidup di dunia. Apa yang akan dipersembahkan kepada Allah oleh seseorang yang akhirnya bunuh diri karena tidak percaya lagi bahwa dalam keadaannya yang begitu sulit, Tuhanpun tidak bisa menolong dirinya dan tidak bisa memberikan berkat dan jalan keluar baginya? Di mana kuasa kebangkitan Tuhan Yesus?
Seandainya semua manusia bisa memandang kepada apa yang sudah dilakukan oleh Tuhan Yesus di atas kayu salib, maka tidak ada lagi bunuh diri. Maut sudah dikalahkan dengan kematian (dan kebangkitan) Tuhan Yesus. Dan manusia harusnya belajar, bahwa cinta kita yang berlebihan terhadap diri kita sudah membunuh Tuhan Yesus. Haruskah membunuh orang lain lagi dan diri kita sendiri? Tidak perlu lagi. Seharusnya kasih yang keluar dari hidup kita. Seperti yang keluar dari perkataan Tuhan Yesus yang pertama di atas kayu salib, "Ya Bapa, Ampunilah mereka" dan seharusnya hidup yang lebih berserah kepada Allah dan mempercayakan seluruh hidup yang penuh perjuangan dan penderitaan ini kepada pemeliharaan Allah yang terus-menerus menghidupkan kita. Kalu tidak, akan lebih banyak lagi yang sedang menuju ke bunuh diri. Karena hidup sepertinya tidak ada harapan dan kepastian. Padahal kematian tidak membereskan dan membuat kita meninggalkan segala kesulitan dan permasalahan kita. Tetapi, seharusnya kematian membuat segala hal yang sudah kita lakukan di dunia ini mencapai puncaknya dan disempurnakan oleh Allah.

O soul are you weary and troubled?
No light in the darkness you see?
There's light for a look at the Saviour,
And life more abundant and free.

Turn your eyes upon Jesus,
Look full in His wonderful face,
And the things of earth will grow strangely dim,
In the light of His Glory and Grace.

Helen H. Lemmel (1922)

Pengen denger lagu ini atau lihat keseluruhan syairnya?
Klik disini

Monday, February 19, 2007

I did it HIS Way

"And now, as tears subside, I find it all so amusing..."
"To think, I did all that, and may I say, not in a shy way"
"Oh no, oh no not me, I did it my way"


Pernah baca atau denger lagu ini? Ditulis oleh Paul Anka ke dalam bahasa Inggris dari versi aslinya bahasa Perancis Comme d'habitude. Kemudian lagu ini menjadi sangat populer melalui Frank Sinatra. Lagu ini bercerita tentang seorang pria yang sudah mendekati kematian dan mulai evaluasi hidupnya yang diceritakan kepada sahabatnya. Dan dengan bangga dia menceritakan semuanya.. Bagaimana dengan saya? Banggakah saya dengan 'my way' pada saat menjelang kematian? What about you my friend? Are you in the correct way?

8 Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. 9 Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.
Yes 55:8-9

11 Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Yeremia 29:11


Siapapun manusia karena kejatuhan dalam dosa membuat kita tidak ingin melibatkan Tuhan dalam rencana, rancangan dan jalan-jalan kita. Kecuali ketika kita melihat rancangan kita sangat sulit untuk terjadi, ataupun hidup kita ini selalu gagal, maka kita biasanya berpaling kepada Tuhan untuk meminta Dia menggenapi rencana kita dan membuat kita berhasil.

Banyak orang mengatakan ingin mencari dan melakukan kehendak Allah. Sebenarnya hanya ingin memanfaatkan Allah untuk melakukan kebaikan baginya. Sangat sedikit orang-orang yang ingin melakukan kehendak Allah apalagi sampai harus mengorbankan dirinya sendiri.. Dalam agama-agama, sebagian orang yang mengorbankan diri sendiri, biasanya motivasinya sangat egois. Seolah-olah ingin berkorban bagi Allah, tapi ada iming2 kenikmatan dan kebahagiaan atau balasan dan upah yg lebih yang bisa didapatkan sesudah berkorban.

Dalam Alkitab, kalau melihat contoh-contoh yang benar, biasanya jauh berbeda dengan praktek-praktek yang sangat egois yang dilakukan oleh sebagian orang Kristen. Alkitab bicara tentang anugerah, semuanya sudah disediakan dan diberikan kepada kita (already), tapi dalam kesementaraan masih harus menunggu kegenapannya (not yet). Kehendak ALlah yang diberikan kepada manusia, semuanya yg diperlukan oleh manusia sudah dibukakan kepada manusia dalam Alkitab. Prinsip-prinsip dan nubuat2 yang pasti akan terjadi pada waktunya. Tapi, banyak orang Kristen tidak/belum bisa melihat hal ini. Lebih banyak menginginkan kehendak Allah yang tersembunyi, yang mungkin tidak akan dibukakan ataupun yang belum waktunya dibukakan.
Maka ketika berdoa dan meminta sesuatu, biasanya memaksakan keinginan dan kehendak, bahkan 'memaksa' Allah untuk melakukan dan memenuhinya. Bukannya berusaha melihat bagaimana cara Allah bekerja, prinsip2Nya dan menunggu apa yang sudah ditetapkan akan digenapi dan hidup dalam rencana yang digenapi. Dengan memaksa kita membawa rancangan2 kita, jalan-jalan kita, yang dalam sepanjang sejarah dan kalau kita membandingkan dengan Alkitab, sebenarnya jelas2 jauh, sangat berbeda dan bahkan bertentangan dengan rancangan dan jalan2 Allah. Sebagian orang Kristen sesudah menyatakan keinginan dan rancangannya, menutupnya dengan doa Tuhan Yesus, "bukan kehendakku, tapi kehendakMulah yang jadi" Kelihatannya sangat rohani, padahal mungkin tidak mengerti maksud doa Tuhan Yesus.
Doa Tuhan Yesus dalam Luk 22:42, bukan dalam pengertian Kristus tidak mengetahui kehendak Bapa. Tuhan Yesus mengetahui kehendak Bapa, tapi Dia tetap menyatakan keinginanNya untuk mengajarkan kepada kita bagaimana keinginan dan kehendak kita seharusnya tunduk kepada kehendak Bapa. Tapi, sebagian orang yang berdoa seperti doa Tuhan Yesus, tidak tahu kehendak Bapa, dan hanya menutup doanya dengan kalimat itu untuk menunjukkan bahwa mereka tidak memaksa kepada Bapa. Sesudah selesai berdoa tetap tidak tahu kehendak Bapa dan tidak ada perubahan dalam kehendaknya apalagi ingin melakukan kehendak Bapa.. Ah.. terlalu jauh dari kebenaran, dan lebih dekat dengan kemunafikan..

Firman Tuhan, rancangan dan jalanNya jauh sekali berbeda dari rencana dan jalan kita. Bukan hanya itu, tapi rancangan Tuhan adalah rancangan damai sejahtera (syalom), bukan kejahatan dan memberikan hari depan yang penuh harapan.
Maka, kalau hidup kita penuh dengan segala kejahatan, sebagian besar berasal dan akibat dari rancangan2 kita sendiri, di tambah dengan pekerjaan iblis dan pengikutnya dalam dunia yg berdosa ini.

Sebagian orang Kristen menafsirkan Yer 29:11, sebagai janji Tuhan bahwa dibalik segala kesulitan, bencana dan masalah, Tuhan akan memberikan hari depan yg lebih baik. Tapi, ternyata banyak orang Kristen yang tetap hidup dalam kesulitan, bencana dan musibah terus-menerus sampai mati. Kapan masa depannya? Dan mana masa depan yang penuh harapan?
Kata yang dipake dalam bahasa Ibrani untuk masa depan adalah 'achariyth {akh-ar-eeth'}. Kata ini sebenarnya bisa menunjuk kepada akhir zaman ataupun kepada kekekalan. Maka, seharusnya masa depan bukan di dalam bentuk kesementaraan. Karena pada akhirnya, semua yang kita pikir tentang masa depan adalah masa lalu pada saat kita akan mati. Contohnya: dari kecil/muda banyak orang berpikir tentang masa depan. Tetapi sesudah menjadi tua, tahun-tahun yang dipikirkan sebagai masa depan semuanya menjadi masa lalu. Dan kapan masa depan bagi orang-orang tua dan orang yang akan segera mati? Jawabannya pasti bukan dalam kesementaraan ini. masa depan yang sesungguhnya adalah kekekalan. Masa depan yang penuh harapan.
Tuhan sudah merancang semuanya bagi orang-orang pilihanNya, kalau kita mengerti, maka keadaan yang tersulit dalam hidup kita tidak akan mengubah dan menghilangkan damai sejahtera yang Tuhan anugerahkan kepada kita. Karena mata yang memandang kepada pengharapan kekekalan tidak bisa ditipu oleh fenomena kesementaraan, yang hari ini ada dan berlimpah, tapi besok bisa hilang dan menguap, karena banjir, gempa, tsunami, angin topan (dan bencana alam lainnya). Semasa jaya kita akan dapat semuanya, tapi ada waktunya kita akan kehilangan satu demi satu dan akhirnya kehilangan semuanya. Apapun itu. Orang-orang yang kita kasihi, keluarga, pekerjaan, jabatan dan kedudukan kita, materi dan benda-benda yang kita kasihi, lingkungan kita, apapun yang bisa kita pikirkan, kecuali kasih Tuhan dan Tuhan sendiri tidak akan pernah hilang dalam hidup kita (Rom 8:31-39). Itu sebabnya damai sejahtera tidak akan pernah hilang dalam rancangan Tuhan bagi kita.
Pertanyaannya, are you in His way? Have you done His way?
Kalau ada kesempatan untuk menyanyikan sebuah lagu sebelum mati (tentu saja saya pengen nyanyi banyak lagu:), salah satu yang akan dipilih adalah My Way), maka saya akan menyanyikan lagu ini, dengan sedikit perubahan:

"And now, as tears subside, I find it all so amusing..."
"To think, I did all that, and may I say, not in a shy way"
"Oh no, oh no not me, I did it HIS way"


Kotbah yang berhubungan dengan tema di atas. Download Kotbah