Ayat Hari Ini:

Showing posts with label Matius 5. Show all posts
Showing posts with label Matius 5. Show all posts

Monday, July 23, 2007

Garam Bumi - Terang Dunia

13 "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. 14 Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. 15 Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. 16 Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."
Mat 5:13-16

Kamu adalah
Banyak orang Kristen tidak memperhatikan kalimat dari Tuhan Yesus. Ia bukan memerintahkan murid-muridNya untuk menjadi garam dan terang. Kalimat dari Tuhan Yesus bukan suatu perintah untuk menjadi, melainkan suatu pernyataan keberadaan dari murid-muridNya. Tuhan Yesus mengatakan, "Kamu adalah..." Artinya murid-murid Kristus tidak perlu untuk menginginkan dan berusaha menjadi garam dan terang, karena murid-murid Kristus sudah menjadi garam dan terang.
Banyak orang Kristen tidak menyadari akan hal ini karena merasa dirinya kurang bersaksi sehingga tidak menjadi garam dan terang. Sehingga ada sebagian yang ingin menjadi garam dan terang. Sehingga bisa bersaksi. Padahal kalau kita memperhatikan dengan baik kalimat Tuhan Yesus, itu bukan masalah menjadi atau tidak, melainkan berfungsi atau tidak. Garam tetap asin atau menjadi tawar; Terang bersinar atau ditutupi.
Maka kita harusnya menyadari keberadaan kita sebagai garam dan terang. Sambil kemudian memikirkan fungsi sebagai garam dan terang di tengah dunia ini. Karena jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan?

Garam Bumi
Di dalam Alkitab bahasa Yunani (GNT), kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka lebih tepat kalau dikatakan Garam Bumi/Tanah (Earth/Land). Karena kata yang dipakai berbeda dengan kata 'dunia' yang dipakai untuk terang dunia.
Garam di zaman dulu mempunyai beberapa fungsi:
- sebagai bumbu makanan (penyedap yang membuat makanan tidak hambar)
- sebagai pengawet makanan
- membuat tanah subur
Arti yang terakhir, sepertinya lebih cocok dipergunakan untuk maksud Tuhan Yesus kepada murid-muridNya. Murid-murid Tuhan Yesus adalah Garam Bumi, mempunyai fungsi untuk mempengaruhi masyarakat yang berdosa ini menjadi masyarakat dimana kebenaran bertumbuh dengan subur.
Maka, kemana saja murid-murid Kristus ditempatkan, masyarakat di situ akan melihat kebenaran. Bukan hanya menahan pembusukan dari dosa-dosa yang disebabkan oleh masyarakat yang berdosa, tetapi juga secara aktif membawa kebenaran yang berpusat kepada Kristus. Sang Garam tidak mempunyai pilihan, hanya bisa mengasinkan. Kalau tidak asin, maka garam sudah menjadi sama dengan tanah/bumi, tidak ada gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
Saya percaya bahwa murid-murid Kristus tetap memiliki keasinanan, hanya saja seringkali orang-orang percaya lebih suka menjadi sama dengan bumi dan seringkali menyangka bahwa mereka harus menjadi sama dengan bumi daripada menyadari bahwa mereka adalah garam bumi. Sebagian lagi justru menghindar dari bumi (baca: masyarakat), karena ingin mempertahankan keasinan mereka dan berpikir bahwa bumi akan membuat mereka menjadi tawar. Tapi, garam bumi seharusnya tidak memisahkan diri dari bumi. Justru garam diperlukan untuk bumi. Jikalau memang asin, kenapa takut menjadi tawar?

Terang Dunia
Sama seperti garam yang berguna bagi kegersangan bumi, maka terangpun berguna untuk menyinari kegelapan dunia. Sebenarnya, lebih sulit menutupi terang dibadingkan dengan bersinar. Karena bersinar sudah menjadi bagian dari terang. Tidak perlu melakukan apa-apa lagi, pasti bersinar. Justru yang lebih menyulitkan ketika terang menutupi dirinya. Kegelapan tidak bisa menutupi terang. Ada hal-hal lain yang dipergunakan untuk menutupi terang itu.
Terang manusia seharusnya merupakan refleksi dari Kristus yang adalah Terang Dunia (Yoh 8:12). Tidak ada usaha lain yang dibutuhkan oleh manusia, hanya memancarkan terangnya yang berasala dari Yesus Kristus. Tetapi seringkali, manusia menutupi terang yang sesungguhnya dengan meninggikan dirinya (yang asalnya justru dari kegelapan) dibandingkan dengan menyatakan Kristus yang adalah Sumber Terang.
Memang orang-orang percaya sudah menjadi terang dunia. Tetapi, yang membuat orang percaya menjadi terang dunia adalah Kristus. Maka, ketika hanya berpusat kepada diri sendiri dan bukan Kristus yang menjadi pusat, sesungguhnya orang-orang percaya hanya menutupi terang.
Seandainya setiap orang percaya bersinar dan tidak menutupi terang itu, maka lebih banyak lagi orang yang akan memuliakan Bapa di Sorga.

Berbahagialah orang-orang percaya yang menyadari keberadaan dirinya sebagai garam bumi dan terang dunia, dan yang melaksanakan fungsinya dengan tidak lari dari bumi ini dan terus aktif memancarkan terang yang memuliakan Bapa di Sorga.

Monday, April 23, 2007

Easy Divorce

Sama seperti perpecahan gereja, maka perceraianpun menjadi sesuatu yang lumrah dan bisa dimengerti di zaman ini. Nonton infotainment di televisi, bukan sesuatu yang aneh kalau melihat berita artis kawin-cerai. Menonton film dan drama Hollywood, kawin-cerai, bahkan free sex dan perselingkuhan sudah dianggap wajar oleh setiap orang yang biasa menontonnya. Otak kita sudah tidak lagi berespon dan menganggap hal itu sebagai sesuatu dosa yang sangat besar. Jauh sekali berbeda dengan 10-20 tahun yang lalu, yang melihat semuanya akan menjadi sesuatu yang mengagetkan.
Di dalam Kekristenanpun seringkali sudah dianggap wajar dan di dalam tahun-tahun yang akan datang, akan lebih banyak lagi ditemukan single mother, sama seperti yang sudah dialami oleh Amerika dan Eropa. Dan tentu saja kasus-kasus perselingkuhan dan perceraian yang akan memusingkan para pendeta dan majelis. Apakah ini dampak dari Tuhan Yesus yang menyetujui perceraian!?

31 Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai kepadanya. 32 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.
Mat 5:31-32

Ayat 31 adalah kutipan dari Ulangan 24:1-4. Dari sini sebenarnya kita bisa melihat konteks mengapa Tuhan Yesus menyebutkan kalimat ini. Orang Farisi menafsirkan perkataan Musa sebagai 'boleh cerai yang penting ada surat cerainya', penekanan mereka pada surat cerai yang melegalkan perceraian. Tapi, apa betul itu maksud dari Musa?
Kalau membaca keseluruhan dari Ul 24:1-4, penekanan Musa bukan pada surat cerai, justru akibat yang terjadi karena perceraian. Seorang pria yang sudah menceraikan isterinya tidak bisa lagi mendapatkan isterinya kembali. Maka, hati-hati kalau mau cerai karena akan kehilangan selamanya.

Itu sebabnya, Tuhan Yesus bukan membicarakan masalah surat, tetapi berbicara tentang akibat dari perceraian (bnd dgn Mat 19:1-12). Konteks saat itu, tidak ada wanita yang menceraikan suaminya. Hanya pria yang bisa menceraikan isterinya. Perceraian itu terjadi karena sang wanita berzinah. Maka kalu diceraikan, apapun alasannya, maka pasti dianggap karena sang wanita telah berzinah. Itu sebabnya akan membuat sang wanita menjadi pezinah, dan yang menikahinya selanjutnya akan menjadi pezinah juga.

Kalau dibandingkan dengan Mat 19:4-6, Tuhan Yesus memberikan dasar mengapa perceraian tidak boleh. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Tapi, mengapa masih terjadi banyak perceraian? Apakah manusia mempunyai kemampuan yang melebihi kuasa Allah yang mempersatukan? Hal ini dijawab oleh Tuhan Yesus di dalam Mat 19:8. Karena ketegaran hati manusia, karena manusia hanya melihat segala seuatu untuk dirinya, berpusat kepada dirinya, makanya Allah mengijinkan dan sebagian lagi dibiarkan untuk mengikuti nafsunya. Perceraian menjadi begitu gampang karena manusia tidak lagi melihatnya sebagai perjanjian dengan Allah, melainkan hanya sebagai suatu pilihan karena perasaan, keinginan, kenikmatan, nafsu ataupun keamanan diri sendiri.

Bagaimana dengan perzinahan yang memungkinkan adanya perceraian? Bukankah hal ini yang membuat perceraian makin banyak? Perzinahan terjadi karena manusia berbuat dosa. Sehingga perceraian pasti akan semakin banyak terjadi di dalam kehidupan dunia yang semakin berdosa. Maka, kalau Tuhan Yesus 'mengijinkan' perceraian karenan perzinahan, sebenarnya bukanlah membuka kesempatan kepada manusia untuk melihatnya sebagai kesempatan (ini yang dilihat oleh orang berdosa, karena memang menginginkannya), melainkan seharusnya dilihat sebagai ancaman kerusakan yang terjadi jikalau manusia hanya mengikuti keinginan hatinya yang tidak pernah puas dan melupakan perjanjian dengan Allah dalam pernikahan. Perzinahan membuat dua menjadi satu dicemari dan membatalkan ikatan perjanjian yang sudah dibuat. Perzinahan membatalkan janji kesetiaan yang sudah dibuat, karena perzinahan menunjukkan ketidaksetiaan yang merusak dasar pernikahan yang dibangun di atas janji kesetiaan kepada Allah dan pasangannya. Itu sebabnya, Tuhan Yesus bukan mengijinkan perceraian boleh karena perzinahan, melainkan perzinahan akan menyebakan perceraian karena ketegaran hati manusia yang menginginkannya.

Sesungguhnya jika kita setia kepada Tuhan yang selalu setia dan hidup bagi Dia, kita akan belajar tentang kesetiaan yang bisa dipraktekkan di dalam pernikahan. Tetapi manusia tidak selalu setia, itu sebabnya ancaman perceraian akan menjadi sangat gampang di dalam hidup pernikahan. Semoga masih ada anugerah kesetiaan dari Tuhan bagi pasangan2 yang ingin hidup bagi Tuhan dan bisa menjadi kesaksian yang baik bagi dunia yang berdosa dan tidak menghargai lagi kekudusan pernikahan.