Ayat Hari Ini:

Showing posts with label Pengkhotbah. Show all posts
Showing posts with label Pengkhotbah. Show all posts

Thursday, April 17, 2008

Kapan Sekolah lagi?

Kemarin habis ditelpon seorang pendeta, selain berbicara tentang pelayanan, akhirnya sedikit berbicara tentang rencananya untuk studi ke Australia. Mendengar ceritanya, jadi teringat dengan pertanyaan-pertanyaan yang sering sekali ditanyakan oleh orang-orang pada saat pelayanan, "Kapan sekolah lagi?"
Ada dua hal yang terpikirkan waktu mendengar pertanyaan ini. Pertama, kotbah saya mungkin sudah tidak berisi lagi, jadi harus sekolah lagi. Kedua, mungkin mereka melihat kapasitas saya yang harus dikembangkan.
Jadi bergumul dan bertanya, haruskah sekolah lagi? Apa motivasi dan tujuannya?

12 Lagipula, anakku, waspadalah! Membuat banyak buku tak akan ada akhirnya, dan banyak belajar melelahkan badan. 13 Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang.
Pengkhotbah 12:12-13

Sekolah bukan untuk Gelar
Banyak orang melelahkan dirinya hanya untuk gelar. Gelar bahkan sering dianggap lebih penting daripada kapasitas dan kemampuannya. Biasanya yang hanya memikirkan gelar, bisa melakukan apa saja demi untuk gelar. Akibatnya, kesempatan untuk memuliakan Tuhan di dalam takut akan Allah bukanlah hal yang penting, lebih penting gelarnya. Bagi Pengkhotbah, hanya melelahkan badan. Padahal seharusnya belajar bisa memuliakan Allah di dalam takut akan Allah. Hanya orang-orang yang berjiwa kecil yang membutuhkan gelar untuk membuat dirinya menjadi kelihatan lebih besar dan dihormati orang lain. Celakanya, di dunia ini lebih banyak orang berjiwa kecil, yang ingin melihat kebesaran dari orang-orang yang mempunyai gelar.
Bukan berarti menolak gelar. Karena gelar pasti akan datang untuk orang-orang yang memiliki kemampuan itu. Tapi perlu bertanya dengan jujur, apakah gelar yang membuat kita menjadi lebih baik dan mulia, ataukah karena kemuliaan yang sudah Tuhan berikan maka gelar hanya sekedar pengakuan. Meskipun bagi sebagian orang, mungkin tidak akan pernah ada pengakuan itu. Yang lebih penting bukan gelarnya, tapi proses dalam belajarnya.
Seharusnya setiap kali ada kebenaran yang didapatkan dalam belajar, maka kita bisa melihat Tuhan sebagai sumbernya. Belajar bisa menjadi kesempatan untuk melihat keagungan Tuhan di dalam segala ilmu pengetahuan, penciptaan, pemeliharaan dan kesempurnaan dalam rancangan Tuhan. Yang selanjutnya bisa membuat kita makin kagum (takut) kepada Allah yang jadi sumbernya dan makin memuliakan Allah. Bahkan misteri dalam ilmu pengetahuan, akan membuat manusia sadar keterbatasannya dan mengakui keagungan Tuhan yang belum membukakan semuanya kepada manusia.

Sekolah bisa setiap saat
Jika yang dimaksud dengan sekolah adalah belajar. Maka belajar itu bisa kapan saja. Hidup ini adalah kesempatan untuk belajar. Justru seseorang berhenti bertumbuh ketika berpikir bahwa jika selesai sekolah/liburan bisa tidak belajar.
Sekolah formal sebenarnya hanyalah bagi orang-orang yang perlu dibantu untuk bisa belajar, karena sulit untuk belajar sendiri. Tentu saja semua orang membutuhkannya waktu masih kecil. Tapi, di masa tertentu seseorang bisa belajar tanpa sekolah formal. Bukan berarti bisa belajar sendiri tanpa bergantung kepada orang lain, justru sebaliknya. Mampu untuk belajar dari lebih banyak orang lagi. Berbeda dengan sekolah formal yang hanya bergantung kepada guru-guru tertentu, seseorang yang sudah tidak membutuhkan sekolah formal justru mampu belajar dari hampir setiap orang. Artinya, sekolah formal sebenarnya hanya mengajarkan dan memotivasi untuk belajar sendiri secara tidak formal.
Kesulitan yang dialami oleh seseorang yang belajar di luar sekolah formal lebih besar dibandingkan dengan yang sekolah formal. Karena butuh disiplin diri yang lebih tinggi dan perlu hati yang lebih luas.

Kenal diri dan Panggilan
Bagi saya, untuk sekolah formal lagi butuh kejujuran dalam mengenal diri dan panggilan. Karena terlalu banyak yang ikut trend untuk sekolah lagi. Benarkah memang perlu untuk sekolah formal lagi? Apakah kalau sekolah formal lagi bisa makin memuliakan Tuhan? Apakah gelar tambahan menjamin hidup akan lebih sungguh-sungguh di hadapan Tuhan, lebih mencintai Tuhan dan lebih menggenapi apa yang menjadi rencanaNya? Ataukah hanya pemuasan keinginan, demi kebanggaan diri yang salah, atau kesempatan untuk melarikan diri dari tugas yang ada sekarang ini dan berbagai macam alasan lainnya?
Banyak belajar bisa melelahkan badan, tapi kalau itu bagian dari pemberian Allah untuk memuliakan Dia dan makin takut akan Dia, maka tidak ada kata berhenti untuk belajar. Baik dengan sekolah formal maupun dalam school of life.

Wednesday, April 16, 2008

CAKEP Banget

Hidup ini melelahkan. Capek banget. Khususnya bagi orang-orang yang betul-betul kerja keras. Orang yang tidak kerjapun sebenarnya hidup ini melelahkan dan menuju kepada bete, bosan total. Mengapa hidup ini hanya kelihatan melelahkan dan membosankan? Bukankah hidup ini mempunyai segala macam penghiburan dan kesenangan?

9 Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah? 10 Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya. 11 Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir. 12 Aku tahu bahwa untuk mereka tak ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka. 13 Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah.
Pengkhotbah 3:9-13

Pemberian Tuhan
Di ayat 10, Pengkhotbah mengatakan bahwa Allah yang memberikan tugas/pekerjaan yang melelahkan bagi manusia. Kejatuhan manusia di dalam dosa membuat tidak ada lagi yang gampang di dalam hidup ini. Pilihan hidup manusia untuk mengikuti kehendak dirinya yang berdosa, membuat seumur hidup manusia harus bekerja keras untuk mempertahankan hidupnya di dunia. Akibatnya, pasti capek banget.
Yang mencoba menghindar dari kerja keras, pada waktunya juga akan berhadapan dengan beban dan penderitaan lain yang melelahkan hidupnya. Tidak ada manusia yang tidak akan mengalaminya. Sama seperti dalam puisi tentang waktu yang ditulis pengkhotbah di dalam Pkh 3:1-8, semuanya ada waktunya. Hidup yang melelahkan dan berbeban itu pada waktunya akan dialami, dan itu akan terjadi berulang-ulang dalam hidup ini. Apa untungnya dari pekerjaan yang dilakukan dengan susah payah?
Di ayat 12 dan 13, ada yang lain lagi yang merupakan pemberian Allah. Menikmati kesenangan dan menikmati makan-minum. Kedua hal ini bisa menjadi pelarian dari kelelahan manusia, ataupun menjadi tujuan dari segala jerih payah dalam pekerjaannya.
Banyak orang yang ingin mengambil jalan pintas, tidak perlu kerja keras, tapi langsung ingin bersenang-senang menikmati semuanya. Akibatnya, justru sulit untuk menikmati.
Ada juga yang karena telah terbiasa bekerja keras, jadi sulit untuk menikmati segala kesenangan.
Pengkhotbah mengatakan, baik pekerjaan yang melelahkan maupun menikmati kesenangan, keduanya adalah pemberian Allah. Kalau itu pemberian Allah, haruskah kita menolaknya? Adakah yang salah di dalam pemberian Allah?

Hidup itu Indah
Ternyata pemberian Allah kepada manusia bukan hanya itu saja. Kelihatannya melelahkan dan pelampiasannya kepada kesenangan serta makan-minum. Padahal sebenarnya Allah membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Artinya, hidup yang melelahkan maupun dalam kesenangan, merupakan hidup yang indah pada waktunya. Tapi, kenapa ketika pekerjaan yang melelahkan membuat beban terasa berat, serta menikmati kesenangan hanya membuat hidup makin kosong dan hampa???
Karena Allah memberikan satu pemberian lagi dalam setiap hidup manusia, yaitu kekekalan. Rahasia dari keindahan itu terletak di dalam kekekalan. Ketika manusia tidak bisa mengerti pekerjaan Allah dari awal sampai akhir, maka tidak akan terlihat keindahan sejati yang sudah disediakan Allah bagi manusia. Hidup hanya akan terasa indah sekejap, kemudian justru akan terasa lebih membosankan dan melelahkan.
Kekekalan yang ada di dalam hidup manusia hanya bisa diisi dengan kekekalan. Kesementaraan sebanyak apapun tidak bisa mengisi kekekalan ini. Bahkan seluruh dunia ini kita milikipun tetap tidak bisa memuaskan hidup kita. Itu sebabnya orang yang sudah kaya ingin lebih kaya. Sudah memiliki pasangan yang baik, masih ingin yang lain lagi. Begitu terus, tidak akan pernah memuaskan. Kecuali, untuk orang-orang yang pasrah karena merasa tidak mampu. Mereka kelihatan puas, sebenarnya tidak. Mereka menyerah pada keadaan karena melihat kemampuannya yang terbatas.
Yang bisa mengisi kekekalan kita adalah Pencipta kita yang Kekal. Jika kekekalan kita sudha terpuaskan, maka kita bisa menikmati kesementaraan justru dengan lebih baik. Bukan untuk mengisi kekekalan, tapi untuk belajar menikmati sumber dari segala kenikmatan, yang memberikan segala berkat2Nya agar kita menikmati didalamNya.

Cakep Banget
Respon kita mulai akan terjadi perubahan. Hidup kita bukan lagi berfokus kepada 'capek banget.' Tapi, sekarang kita bisa melihatnya sebagai CAKEP BANGET!. Ya, hidup itu indah. Di dalam kerja keras yang melelahkan ada suatu kegembiraan dan kenikmatan. Karena pekerjaan yang dilakukan ini bukan hanya untuk sementara dan tidak ada artinya. Tapi, apa yang dilakukan dengan keras sekarang ini adalah persiapan untuk hidup yang kekal. Latihan untuk menjadi Raja di langit dan bumi yang baru.
Kesenangan dan segala kenikmatan makan-minum bukan hanya lagi pemuasan untuk nafsu. tapi jadi kesempatan untuk belajar menikmati Sumber dari segala berkat yang lebih memuaskan dan nikmat, yang harus dinikmati sampai selama-lamanya.

Terima kasih Bapa untuk pekerjaan yang melelahkan dan segala kesenangan dalam hidup ini. Pemberianmu tidak pernah salah. Terima kasih juga untuk kekekalan yang membuat kami bisa mengerti pekerjaanMu yang kekal. Terima Kasih untuk Tuhan Yesus yang dari kekekalan datang ke dalam kesementaraan, membuat kami yang hidup dalam kesementaraan tapi memiliki kekekalan yang harus diisi, bisa diisi oleh Pencipta kami. Terima kasih untuk hidup yang indah.

Thursday, May 24, 2007

Di mana keindahan itu?

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka.
Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.

Pengkhotbah 3:11


Kapan keindahan itu terjadi di dalam hidup ini? Mengapa hidup hanya kadang-kadang terasa indah, di dalam momen-momen tertentu? Mengapa tidak di dalam sepanjang detik hidup ini terasa indah? Bukan waktunya Tuhan?
Kalau kita jujur dengan diri kita, maka banyak yang merasakan bahwa keindahan itu lebih sedikit dan bersifat sementara dibandingkan dengan perasaan flat, ataupun kekosongan, ketidakpuasan, keterasingan dan penderitaan. Mengapa? Di mana keindahan itu?

Adakah yang salah dengan perkataan Pengkhotbah? Betulkah memang Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya? Ini merupakan pertanyaan dari banyak orang yang terus mencari dan mengejar keindahan itu.

Kalau kita balik kepada Penciptaan, sebenarnya Tuhan sudah membuat semuanya indah. Bahkan Tuhan mengatakan sungguh amat baik atas apa yang diciptakan oleh Tuhan. Evaluasi yang sangat fair. Karena dievaluasi oleh sang Pencipta yang memiliki konsep keindahan yang tertinggi, mutlak dan suci tanpa dosa. Adam dan Hawa yang hidup di zaman itu seharusnya mensyukurinya. Karena mereka mengalami keindahan di dalam menikmati Allah, saling menikmati sesama manusia dan tentu saja menikmati segala ciptaan Tuhan yang lain, seperti bumi, alam semesta, hewan, tumbuh-tumbuhan dan pekerjaan mereka. Indah? Sangat indah...

Tetapi, semua keindahan itu rusak karena kejatuhan manusia di dalam dosa. Putusnya relasi manusia dengan Allah membuat kekekalan di dalam hati manusia tidak bisa mengerti pekerjaan Allah dari awal sampai akhir. Kekekalan dalam hati manusia hanya terisi dengan kesementaraan. Sehingga manusia tidak pernah bisa puas sampai selama-lamanya. Kalaupun ada kepuasan semuanya hanya bersifat sementara dan tidak ada hubungannya dengan yang Kekal. Semakin manusia berusaha mengisi kekosongan di dalam kekekalan yang ada di dalam hidupnya, akan membuat manusia semakin sadar betapa dalamnya kekosongan itu. Sejarah sudah menunjukkan berbagai macam cara yang dilakukan oleh manusia utk mengisi kekosongan itu. Apakah dengan materi untuk membeli segala kenikmatan, hiburan, dan segala macam entertainments. Bahkan dengan kepintarannya, manusia telah mengembangkan teknologi yang canggih dan seharusnya membuat hidup menjadi lebih enak, nyaman, aman, sehat dan terjamin. Tetapi, tetap saja lubang kekosongan semakin terbuka lebar di dalam hati manusia. Mengapa?
Karena kekekalan di dalam hati manusia tidak bisa diisi dengan kesementaraan. Kata Pengkhotbah, kesia-siaan atas kesia-sian!

Inisiatif Allah yang bisa membereskan semuanya. Yaitu, dengan membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Saya mencoba melihatnya dengan cara pandang already but not yet. Apa maksudnya?
Segala sesuatu indah pada waktunya saat kedatangan Tuhan Yesus yang pertama di dunia ini. Dan itu sudah terjadi, already. Kedatangan Yesus Kristus ke dunia, adalah kehadiran yang kekal di dalam kesementaraan. Allah yang Kekal hadir di dalam dunia yang sementara ini, dan beserta manusia, Immanuel. Setiap orang yang ditebus oleh Kristus dan percaya kepadaNya sudah mengalami keindahan itu. Allah yang Kekal berdiam di dalam kekekalan yang ada di dalam hati kita, dan mengisi kekosongan di dalam kekekalan kita. Membuat hidup menjadi indah, bahagia, ada pengharapan, ada sukacita, damai sejahtera dan hidup yang kekal. Inilah awal dari keindahan, yang seharusnya membuat orang-orang percaya puas kepada Kristus dan di dalam Kristus yang menjadi Tuhan dan JuruSelamat secara pribadi.
Tetapi, mengapa orang percaya masih sering tidak puas dan tidak bisa melihat seluruh keindahan itu?

Karena ada yang belum lengkap secara keseluruhan, ada yang not yet. Kedatangan Kristus yang kedua kali yang akan menggenapkan keseluruhan janji-janjiNya dan segala keindahan yang akan tiba pada puncaknya di dalam kekekalan. Kesulitan-kesulitan yang terjadi di dalam hidup manusia seringkali karena tidak bisa membedakan beberapa hal:

1. Apa yang harus terjadi di dalam kesementaraan dan mana yang akan terjadi dalam kekekalan. Misalnya, soal penderitaan. Banyak yang berpikir bahwa penderitaan seharusnya sudah tidak ada lagi sesudah percaya kepada Yesus Kristus. Padahal janji Tuhan bahwa penderitaan itu tidak akan ada lagi sesudah hidup di dalam kekekalan. Sekarang tetap harus menderita, tetapi tidak pernah bisa menghilangkan sukacita di dalam Kristus.

2. Kegunaan hidup yang sementara ini bagi hidup yang kekal. Banyak orang yang tidak pernah memikirkan 'pekerjaan'-nya sehari-hari dangan pekerjaan Allah. Hidup yang sementara ini hanya dinikmati untuk kepuasan diri sendiri dan kehendak yang berdosa, yang berakhir dengan penderitaan. Keindahan yang seharusnya dinikmati di dalam rangka belajar untuk kekekalan, akhirnya berujung ke arah yang salah.

3. Menghindari menikmati kesementaraan ini, karena merasa akan membawanya ke dalam jurang maut dengan segala keberdosaannya. Hidup di dunia bukannya menjadi orang-orang yang bebas dengan segala anugerah Tuhan yang bisa dinikmati, melainkan menjadi orang-orang yang meilhat semuanya tidak boleh karena akan mengakibatkan hidup ini tidak kudus. Akibatnya, hanya menyusahkan diri sendiri dengan memikul salib yang tidak harus dipikul. Keindahan yang seharusnya dilihat dan dinikmati, malah ditutup dengan penderitaan2 yang direkayasa sendiri untuk kekudusan semu.

Seharusnya, mata kita memandang kepada sumber segala keindahan dan kenikmatan yang sudah menyediakan segala sesuatu yang tidak akan habis-habis kita nikmati dan kagumi, yaitu Yesus Kristus, Sumber Berkat, yang sudah memberikan dan mempersiapkan segala kebutuhan Rohani dan jasmani kita. Ia adalah Pencipta Dunia ini, yang menginginkan kita memuliakan Dia dengan menguasai, menaklukkan bumi ini untuk kemuliaanNya dan tentu saja menikmati dunia ini dan segala isinya di dalam rangka belajar menikmati segala kelimpahanNya.

Seandainya kita sadar akan keindahan yang hadir di dalam hidup kita, dan segala kepenuhan keindahan yang sudah disediakan, maka kita akan bersyukur tanpa henti-hentinya akan Tuhan yang sudah datang ke dunia, yang mengisi kekekalan di dalam hati kita. Mata kita juga tidak akan tertipu dengan segala keindahan sementara yang hanya memberikan kepuasan sementara yang ditawarkan oleh dunia untuk memperbudak kita di dalam ketergantungan. Kasih Allah yang kekal, sukacita, damai sejahtera dan segala keindahan yang kekal terlalu agung dan mulia kalau dibandingkan dengan hiburan sementara yang diciptakan oleh manusia berdosa.

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Di mana keindahan itu? Di dalam Yesus Kristus.

Friday, May 11, 2007

Berhikmat tapi dihina!

Biasanya kita berpikir bahwa orang-orang yang berhikmat pasti akan didengarkan dan banyak orang yang akan mencarinya. Waktu mendengarkan kata 'orang-orang berhikmat', maka pikiran kita langsung tertuju kepada orang-orang yang kita anggap berhikmat dan berdampak besar di dalam sejarah dunia.
Tetapi kenyataannya, ternyata tidak semuanya bisa seperti itu. Tidak semua orang berhikmat pasti akan didengarkan, dicari dan akan diingat selamanya. Bahkan banyak orang berhikmat yang sebenarnya tidak pernah diingat, bahkan dihina. Ko bisa?!

Bagi Pengkhotbah, pengertian akan hal ini juga merupakan suatu hikmat yang besar di bawah matahari.

13 Hal ini juga kupandang sebagai hikmat di bawah matahari dan nampaknya besar bagiku; 14 ada sebuah kota yang kecil, penduduknya tidak seberapa; seorang raja yang agung menyerang, mengepungnya dan mendirikan tembok-tembok pengepungan yang besar terhadapnya; 15 di situ terdapat seorang miskin yang berhikmat, dengan hikmatnya ia menyelamatkan kota itu, tetapi tak ada orang yang mengingat orang yang miskin itu. 16 Kataku: "Hikmat lebih baik dari pada keperkasaan, tetapi hikmat orang miskin dihina dan perkataannya tidak didengar orang." 17 Perkataan orang berhikmat yang didengar dengan tenang, lebih baik dari pada teriakan orang yang berkuasa di antara orang bodoh. 18 Hikmat lebih baik dari pada alat-alat perang, tetapi satu orang yang keliru dapat merusakkan banyak hal yang baik.
Pengkhotbah 9:13-18

Pengkhotbah menceritakan suatu kejadian dimana ada seorang raja yang agung ternyata bisa 'dikalahkan' oleh seorang miskin yang berhikmat. Agak aneh. Karena Raja yang agung itu sudah mendirikan tembok-tembok besar untuk mengepung kota itu. Tetapi ternyata dengan hikmat orang miskin itu, kota bisa diselamatkan. Kita tidak perlu menanyakan bagaimana caranya. Yang perlu kita mengerti the moral of the story.

Pengkhotbah ingin mengatakan bahwa hikmat bisa mengalahkan dan lebih baik dari keperkasaan (ay.14) dan alat-alat perang (ay.18). Selain itu, yang lebih baik (hikmat dan orang miskin yang berhikmat itu) ternyata tidak diingat (15) dan bahkan dihina dan tidak didengar (16). Padahal hikmat itu kalau didengar dengan tenang, pasti lebih baik dari penguasa yang berasal dari orang bodoh (17). Mengapa sampai dilupakan, tidak didengar dan bahkan dihina? Karena miskin!?

Kemiskinan ternyata bisa membuat hikmat tidak akan didengarkan. Karena dunia ini melihat hikmat seharusnya memberikan kesuksesan dan kekayaan; serta orang yang sukses dan kaya seharusnya adalah orang berhikmat. Apa betul orang yang kelihatan sukses dan kaya menurut ukuran dunia adalah orang yang berhikmat?!
Meskipun orang miskin hikmatnya tidak akan didengar dan bahkan dihina, tetapi bagi Pengkhotbah lebih baik menjadi orang berhikmat daripada memiliki semuanya tetapi memilikinya di dalam kebodohan. Apa gunanya? Semuanya akan sia-sia.

Orang kaya tetapi tidak berhikmat mungkin akan lebih didengar dibandingkan dengan orang miskin yang berhikmat. Ini yang diinginkan oleh dunia yang tidak menginginkan hikmat. Siapa yang dirugikan? Orang kaya dan yang mendengarkan orang kaya itu yang rugi dengan segala kesia-siaan.

Itu sebabnya, seharusnya kita bisa belajar dari siapa saja termasuk orang miskin. Karena mungkin banyak orang miskin yang lebih berhikmat. Waktu kita tidak mendengarkan mereka dan menghina mereka, maka kita yang akan rugi sendiri. Sementara orang-orang miskin yang berhikmat tidak akan rugi, karena mereka bisa mempergunakan dan menikmati hikmatnya. Bahkan sebagian dari mereka tetap memilih hidup miskin karena meereka bisa tetap menikmati hidup dalam keadaan seperti itu dan mereka tidak terganggu sama sekali. Mereka sudah memiliki hikmat yang membantu mereka menjalani hidup!

Biarlah Sumber Hikmat menaungi kita, sehingga kita bisa melihat dan belajar dari hikmat yang diberikan kepada manusia, siapapun dia, orang kaya atau orang miskin, pemerintah ataupun pembantu, tua ataupun muda. Karena hikmat itu lebih daripada uang, alat-alat perang, jabatan, kuasa dan semua yang diandalkan oleh manusia. Jangan pernah menghina hikmat hanya karena melihat pembawa hikmat itu yang kelihatan hina.

Sesungguhnya, pembawa-pembawa Hikamat yang benar hanyalah bejana tanah liat. Yang berharga dan yang penting adalah harta Hikmat yang ada di dalam bejana. Maka kalau kita hanya tertarik dengan bejana yang dihias, maka sesungguhnya kita tidak pernah mengerti mana yang lebih berharga dan mana yang lebih utama.

Be Wise!!!

But we have this treasure in jars of clay, to show that the surpassing power belongs to God and not to us.