Ayat Hari Ini:

Showing posts with label Wawasan. Show all posts
Showing posts with label Wawasan. Show all posts

Tuesday, October 14, 2008

Resesi? Berbeban Berat?

Satu minggu terakhir ini televisi, koran dan tulisan-tulisan di Internet penuh dengan perbincangan dan analisis tentang resesi global. Sekalipun pemerintah Indonesia, khususnya Presiden berkali-kali mengajak bangsa Indonesia untuk tenang dan memberikan jaminan, tapi justru banyak orang makin tidak tenang.

Tentu saja! Kalau memang tidak berbahaya keadaannya, mana mungkin berkali-kali muncul di televisi untuk mengajak tenang dan rasional. Ini bukan cuma masalah Indonesia, tapi masalah seluruh dunia. Mungkinkah bisa tetap tenang dalam keadaan seperti ini?

28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. 29 Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. 30 Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan."
Matius 11:28-30


Ini Solusinya!
Mengapa banyak orang tiba-tiba menjadi ketakutan, letih lesu dan berbeban berat dalam keadaan seperti ini? Dan anehnya yang paling takut adalah orang-orang yang memiliki banyak kekayaan. Karena ancamannya justru mereka akan kehilangan sebagian kekayaannya dengan cepat. Hanya sebagian kekayaannya yang bisa dijamin pemerintah, apalagi kalau disimpannya di Bank-bankan yang banyak promosi dan janji2 dengan segala hadiahnya, padahal sudah keropos.

Sebenarnya yang membuat orang ketakutan, jadi begitu lemah, tidak berdaya dan berbeban berat adalah DOSA! Ya, dosa mengubah arah hati seseorang menjadi percaya dan bergantung kepada keadaan, kesempatan, uang dan ketenangan palsu yang ditawarkan dunia. Itu sebabnya banyak orang tidak bisa melihat dengan jelas, tertipu dengan keadaan, tidak mengerti bahwa keadaan pasti akan berubah dan lupa bahwa yang mereka pikir milik mereka hanyalah titipan sementara dari Tuhan, yang setiap saat bisa diambil tanpa perlu persetujuan kita.

Jadi, apa solusinya? Serahkan beban beratmu kepada Yesus Kristus. Hanya Dia yang bisa menanggungnya dan Ia sudah mati dan bangkit untuk menanggung dosa-dosa orang pilihan-Nya. Dan seharusnya itu bukan beban kita, kalau kita sudah ditebus oleh Kristus karena kita tidak bisa menanggungnya.
Keadaan yang terus berubah dan segala bebannya seharusnya tidak menipu dan membuat kita menjadi lemah. Ada Tuhan yang menyertai yang bukan hanya menanggung dosa-dosa kita, tapi terus menyertai dan tidak akan meninggalkan kita. Ia yang menanggung apa yang tidak bisa kita tanggung!

Pikul Beban dengan Tenang
Apakah kalau Tuhan menanggung beban kita maka kita tanpa beban? Kalau tanpa beban, maka kita sudah mati! Tuhan menanggung beban yang tidak bisa kita tanggung, dan ia menggantikan dengan beban yang seharusnya kita tanggung.

Tuhan Yesus mengatakannya dalam ayat 29. Biasanya orang-orang hanya membaca ayat 28 dan puas, merasa tidak ada beban lagi. Padahal di ayat 29 justru mengatakan ada kuk yang harus dipikul. Ada beban, ada salib kita sendiri yang harus dipikul. Ayat ini tidak berbicara tentang akibat dari dosa2 yang harus kita tanggung. Saya percaya, ayat 29 berbicara tentang sesuatu yang positif. Membandingkan dengan Efesus 2:10, maka saya percaya kuk yang harus kita pikul adalah pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan Allah sebelumnya.

Ketika beban yang negatif (dosa dan segala ketakutan dan kekuatirannya) diserahkan kepada Yesus Kristus, maka Ia menggantikannya dengan pekerjaan baik di dalam Kerajaan Allah dan kebenarannya. Hal ini yang seharusnya yang dipikirkan, diminta, dicari dan didapatkan (baca penjelasannya di Ask, Search, and Find?!). Seharusnya akan membuat kita tidak kuatir dengan keadaan sekarang ini, tapi lebih memikirkan bagaimana bisa bersaksi dalam keadaan sekarang ini dan memikul beban kita dengan tenang.

Kenapa bisa tenang? Tuhan menyertai kita dan sanggup melakukan segala sesuatu (Allah kami sanggup). Semua sudah dijamin! Bisa baca posting Kepastian ditengah Ketidakpastian Hidup untuk penjelasannya.

Selain itu, Tuhan Yesus mengatakan bahwa beban-Nya enak dan ringan. Really??? Mana ada beban yang enak? Ringan lagi!
Enak, karena mengerjakan pekerjaan baik dan menggenapi rencana Allah itu sungguh-sungguh membahagiakan dan akan membuat kita bersukacita dan menikmatinya.
Ringan, karena sesungguhnya dalam penyertaan Tuhan kita hanya menanggung sedikit dari beban yang sesungguhnya. Tuhan Yesus yang menyertai yang sesungguhnya menanggung beban itu. Kita hanya ikutan!

Jadi, tunggu apalagi???
28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. 29 Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. 30 Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan."




Thursday, May 8, 2008

BBM Naik (Lagi)

Agak bingung juga dengan pemerintah Indonesia. Senang sekali membuat masalah sendiri. Sudah tahu kalau setiap issue kenaikan BBM pasti akan didahului dengan kenaikan berbagai macam hal, tapi tetap saja dibuat issue dulu. Sudah diberitahu kepada publik bahwa kenaikan tidak akan lebih dari 30% (Bagaimana kalau harga minyak dunia, bukan hanya melampaui US$ 120/barrel, tapi sampai US$ 150?, bahkan ada yang sempat memprediksi akan menjadi US$ 200 pada akhir tahun ini). Dan ternyata mengulangi sejarah sebelum2nya, akibat dari issue itu kenaikan harga beberapa barang langsung terjadi dan tentu saja meresahkan masyarakat.

Banyak orang mulai memberi tanggapan dan bertanya. Kenapa pemerintah jadi diperintah sama minyak? Tidak bisakah manusia mencari jalan keluar lain selain bergantung kepada tukang-tukang minyak? Bukankah Indonesia juga anggota OPEC (meskipun sdh bukan pengekspor lagi), tidak bisakah mengontrol para tukang minyak? Lebih banyak lagi pertanyaan dari orang2 yang tidak terlalu mengerti politik dan ekonomi..

Apa yang bisa dilakukan oleh bangsa Indonesia?

Janganlah jauh dari padaku, sebab kesusahan telah dekat, dan tidak ada yang menolong.
Mazmur 22:12

Berharap kepada pemerintah, pasti tidak ada gunanya. Berharap kepada dunia ini akan berubah menjadi lebih baik lagi, lebih tidak berguna lagi. Karena krisis sedang melanda seluruh dunia. Sebenarnya kalau krisis ini terjadi di negara-negara yang tidak mempunyai sumber daya alam yang cukup, maka itu wajar-wajar saja. Tapi, kalau krisis itu terjadi di negara seperti Indonesia yang sangat subur, berlimpah dengan kekayaan alamnya, serta salah satu negara penghasil minyak, maka pasti ada yang salah.

Untuk menguraikan kesalahan satu persatu sama seperti mencoba memperbaiki benang kusut. Semua elemen masyarakat sudah ikut berbagian dalam kehancuran dan krisis bangsa ini. Ketika kepentingan pribadi, suku, golongan, partai, dan agama yang didahulukan maka kita hanya bisa menanggung akibatnya. Tidak ada yang bisa menolong bangsa ini lagi. Kesusahan demi kesusahan harus ditanggung bangsa ini ditengah kelimpahan dan begitu banyaknya berkat Allah.

Yang bisa menolong adalah Allah sendiri. Teriakan pemazmur, "Janganlah jauh dari padaku" adalah teriakan yang bisa menjadi doa kita. Bukan meminta semua kesulitan menjauh dari bangsa ini, tetapi meminta sang Pencipta menyertai bangsa ini menghadapi semua kesulitan yang harus dihadapi. Karena kesulitan-kesulitan yang terjadi akibat kesalahan kita sendiri harus kita hadapi. Kita tidak bisa hanya menginginkan segala yang baik dan enak terjadi dalam kehidupan ini.

Tidak ada yang tidak bersalah di dalam bangsa Indonesia. Semua sedang ikut bersama-sama menjerumuskan bangsa ini. Entah itu secara aktif maupun secara pasif. Entah itu dengan banyak bicara dan tanpa perbuatan ataupun dengan tidak bicara karena tidak peduli. Terlalu banyak orang yang hanya mementingkan kepentingan ekonomi pribadi dan keluarganya. Ketika mengalami saat2 yang baik, tidak memikirkan kepentingan bangsa, bahkan hanya terus memikirkan keinginan2 dan kebutuhannya sendiri yang belum terpenuhi. Dan ketika kekurangan, baru mulai berteriak dan protes.

Sebenarnya agak aneh kalau kenaikan BBM diprotes. Mengapa? Karena itu bukan kenaikan, tapi pengurangan subsidi. Anugerah yang sudah terlalu banyak, ketika dikurangi harusnya tidak membuat marah. Tapi terlalu banyak yang tidak mengerti dan merasa bahwa mereka sudah selayaknya mendapatkan semua anugerah yang bernama subsidi itu. Sebenarnya penyebab dari pengurangan subsidi adalah pemakaian BBM yang berlebihan pada masa-masa subsidi berkelimpahan. Banyak yang dulu sudah menikmati BBM dengan harga murah tidak merasa berdosa malahan marah dengan mahalnya harga BBM yang akan datang. Upss...... Yang salah siapa? Salah kita sendiri yang dari dulu memakai BBM dengan tidak bijaksana. Kita hanya menuai kesalahan kita sendiri. Seharusnya keadaan sekarang ini membuat kita sadar dan menyesali kesalahan2 masa lalu sambil mencari jalan keluar dan alternatif buat masa yang akan datang. Bukannya protes dan marah!

Semakin bingung lagi melihat banyak orang yang bukannya bekerja lebih keras lagi karena kesulitan yang dialami dan mencoba mencari usaha sampingan, malahan demonstrasi menolak kenaikan BBM, menuntut upah lebih tinggi lagi, tapi tidak memberikan sumbangsih apapun bagi bangsa ini. Boro-boro memberikan jalan keluar, yang dipikirkan hanya kebutuhan dan kepentingan diri sendiri.

Alternatif penghematan sudah didengungkan sejak dulu. Tapi apa daya. Hidup dalam negara yang bekelimpahan sumber daya alam dan subsidi berlebihan membuat kita selalu merasa sebagai orang kaya yang bisa menghamburkan semuanya. Akibatnya, di saat harus mengencangkan ikat pinggang dan berhemat, kita tidak terbiasa melakukannya. Bukankah sebagian besar penduduk bangsa Indonesia sudah terbiasa puasa selama satu bulan? Apa susahnya kalau harus mengencangkan ikat pinggang? Bukankah sudah terlatih?

Kita perlu meminta kepada Tuhan untuk menyertai kita. Bukan hanya demi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kita, tetapi agar bisa hidup dengan anugerah dan kekuatan dari-Nya untuk berjuang menghadapi kesulitan hidup ini dengan kerja keras. Di tengah negara Indonesia yang subur ini, masih banyak hal yang bisa dikembangkan. Tapi butuh kerja keras. Hanya orang-orang yang mau bekerja keras dan tidak hanya mencari jalan yang gampang yang bisa melewati kesusahan demi kesusahan. Bahkan bisa membantu yang lain, memberikan jalan keluar bagi orang-orang disekitarnya. Seharusnya, saat ini Indonesia ikut membantu Myanmar yang sedang mengalami kesulitan luar biasa saat ini. Kesulitan di Indonesia tidak sebanding dengan apa yang dihadapi oleh sesama negara Asean ini. Ketika Gempa dan Tsunami di Aceh, banyak negara yang membantu Indonesia. Ketika negara tetangga kita mengalami kesulitan, adakah kita mengingat dan membantu mereka!? Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau membantu bangsa lain yang lebih menderita, meskipun ditengah kekurangan.
Orang-orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri dan hanya ingin mendapatkan kebutuhan hidupnya dengan sangat gampang adalah orang-orang yang akan membawa kesulitan lebih besar lagi dalam hidupnya.

Mari kita meminta Tuhan untuk tidak segera melepaskan bangsa ini dari kesusahan demi kesusahan. Melainkan meminta Tuhan menyertai bangsa ini dalam menanggung kesusahan yang harus dihadapi yang bisa membuat bangsa ini belajar banyak hal dan bahkan bisa bangkit dari kesulitan2 yang ada dan membantu bangsa-bangsa lain di dunia ini.

Monday, August 6, 2007

PILKADA: Haruskah Aku Memilih?

Sejak iklim Reformasi menerpa Indonesia, maka peta politik di seluruh Indonesia ikut berubah. PILKADA menjadi salah satu kegiatan yang memberikan dampak besar di dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dampak besar, karena beberapa orang kaya akan menghamburkan uangnya, dan tentu saja yang menikmatinya adalah orang-orang yang memiliki bisanis yang berhubungan dengan kaos, spanduk, entertainment, dan segala hal yang berubungan dengan promosi dan kampanye (termasuk penyedia jasa orang2 untuk ikut kampanye).. Di beberapa kota, masa kampanye memberikan dampak negatif. Misalnya di Jakarta, kampanye PILKADA seringkali membuat kemacetan (tidak ada PILKADA saja sudah macet!), ada beberapa oknum yang memanfaatkan masa kampanye dengan berkendaraan seenaknya di jalan. Yang lebih sensasional pernah terjadi di salah satu kota di Minahasa, Sulawesi Utara. Hanya untuk mendaftarkan bakal calon bupati ke salah satu Partai, telah membuat macet beberapa kota kecil karena pendaftarannya di antar oleh ribuan pendukungnya.

Kebanyakan rakyat Indonesia tadinya berpikir kalau bisa memilih sendiri pemimpinnya akan lebih baik dibandingkan dengan membiarkan partai-partai yang ada bermain untuk memilih pemimpin. Ternyata kenyataannya tidak semudah itu. Bisa memilih sendiri, tetapi siapa calon yang harus dipilih? Bukankah calon yang harus dipilih juga selama ini adalah calon yang didapatkan dari hasil permainan partai-partai? Di samping itu, apakah calon-calon itu benar-benar memiliki kualitas yang diharapkan sebagai pemimpin? Benarkah janji-janji selama kampanye akan ditepati? Ada berbagai pertanyaan yang muncul di benak kebanyakan rakyat Indonesia. Sampai kemudian banyak yang mempertanyakan, haruskah saya memilih?
Kita bisa belajar bagaimana memilih dari cara Allah memilih manusia.

Memilih di antara yang buruk
Bicara soal pemilihan, saya jadi teringat dengan bagaimana Allah memilih manusia untuk diselamatkan.

4 Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. 5 Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya,
Efesus 1:4-5

Allah tidak memilih siapa yang baik untuk diselamatkan, melainkan Ia memilih di antara yang berdosa supaya kudus dan tak bercacat.

Konteksnya memang berbeda dengan PILKADA. Karena pemilihan Allah berhubungan dengan keselamatan dan Allah memilih untuk mengubah orang2 pilihanNya. Tapi, kita bisa melihat ada kesamaan di dalam pemilihan di antara yang buruk/berdosa. Banyak orang yang beralasan bahwa tidak ingin memilih (meskipun ini juga merupakan salah satu alternatif memilih dan sudah memilih untuk tidak mempergunakan hak pilihnya) karena tidak ada pilihan yang baik. Seandainya cara berpikir seperti itu juga ada pada Allah waktu memilih manusia, maka tidak ada manusia yang akan diselamatkan. Mana ada manusia yang baik dan memuaskan Allah?
Di zaman yang berdosa dan konteks Indonesia yang politiknya bisa dilihat dengan jelas begitu dicemari oleh dosa, apakah realistis mengharapkan ada pemimpin yang betul-betul berkualitas dan 'bersih'? Maka, di antara yang kurang, pilihlah yang memberikan kemungkinan untuk lebih bisa membawa kepada kemajuan!

Hindari Black Campaign
Di dalam politik sudah menjadi kebiasaan untuk melakukan black campaign. Tapi, sedikit yang menyadari dari mana asalnya. Iblis yang memulai kampanye yang negatif terhadap Allah di dalam Kejadian 3, yang membuat manusia jatuh ke dalam dosa. Caranya Iblis, ia menjelek-jelekkan dan mengubah firman Allah, sesudah itu ia menawarkan alternatif yang lebih baik (meskipun ternyata tidak baik).
Kita bisa melihat contohnya di dalam beberapa spanduk dan kampanye yang ada di dalam PILKADA Jakarta. Salah satu calon, banyak melakukan kampanye negatif dan mencoba memberikan solusi yang lebih baik. Kenyataannya dalam sejarah, hampir semua yang memulai dengan kampanye negatif, menjelek-jelekan yang sebelumnya/lawannya dan menawarkan solusi yang baru, biasanya tidak lebih baik dan bahkan lebih buruk.
Buka mata dan buka hati ketika melihat janji-janji yang ada. Jangan sampai kita hanya mengulangi kegagalan nenek moyang kita ketika jatuh dalam dosa, karena ditipu dengan kampanye negatif serta alternatif yang kelihatannya lebih baik.

Memilih yang realistis
Kampanye biasanya identik dengan janji dan kebohongan. Ada banyak yang menjanjikan perubahan-perubahan yang drastis dan kehidupan yang lebih baik. Masalahnya, untuk mengalami perubahan bukan hanya ditentukan oleh pemimpin, tapi melibatkan banyak orang dan dipengaruhi oleh banyak hal yang sangat kompleks. Banyak hal di dalam program yang ditawarkan tidaklah realistis. Misalnya: membereskan kemacetan di Jakarta tidak segampang yang dipikirkan, karena pembuat kemacetan bukan hanya terlalu banyak mobil dan tidak disiplinnya para pengendara, tetapi juga para pemimpin pemerintahan yang tidak mau ikut-ikutan macet (karena waktunya sangat berharga!?) selalu meminta prioritas jalan yang membuat kemacetan lebih parah.

Masih banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan. Yang jelas, pilihlah dengan bijak, belajarlah dari Allah.

Wednesday, August 1, 2007

Teologi Sukses, Penderitaan dan Teologi Kenikmatan

Teologi Sukses menjadi satu fenomena tersendiri yang sangat mempengaruhi Kekristenan sejak abad ke 20. Hampir tidak ada orang Kristen yang tidak dipengaruhi oleh Teologi Sukses. Bahkan yang menolak teologi inipun seringkali tanpa sadar ataupun secara sadar sebenarnya mempraktekkan dan mengakui teologi ini. Tapi harus menolaknya, karena merasa teologi ini bertentangan dengan doktrin dan pengajaran di gereja/alirannya. Sebenarnya lucu, menolak dan melawan, tapi mempraktekkan dan mempergunakan nilai-nilai dari Teologi Sukses untuk menilai banyak hal.

Kapan sebenarnya Teologi Sukses muncul? Kalau mau diteliti lebih jauh, sebenarnya dimulai sejak manusia jatuh dosa. Dalam keberdosaan, maka manusia mengalami kesulitan dalam keluarga, pekerjaan, sakit-penyakit dan berbagai masalah dan musibah. Maka kesuksesan, adalah kalau bisa lepas dari kesulitan, bebas dari permasalahan keluarga, sakit-penyakit dan kemiskinan. Jadi, sebenarnya dasar dari Teologi Sukses adalah respon dari kesulitan karena manusia jatuh dalam dosa dan ingin lepas dari semua kesulitan itu. Sebenarnya semua manusia dan agama apapun adalah penganut Teologi Sukses.

Dari kecil, orang tua dari agama dan kepercayaan apapun sudah mengajarkan anak2nya, bagaimana caranya agar hidup tanpa masalah, menghindari sakit dan bisa kaya. Ukuran kesuksesan seseorang dinilai dari berapa banyak gelar, jabatan, uang, dan materi yang dimilikinya. Orang cacat, sakit-sakitan, orang miskin, pekerja-pekerja rendahan tidak ada yang menghargai. Kecuali, kalau tidak bisa mendapatkan hal-hal yang berharga, baru mulai memikirkan ukuran keseuksesan yang lain.
Dalam kekristenan, hanya dengan menambahkan Tuhan di dalamnya, bahwa Tuhan menginginkan kita semua tidak pernah sakit, kaya dan tidak bermasalah, tidak ada penderitaan, dan semuanya bisa diminta kepada Tuhan. Menjadikan teologi ini bertumbuh dengan subur, karena kebutuhan akan kenikmatan yang semakin lama semakin tinggi, serta budaya konsumerisme, semakin membuat teologi sukses bertumubuh dengan pesat di dalam kekristenan.

Masalahnya, apa betul Alkitab mengajarkan Teologi Sukses? Pengajar2 Teologi Sukses, biasanya dalam pengajarannya mengutip bagian2 firman Tuhan dari Perjanjian Lama. Mengapa? Karena Perjanjian Lama banyak bicara tentang berkat secara fisik dan kutuk. Sedangkan Perjanjian Baru tidak lagi bicara berkat-berkat secara materi, tetapi secara rohani. Mengapa kelihatannya PL banyak bicara berkat secara fisik? Karena bangsa Israel belum bisa mengerti berkat secara keseluruhan. Maka dimulai dengan secara fisik dulu untuk mengerti berkat spiritual. Nah semuanya itu sebenarnya digenapkan dalam Kristus. Berkat-berkat secara fisik dan rohani itu hadir dalam Kristus.

Kalau kita betul-betul memeperhatikan dan membandingkan keseluruhan Alkitab, maka akan mengambil kesimpulan bahwa Tuhan tidak pernah menjanjikan bahwa seseorang yang percaya selama hidup di dunia pasti akan bebas dari kemiskinan, sakit-penyakit, masalah rumah tangga dan masalah relasi, serta lepas dari penderitaan dan penganiayaan. Justru sebaliknya, Kristus datang ke dunia, hidup dalam penderitaan dan mati ditinggalkan pengikut2Nya. Sesuaikah dengan teologi Sukses? Maka sebenarnya yang realistis adalah teologi penderitaan.

Sejak manusia jatuh dalam dosa, maka manusia akan terus mengalami penderitaan sampai mati. Siapapun dia, pasti akan mengalami saat sakit dan harus mati, permasalahan keluarga, dan justru orang-orang yang betul-betul menjalankan kehendak Allah, biasanya hidupnya menderita. Karena dunia yang berdosa ini tidak menginginkan ada yang melakukan kehendak Allah. Orang-orang yang kelihatan sukses dan memiliki banyak hal, kebanyakan (meskipun tidak semua) adalah orang-orang yang kompromi, mengikuti arus dunia dan hanya memanfaatkan Tuhan untuk dirinya. Maka, hidup ini hanyalah menghadapi satu penderitaan dan penderitaan yang lain. Orang-orang yang kelihatan sukses dan kaya, juga memiliki kesulitan dan permasalahan yang besar.Sehingga penderitaan tidak bisa dilepaskan dari hidup ini sampai mati. Itu sebabnya, teologi Penderitaan adalah teologi yang lebih realistis dibandingkan dengan teologi sukses.

Meskipun demikian, teologi yang paling realistis adalah teologi Kenikmatan. Sejak dari penciptaan, yang ada hanyalah kenikmatan. Bebas dari dosa dan penderitaan dan Tuhan sediakan semua kenikmatan. Tuhan memberikan segala kenikmatan yang membuat manusia pertama bisa memuliakan dan menikmati Tuhan. Sayang sekali, sejak manusia jatuh dalam dosa maka kenikmatan pemberian Tuhan sepertinya menghilang dan manusia mencari kenikmatan yang berbeda dan sementara. Tetapi, bagi orang-orang pilihan yang percaya kepada Kristus, kenikmatan yang merupakan anugerah Tuhan dipulihkan kembali dan terus bertumbuh sebagai persiapan untuk kekekalan, sampai selama-lamanya.
Teologi Kenikmatan tidak membuang penderitaan dalam kesementaraan ini. Bahkan biasanya penderitaan yang membuat banyak orang percaya bisa melihat sumber kenikmatan yang sejati dan menikmatinya. Dan penderitaan dan kekurangan menjadi pelajaran yang berharga bagaimana menikmati semua pemberian Tuhan dalam sehat dan kelimpahan. Meskipun demikian teologi kenikmatan, menyadari bahwa penderitaan hanya diperlukan dalam kesementaraan ini dan bukan untuk kekekalan. Karena dari penciptaan, Tuhan tidak menciptakan manusia untuk menderita selama-lamanya, tapi justru mempersiapkan manusia untuk kenikmatan sampai selama-lamanya. Masalahnya manusia tidak bisa mengerti kalau langsung menikmati sampai selama-lamanya, maka ada proses yang dipakai oleh Tuhan untuk membentuk manusia, dan Tuhan mengijinkan penderitaan yang dipakai sebagai alat dalam proses ini.

Jadi, mari kita melihat kenikmatan yang sejati sebagai anugerah Tuhan dan kita betul-betul bisa menikmatinya, sekalipun dunia mengatakan kita tidak sukses, menderita dan banyak masalah, tapi justru kita bisa lebih menikmati segala sesuatu pemberian Tuhan baik dalam kekurangan atau kelimpahan, sehat atau sakit, sampai maut memisahkan kita dari penderitaan dan kita bisa menikmati segala kelimpahan yang disediakan Tuhan. Dari sekarang kita harus belajar menikmati, sebagai persiapan untuk kekekalan dimana kita bisa menikmati semua pemberian Tuhan dengan bebas, dan lebih khusus lagi, sumber berkat itu sendiri yang harus kita nikmati.

What is the chief end of man?
Man’s chief end is to glorify God, and to ENJOY him forever

Westminster Shorter Catechism

Monday, July 30, 2007

Persembahan: Penciptaan sampai Kekekalan

Persembahan adalah salah satu kata yang kurang disukai oleh orang-orang pelit. Apalagi memikirkan untuk memberi gratis kepada orang lain. Di dunia ini tidak ada lagi yang gratisan. Mungkin begitu yang menjadi pemikiran hampir setiap orang. Tidak terkecuali untuk orang-orang yang datang ke gereja, yang akan memberi persembahan kalau ada sesuatu yang dianggap baik dan menguntungkan.
Sebenarnya, bagaimana kita bisa melihat perubahan2 yang terjadi di dalam persembahan sejak dari Penciptaan sampai kepada kekekalan?

Penciptaan (Creation)

4 Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu,
Kej 4:4

Meskipun kejadian ini terjadi sesudah Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, tetapi apa yang dilakukan oleh Habel merupakan contoh yang diinginkan oleh Allah bagaimana persembahan yang seharusnya sejak Penciptaan. Habel mempersembahkan kepada Allah yang terbaik dari apa yang dimilikinya. Habel mempersembahkan anak sulung kambing dombanya dan yang dipersembahkan adalah lemak2nya. Kalau dibandingkan dengan Imamat 1:2-3 dan apa yang terjadi di dalam Perjanjian Baru, bisa disimpulkan bahwa Habel mempersembahkan persembahan yang berpusat kepada Kristus. Karena apa yang dipersembahkan oleh Habel adalah bayang-bayang dari pengorbanan Kristus, yang sulung dan tidak bercacat cela. Dari persembahan Habel kita bisa mempelajari bahwa persembahan bukan hanya sekedar persembahan, melainkan merupakan suatu pemberian yang terbaik dan berpusat kepada Kristus.
Apa yang berbeda dalam persembahan ketika manusia hidup dalam dosa?

Kejatuhan (Fall)
3 Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; 5 tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram.
Kej 4:3,5

Di dalam keberdosaannya, persembahan dari Kain mewakili persembahan dari manusia yang jatuh dalam dosa. Sepertinya persembahan Kain juga seharusnya sudah sangat pantas. Ia adalah seorang petani, dan ia mempersembahkan dari hasil yang dikerjakannya. Masalahnya, Alkitab tidak menunjukkan bahwa Kain mempersembahkan yang terbaik. Selain itu, Kain tidak memikirkan apa yang menjadi keinginan dan kehendak Allah. Kain hanya mempersembahkan menurut keinginannya sendiri. Jika Kain memikirkan apa yang dikehendaki oleh Allah, maka sesudah Allah tidak mengindahkan persembahannya, seharusnya Kain menukar hasil pertaniaannya dengan anak sulung lain yang terbaik dari domba yang dimiliki oleh Habel. Pasti Habel akan memberikannya. Ternyata, Kain tidak memikirkan apa yang baik bagi Allah, ia malahan hanya memikirkan dirinya sendiri dan respon apa yang seharusnya ia terima dari persembahannya. Itu sebabnya Kain tidak mengubah persembahannya, melainkan membunuh Habel.
Persembahan Kain mewakili persembahan orang-orang yang berdosa. Tetap melakukan persembahan, tetapi persembahan itu bukanlah yang terbaik dan hanya berpusat kepada dirinya sendiri. Selama ada keuntungan bagi diri sendiri di dalam memberikan persembahan, maka persembahan akan terus diberikan.
Karena itu, Allah harus mengajar dan melatih umatNya di dalam memberikan persembahan. Di dalam Perjanjian Lama kita bisa melihat proses pelatihannya. UmatNya dilatih untuk mempersembahkan yang terbaik, tidak bercela dan berpusat kepada Kristus. Salah satu penekanan di dalam konteks hidup orang Israel adalah persepuluhan.
Bagaimana dengan Perjanjian Baru, adakah yang berbeda di dalam persembahan?

Penebusan (Redemption)
1 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
Rom 12:1

Perjanjian Baru ternyata membicarakan persembahan dengan cara yang berbeda. Bukan lagi menekankan kepada persepuluhan. Persembahan yang kudus, yang berpusat kepada Allah tetaplah sama, tetapi sekarang bukan lagi hanya sepersepuluh, melainkan seluruhnya. Mempersembahkan tubuh mewakili persembahan hidup secara keseluruhan. Tuhan Yesus memuji persembahan seorang janda miskin yang memberikan semua nafkahnya (Mar 12:43-44), sekalipun Ia juga menganjurkan memberikan persembahan sesperti yang diajarkan oleh Musa (Mat 8:4). Begitu juga dengan kehidupan dari jemaat mula-mula di dalam Kis 2 dan 4, yang tidak memperhitungkan berapa persen lagi yang harus dipersembahkan, tetapi selalu saja ada yang menjual tanah atau rumah untuk mencukupkan hidup jemaat mula-mula yang berasal dari luar Yerusalem.
Perbedaannya terjadi, karena kedatangan Kristus ke dunia. Bapa sudah mempersembahkan AnakNya yang tunggal, yang tidak bercacat-cela untuk menebus hidup umatNya. Maka, umatNya yang sudah diselamatkan menyadari bahwa seluruh hidup dan miliknya, bukanlah miliknya sendiri, melainkan milik Bapa. Itu sebabnya, seandainya harus mempersembahkan (bahkan sampai semuanya) untuk melakukan kehendak Allah, bukanlah menjadi suatu hal yang sulit, melainkan ada sukacita di dalam melakukannya.
Persembahan menjadi gaya hidup dari orang percaya, karena menyadari sudah terlalu banyak pemberian Allah yang berkelimpahan di dalam hidupnya, maka sudah sewajarnya ia juga memberikan persembahan yang bukan hanya sekedarnya untuk melaksanakan tugasnya, melainkan mempersembahkan yang terbaik, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah.
Adakah persembahan yang sekarang ini berhubungan dengan kekekalan?

Kekekalan/Penyempurnaan (Consummation)
24 Dan bangsa-bangsa akan berjalan di dalam cahayanya dan raja-raja di bumi membawa kekayaan mereka kepadanya; 25 dan pintu-pintu gerbangnya tidak akan ditutup pada siang hari, sebab malam tidak akan ada lagi di sana; 26 dan kekayaan dan hormat bangsa-bangsa akan dibawa kepadanya.
Wahyu 21:24-26

Ternyata persembahan bukan hanya dilakukan di dalam hidup yang sementara ini. Persembahan juga dilakukan sampai selama-lamanya. Selain manusia akan beribadah kepada Allah Tritunggal sampai selama-lamanya, maka menusia juga ternyata akan membawa persembahan kepada Allah di Yerusalem yang baru, dimana Allah bertahta. Yang dipersembahkan adalah kekayaan (kemuliaan) dan hormat. Segala yang agung, terbaik, terindah dari hasil usaha manusia, itulah yang dibawa ke Yerusalem baru untuk dipersembahkan.
Maka hidup yang sementara ini adalah kesempatan untuk belajar dan berlatih untuk mempersembahkan yang terbaik, terindah, teragung, apa yang dikehendaki Allah. Itu sebabnya kita perlu belajar mempersembahkan yang terbaik dan yang berpusat kepada Allah untuk kemuliaan namaNya. Soli Deo Gloria.



Baca juga:

- Seni Memberi (1): Bisa dapat lebih banyak?

- Seni Memberi (2): Memberi Berkat



Saturday, June 30, 2007

Membuat E-Book Gratis

Sebenarnya sudah lama memperhatikan munculnya berbagai macam e-book di internet. E-book sepertinya mulai menggantikan posisi buku, meskipun bagi pembaca konvensional masih lebih menyukai membaca buku daripada e-book.
Tadinya mencoba menulis di blog untuk mengumpulkan kotbah dan pemikiran2 pribadi, tetapi kemudian mulai terpikirkan untuk membuat buku sendiri (dalam hal ini e-book), dengan satu tema yang diminati dan mungkin juga menjualnya lewat internet???! Siapa tahu ada penerbit yang melihatnya dan berminat menerbitkannya...Tapi, ada yang lebih menarik dari pada menjualnya, yaitu cara membuat e-book dan covernya dengan gratis dan tanpa biaya.

Yang paling sulit dari pembuat e-book adalah bangun dari mimpi. Lho!? Karena biasanya mimpi sudha berjalan terlalu jauh, sementara yang dibuat belum ada sama sekali. Maka, perlu bangun dari mimpi dan mulai mempersiapkan materi yang akan ditulis.

1. Mempersiapkan materi dengan mempergunakan Microsoft Word ataupun dengan menggunakan editor dari OpenOffice yang gratis. Usahakan dalam membuat tulisannya disesuaikan dengan layout buku, sehingga mempermudah waktu akan dikonversi.

2. Memilih converter untuk membuat e-book. Saya memilih format PDF yang lebih universal dan bisa dibuka dengan Acrobat Reader yang gratisan. Untuk merubah format .doc ke dalam bentuk .pdf, saya merekomendasikan PrimoPDF v3.1 yang bisa didownload gratis. Download PrimoPDF.

Tapi, kalau buku yang dibuat ukurannya kurang dari 1 MB, maka saya merekomendasikan Neevia.com. Neevia bisa membuat bookmark dan pages dari Word dokumen. Tidak perlu mendownload programnya, langsung bisa dikonversi di internet.

3. Tugas berikutnya adalah membuat cover dari e-book. Ini juga merupakan pekerjaan yang sulit, karena sulit mendapatkan cover dan biasanya harganya mahal. Sesudah mencari sekian lama di Google Search, akhirnya saya mendapatkan satu site yang memberikan banyak cover template yang gratis, tinggal kita menambahkan sedikit kreativitas dan tulisan di dalam template itu. Silahkan lihat di eBookCovers.us. Di site ini bisa ditemukan 11 template Flat covers, 11 template 2D Covers dan 101 template gratis lainnya. Semuanya bisa didownload gratis.
Saya memakai ACD Foto Canvas 3.0 dan Paint untuk penulisan dari huruf-hurufnya. Yang lebih baik dengan menggunakan Photoshop. Ada beberapa tutorial gratis di internet bagaimana membuat cover dengan mempergunakan Adobe Photoshop. Salah satunya adalah Tutorial dgn Photoshop. Saya tidak punya software ini (ada sih tapi bajakan, malas untuk install ke notebook), maka saya mempergunakan Paint dan ACD yang gratisan dan sudah ada di notebook saya.

4. Tahap terakhir adalah mempublikasikan e-book ini. Saya sendiri belum terlalu mengerti bagaimana mempublikasikannya dengan baik.

Anda tertarik membuat e-book? Selamat Mencoba!

Monday, June 25, 2007

Libur telah Tiba: bagaimana menikmatinya?

Liburan disenangi banyak orang, baik yang memiliki banyak uang maupun yang tidak punya uang. Karena liburan adalah liburan, ada waktu untuk berhenti bekerja yang dianggap menjadi beban berat. Waktu-waktu liburan di Indonesia biasanya pada saat liburan sekolah maupun liburan hari raya besar seperti Lebaran dan Natal.
Saya sudah menikmati liburan dua minggu di satu desa 20 km dari Manado, Sulawesi Utara. Tinggal di satu cottage yang terletak di daerah yang tinggi dan dingin, di antara dua gunung, Lokon dan Mahawu. Liburannya saya isi dengan merenung, menulis buku dan jalan-jalan. I enjoy it. Bagaimana seharusnya kita melihat liburan, apa yang Alkitab katakan tentang hal itu dan bagaimana menikmatinya?

2 Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. 3 Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.
Kej 2:2-3

Kitab Kejadian menceritakan tentang liburan pertama, ketika Allah berhenti sesudah menyelesaikan pekerjaanNya. Di hari ketujuh Ia berhenti dan menguduskannya. Liburan!
Dari bagian Alkitab ini orang-orang mulai berpikir bahwa liburan adalah puncak ataupun upah dari bekerja. Liburan dianggap menjadi kesempatan untuk menikmati segala hasil dari bekerja. Selama bekerja orang-orang menghasilkan uang. Uang itu di tabung dan waktunya tiba, berhenti bekerja dan memakai dan menikmati uang itu. Benarkah Allah melihat berhentinya bekerja di hari ketujuh sebagai upah dari 6 hari bekerja dalam Penciptaan?

Saya melihat sepertinya ada nuansa bahwa Sabbat (hari ketujuh) adalah puncak dan upah dari enam hari bekerja. Tetapi yang dinikmati oleh Allah adalah kemuliaanNya yang dipancarkan di dalam pekerjaanNya. Berhentinya Allah bukan untuk menikmati dalam pengertian menghabiskan semua yang sudah diciptakanNya. Berhentinya Allah juga bukan karena sudah terlalu bosan dan lelah bekerja. Allah berhenti bekerja bukan untuk mencari penghiburan lain lagi dalam kepenatanNya. Ia berhenti karena sudah menyelesaikan pekerjaanNya dan Ia menikmati kemuliaanNya. Maka, liburan bukan pelarian untuk pemuasan kekosongan hidup. Liburan juga bukan kesempatan untuk memboroskan semua anugerah Allah.

Ada lagi yang berpikir bahwa Allah mengakhiri pekerjaanNya dengan berhenti. Tetapi manusia berbeda. Manusia memulai hidupnya di dunia, justru dengan sabbat (bukan hari ketujuh bagi manusia, tetapi menjadi hari pertama, meskipun sabbat artinya tujuh). Sesudah itu baru manusia bekerja di dalam dunia ini. Maka, ada yang berpikir bahwa liburan itu seharusnya digunakan sebagai persiapan untuk bekerja. Liburan menjadi tidak berarti jikalau tidak membuat manusia terisi dengan banyak hal yang membuat manusia siap untuk bekerja lagi. Ide yang menarik. Karena banyak manusia sesudah liburan justru menjadi tidak produktif dan pengen libur terus. Betulkah liburan hanya berguna sebagai persiapan untuk bekerja?

Sejauh ini kita sudah memiliki dua pandangan yang menarik. Yang pertama melihat liburan sebagai upah dari kerja, sementara yang kedua, melihat liburan berguna untuk kerja. Kedua pandangan ini sebenarnya memikirkan dari sudut kerja yang menjadi pusat. Liburan hanya sekedar pengisi waktu di antara pekerjaan, entah sebagai hadiah atas kerja keras, ataupun sebagai persiapan untuk hasil yang lebih baik. Itu sebabnya orang-orang yang sibuk dan bekerja keras akan dianggap lebih baik dibandingkan dengan orang yang kerjanya banyak liburan.
Tapi, di dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi perubahan pandangan. Orang-orang sekarang lebih menghargai orang-orang yang lebih banyak liburan daripada bekerja, tetapi bisa tetap menghasilkan uang lebih banyak. Kebebasan finansial menjadi slogan, di mana salah satu upahnya adalah lebih banyak liburan. Banyak orang yang tidak bertanya dan mampu membedakan semuanya. Hanya mengikuti saja semua arus dunia ini. Bagaimana seharusnya kita melihat posisi liburan?

Saya sebenarnya pernah membahas topik yang mirip ini di dalam I love this Game!. Tapi, ada beberapa hal berbeda yang tetap perlu untuk direnungkan.
Sabbat adalah berhenti dari pekerjaan. Maka, seharusnya Sabbat bisa untuk tidak dikaitkan dengan pekerjaan sama sekali. Sama seperti Allah menikmati pekerjaanNya, maka Allahpun menikmati Sabbat, sehingga Ia memerintahkan manusiapun untuk berhenti bekerja dan menikmati hari perhentian itu dan menikmati Allah juga. Kalau kita bawa di dalam konteks liburan, maka liburan itu bukan hanya sebagai upah ataupun berguna untuk kerja selanjutnya, tetapi liburan baik untuk menikmati semua kelimpahan anugerah Allah sekaligus belajar menikmati Allah. Sebagian orang hanya memboroskan segala anugerah Allah untuk pemuasan keinginan dan nafsunya ketika berlibur. Allah tidak ada hubungannya sama sekali dengan liburan. Liburan menjadi kesempatan untuk bebas sebebasnya. Padahal liburan diberikan dan ditetapkan oleh Allah untuk menikmati segala kelimpahan kenikmatan yang merupakan anugerahNya dan menikmati semuanya itu di dalam Dia dan belajar untuk menikmatiNya.
Contoh yang paling gampang, adalah ketika pergi ke tempat-tempat wisata yang menyediakan pemandangan alam yang indah. Adakah kita betul-betul menikmati semuanya, bersyukur kepada Allah yang menciptakannya dan memberikan anugerah dan kesempatan kepada kita untuk melihatnya dan kita menikmati Dia yang merupakan sumber dari segala keindahan dan kemuliaan yang dipancarkan dengan memuliakan Allah.

Jadi, pergunakanlah kesempatan untuk berlibur. Bukan hanya sekedar pemuasan keinginan, tapi sebagai kesempatan untuk beribadah, memuji Allah dan menikamtiNya di dalam segala kelimpahan kenikmatan yang disediakan bagi kita. Termasuk ketika kita hanya berlibur di rumah sendiri, tidak pergi ke mana-mana. Di situpun sudah Allah sediakan kelimpahan kenikmatan pada saat berlibur. Libur telah tiba! Manfaatkan sebaik-baiknya untuk memuliakan dan menikmati Allah. Saudara pasti akan puas dengan liburan itu sesudah mengecap dan melihat, Saudara akan mengatakan, "Betapa baiknya Tuhan itu!"

Friday, June 8, 2007

Suschematizo dan Metamorphoo

Dua hari terakhir ini browsing dan lihat beberapa blog dari blogspot yang memakai layout new blogger. Jadi tertarik, karena selama ini belajar memakai old template yang tentu saja memakai html. Sementara, layout template memakai xml.
Yang lebih menarik, ada blogger yang memberikan panduan di dalam hacking new blogger. Jadilah blog ini sedikit berubah dengan bentuk tiga kolom dan new header. Tetapi, justru muncul pertanyaan. Apanya yang sebenarnya berubah, bagian luarnya (tampilannya) atau bagian dalamnya (isinya, pergumulannya, dll)? Mana yang lebih penting?

Do not be conformed to this world, but be transformed by the renewal of your mind, that by testing you may discern what is the will of God, what is good and acceptable and perfect.
Rom 12:2, ESV

Dunia ini menawarkan seolah-olah bagian luar (tampilan/tampak luar) lebih penting dibandingkan bagian dalamnya. Kadang-kadang ada alasan bahwa yang kelihatan di luar biasanya muncul/pengaruh dari isi yang ada di dalam. Betulkah seperti itu?

Judul dari post ini mungkin agak aneh bagi sebagian orang, tapi sebenarnya biasa bagi yang sudah membaca tulisan saya tentang Kehendak Allah (2). Karena dalam tulisan itu saya sudah menyebut dua kata di atas.
Suschematizo berasal dari kata schema, yang berarti bentuk, pola. Sedangkan kata metamorphoo, berasal dari akar kata morphe, yang juga berarti bentuk, rupa. Apa bedanya?

Perbedaannya bisa dilihat di dalam Fil 2:7-8. Pada ayat 7, memakai kata morphe (yang diterjemahkan "rupa" oleh LAI). Sedangkan ayat 8 memakai kata schema, yang diterjemahkan "keadaan" (seharusnya juga rupa/penampilan) oleh LAI.
Morphe, berbicara tentang bagian dalam/esensi dari manusia. Sedangkan schema adalah bagian luar/penampilan.

Banyak orang hanya ingin kelihatan schema-nya baik dan menonjol, sehingga terus-menerus menyesuaikan dengan schema zaman ini yang takluk kepada dosa. Sedikit yang melihat bahwa yang dibutuhkan dirinya adalah morphe-nya yang diubahkan oleh Tuhan melalui firmanNya. Sehingga dari perubahan morphe ini membuat hidup seorang percaya bisa melihat schema secara keseluruhan, sebelum dicemari oleh dosa, sesudah dicemari oleh dosa, sesudah mengalami penebusan dan yang sempurna nanti di dalam kekekalan.

Selama manusia hanya mementingkan schema dan terus-menerus menyesuaikan dengan schema dunia yang berdosa, suatu saat pasti akan menyerah dan tidak bisa mengikutinya. Di Jepang, sempat terkenal dengan harajuku, sementara yang sekarang ini ada trend baru untuk membuat kulit jadi sawo matang dan gelap. Sesudah itu, apalagi? Tidak akan pernah berhenti.. Tetapi yang muda akan menjadi tua, dan menyadari dirinya tidak bisa lagi mengikuti tampilan anak muda yang sesuai zamannya. Tetapi, dengan segala perubahan zaman, apakah keberadaan dirinya mengalami perubahan yang lebih baik? Apakah manusia makin mengerti akan arti hidup, mengapa dirinya hidup di dunia, apa panggilannya?

Semoga kita tidak menghabiskan dan memboroskan waktu dan segala anugerah Tuhan kepada kita hanya dengan membenahi penampilan luar kita. Tetapi dengan berjalannya waktu, biarlah kita bisa melihat Tuhan mengubah hidup kita sehingga kita bisa mempergunakan segala berkat, anugerah, waktu dan schema kita untuk memuliakan Tuhan.

Tuesday, April 17, 2007

Managing Oneself

Kemarin ada seorang mantan Majelis yang pernah pelayanan bareng di satu gereja mengajak ketemu, dan kita makan di salah satu restoren di Mall Taman Anggrek. Ngobrol banyak tentang pelayanan masing-masing dan rencana ke depan. Bapak Majelis itu mempromosikan satu buku yang baru saja dibelinya di toko buku di situ. Ternyata dia sengaja beli untuk dikasih ke saya. Buku dikasih gratis, maka harus dibagi-bagi apa yang didapat dari buku itu. Kumpulan tulisannya Peter F. Drucker, The Man who invented Management (BusinessWeek). Kumpulan tulisannya dibagi 2 bagian, yang pertama tentang tanggung jawab dari Manager (kita semua adalah manager/oikonomia, yang diserahkan talenta oleh Tuhan utk dikembangkan). Sedangkan bagian keduanya adalah tentang dunia dari para Executive (kita bukan hanya executive, melainkan adalah Raja yang mewakili Tuhan di bumi ini). Saya hanya ingin membagikan artikel pertama yang ada di dalam bagian pertama tentang Managing Oneself. Karena ada hal-hal yang menarik untuk mengevaluasi diri.

The sum of true wisdom—viz. the knowledge of God and of ourselves
(John Calvin)

Drucker melihat di dalam sejarah bahwa orang-orang yang mencapai puncaknya adalah orang-orang yang bisa manage dirinya. Contohnya: Napoleon, da Vinci, Mozart.
Untuk bisa manage diri sendiri perlu mengetahui beberapa hal:

What are my Strengths?
Drucker menemukan kekuatan2nya melalui feedback analysis. Setiap kali ia ingin mengambil kepurusan yang penting, dia menuliskan apa yang dia harapkan akan terjadi. Kemudian di dalam waktu 9 atau 12 bulan kemudian dibandingkan dengan apa yang terjadi sebenarnya. Yang menarik, menurut Drucker cara ini bukan cara baru, tapi sudah dimulai dari abad ke-14 yang kemudian dipraktekkan dengan sangat baik sebagai suatu kebiasaan oleh John Calvin dan Ignatius Loyola, dua orang yang mendirikan Gereja Calvinist dan Jesuit order. Kedua-duanya mendominasi Eropa dalam waktu yang cukup lama.
Implikasi dari pengetahuan tentang kekuatan2 kita: Pertama, konsentrasi pada kekuatan2 itu. Kedua, kembangkan dan tingkatkan kekuatan2 itu. Ketiga, selidiki dan atasi kesomobngan intelektual yang menghambat kemajuan.
Apa yang dipikirkan oleh Drucker sebenarnya mirip dengan evaluasi dari pemberian2 yang sudah Tuhan berikan kepada kita, talenta2 dan karunia. Melihat di mana bagian kita dari tubuh Kristus. Evaluasi yang lebih baik adalah dengan melihat kepada firman dan pengenalan akan Allah. Sama seperti yang dikatakan oleh Calvin, tanpa pengenalan akan Allah tidak ada pengenalan akan diri; dan sebaliknya. Implikasinya, sebenarnya dalam pengenalan akan diri membuat kita semakin mengenal, bersyukur dan memuliakan Tuhan.

How Do I Perform?
Drucker melihatnya sebagai keunikan yang berasal dari kepribadian seseorang. Bisa diubah, tapi tidak bisa secara keseluruhan. Drucker melihat beberapa pertanyaan2 lagi untuk bisa mengerti hal ini:
Am I a Reader or a Listener? Drucker memberikan dua contoh Presiden USA, Dwight Eisenhower dan Lyndon Johnson. Yang pernah berhasil dan akhirnya gagal karena tidak melihat kemampuannya sebagai pembaca atau pendengar.
How do I Learn? Dari mengetahui bahwa apakah kita adalah pembaca atau pendengar akan membuat kita mengerti bagaimana cara belajar yang lebih baik.
Sebenarnya masih ada juga pertanyaan yang harus dipertanyakan, seperti apa saya lebih baik bekerja sendiri? Atau lebih baik di dalam satu grup?, dan masih banyak pertanyaan lainnya.
Drucker mengambil kesimpulan bahwa jangan berusaha merubah diri sendiri tapi kerja keras untuk improve the way you perform.
Bagi saya sangat menarik, karena banyak yang mengajarkan pembentukan kepribadian bukan berasal dari dalam, tapi dari luar. Padahal kepribadian seseorang justru dibentuk dari firman hari demi hari dan pergumulannya untuk melakukan firman. Seharusnya orang-orang Kristen yang dibentuk dengan firman akan perform lebih baik.

What are My Values?
Pertanyaan ini adalah salah satu pertanyaan yang terpenting yang harus dipertanyakan. Drucker memberikan sebuah tes, yang dinamakannya mirror test. Suatu pertanyaan, orang seperti apa yang saya ingin lihat di kaca pada pagi ini? Pertanyaan yang bukan untuk memanipulasi diri, tapi mempertanyakan nilai2 yang dianggap penting dan berharga, serta seperti apa kita melihat sukses di dalam hidup. Drucker sedikit membagikan cerita hidupnya. Ia sangat baik sebagai seorang bankir muda di London pada pertengahan tahun 1930-an. Pekerjaannya sangat sesuai dengan kemampuan dan kekuatannya, tapi ia melihat bahwa tidak ada yang penting menjadi seorang yang sangat kaya yang akan mati di dalam kuburan. Dalam keadaan tidak punya uang dan prospek pekerjaan selanjutnya, ia berhenti dan keputusannya tidak salah. Ia tidak menjadi seorang yang sangat kaya, tetapi kekayaan pengetahuan dan pergumulannya membuat banyak orang mengerti tentang hidup dan kerja.
Saya sangat setuju dengan Drucker, Values are and should be the ultimate test. Maka nilai-nilai di dalam hidup kita harus dibangun melalui pengenalan akan Tuhan melalui firmanNya. Tanpa itu, nilai2 kita hanya akan dipengaruhi oleh dunia. Cara melihat kesuksesan yang sebenarnya hanya UUD (ujung-ujungnya duit).

Masih ada beberapa point yang dibahas oleh Drucker dalam artikel ini seperti, Where Do I Belong? What Should I Contribute? Responsibility for Relationships and The Second Half of Your Life. Tetapi, tiga point yang pertama di atas sudah cukup untuk mengerti dan bisa belajar banyak untuk mengenal diri kita yang seharusnya hidup untuk memuliakan Tuhan.

Tulisan singkat lain tentang Managing Oneself dari Drucker bisa di baca di Managing Knowledge Means Managing Oneself

Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.
Roma 12:3

Thursday, March 15, 2007

The Opium of Positive Thinking

Beberapa bulan yang lalu, sempat beberapa kali ada kesempatan di hari Rabu-Kamis untuk nonton Audisi American Idol. Ribuan orang di beberapa kota di Amerika datang dengan mimpi-mimpi untuk menjadi seorang idol. Dan, kalau menjadi American Idol menjanjikan kesuksesan yang luar biasa. Kenyataannya lebih banyak yang bermimpi dan sangat kecewa dengan mimpinya yang tidak akan pernah menjadi kenyataan. Banyak peserta audisi yang sudah berlatih dan mempersiapkan diri dengan sangat baik (menurut mereka) dan merasa pasti bisa untuk menjadi seorang American Idol. Minimal dapat tiket ke Hollywood. Sudah memproyeksikan dirinya, percaya dengan banyak hal yang akan terjadi dengan pikirannya yang positif. Tapi, sesungguhnya kalau dilihat dengan akal sehat, sangat jauh dari klaimnya yang merasa akan berhasil. Mengapa banyak orang menipu dirinya sendiri?

Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.
Rom 12:3

Beberapa alasan dari kesulitan dan kegagalan manusia adalah karena manusia terlalu percaya dengan positive thinkingnya. Banyak orang yang memimpikan terlalu jauh dibandingkan dengan yang seharusnya dilakukan di dalam beberapa hal. Sedangkan di dalam beberapa hal yang lain di mana seharusnya memikirkan lebih tinggi, ternyata tidak pernah sampai ke situ. Maka Rasul Paulus mengatakan perlu ukuran iman yang sudah dianugerahkan Allah kepada kita masing-masing. Nah, di sini masalahnya. Ukuran iman ternyata digantikan oleh positive thinking. Banyak orang tidak ingin melihat ukuran iman itu, tetapi lebih ingin melihat apa yang diinginkan untuk melepaskan dirinya secepat mungkin dari segala kesulitannya dan secepatnya bisa menikmati segala kenikmatan yang kelihatannya mungkin untuk dijangkau dengan iman.
Jadi, sebenarnya banyak orang yang merasa sedang memikirkan ukuran imannya, sebenarnya melupakan kata-kata sebelum 'menurut ukuran iman', yaitu kata 'menguasai diri.' Dalam bahasa Yunaninya, Rasul Paulus menggunakan dua kata phronein dan sophronein, yang artinya berpikir dan melatih dalam mengontrol pikiran/diri. Di zaman sekarang ini, banyak orang yang mengatakan bahwa ia beriman bahwa segala sesuatu yang dipikirkan akan terjadi, hanya menunjukkan bahwa ia tidak bisa mengontrol dirinya akan segala keinginan yang diharapkan segera terjadi. Jauh sekali berbeda dengan apa yang dimaksudkan oleh Rasul Paulus. Positive Thinking sudah membius dan mengikat banyak orang, bagaikan candu, ditengah kesulitan dan pergumulan seolah-olah jalan keluarnya hanyalah dengan berpikir positif yang cenderung menipu dan memanipulasi.
Seharusnya kita berlatih untuk menerima keadaan dan belajar melihat bahwa keadaan sekarang, selama masih ada waktu dan kesempatan serta anugerah dari Tuhan, maka keadaan itu bukan akhir dari segalanya. Jadi belajar menerima keadaan. Yang harus terjadi dan yang harus ditanggung, haruslah ditanggung. Ketika kita harus kehilangan mimpi-mimpi, barang-barang dan bahkan orang-orang yang kita kasihi, kita harus menerima kenyataan itu. Pemikiran kita yang positif tidak akan mengembalikan semuanya.
Seharusnya juga kita melihat masa depan bukan hanya berdasarkan keinginan kita, tetapi menghubungkannya dengan seluruh rencana Allah dan membuka mata melihat sejarah yang sedang berlangsung. Kalau mata kita betul-betul terbuka, maka seharusnya kita makin pesimis dan bukan optimis dengan dunia ini. Karena dosa lebih merajalela, orang yang betul-betul bersaksi semakin sedikit. Bahkan banyak orang Kristen yang hanya hidup untuk dirinya ambisinya, keluarganya, gerejanya dan tidak ingin melihat keseluruhan Kerajaan Allah. Harusnya keadaan ini tidak bisa membuat kita positive thinking. Kecuali kalau kita lari dari kenyataan atau ingin lari dari kenyataan. Tetapi, semuanya belum berakhir, ada rencana Tuhan yang indah bagi umat pillihanNya. Dan seharusnya di dalam kepesimisan yang paling dalam kita tetap bisa melihat anugerah dan pemeliharaan Allah yang terus bekerja. Itu sebabnya dunia ini tidak segera berubah menjadi neraka sesudah manusia jatuh dalam dosa dan makin bertambah jahat.
Maka, bagi saya seharusnya kita belajar untuk mengerjakan apa yang sudah dibukakan oleh Tuhan saat ini, sambil memikirkan apa dampaknya sampai kepada kekekalan. Dan kemudian melakukan lagi apa yang telah kita pikirkan sampai pada kekekalan. Pelajaran ini tidak akan membuat kita tertipu dengan fenomena dan keinginan kita yang begitu mencintai diri sendiri dan hanya menginginkan diri kita sendiri yang bahagia. Tuhan justru akan membuat kita semakin jelas dengan segala hal yang terus dibukakanNya kepada kita, karena Dia sudah mempersiapkan semuanya.
Semoga Allah kita terus menganugerahkan iman kepada kita untuk melihat segala sesuatu di dalam rencanaNya dan kita hidup terus-menerus di dalam pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya.

I don't know about tomorrow,
I just live from day to day.
I don't borrow from it's sunshine,
For it's skies may turn to gray.
I don't worry o'er the future,
For I know what Jesus said,
And today I'll walk beside Him,
For He knows what is ahead.

I don't know about tomorrow,
It may bring me poverty;
But the One Who feeds the sparrow,
Is the One Who stands by me.
And the path that be my portion,
May be through the flame or flood,
But His presence goes before me,
And I'm covered with His blood.

Many things about tomorrow,
I don't seem to understand;
But I know Who holds tomorrow,
And I know Who holds my hand.


Words and Music by Ira Stanphill

Friday, March 9, 2007

Budaya Mundur. Untuk apa?

Seorang Menteri yang di dalam bidangnya terus mengalami masalah dan kegagalan, ditanya oleh beberapa wartawan, "Apakah Bapak akan mundur?" Agak marah, Pak Menteri menjawab, "Saya kan diangkat Presiden, kalau Presiden memutuskan saya harus mundur, maka saya akan mundur. Tergantung Presiden!" Tetapi wartawan tidak puas, lalu kembali mengatakan,"Kenapa Bapak ga mundur aja, kenapa harus tunggu keputusan Presiden!?" Ada lagi yang menambahkan, "Apakah Bapak akan mundur?" Dengan marah, Pak Menteri berkata, "Kenapa itu lagi pertanyaannya???!!" Lalu Pak Menteri pergi. Untuk mundur??? Mana mau!!! Bagaimana seharusnya kita melihat posisi dan panggilan kita dalam hidup ini? Apa yang diajarkan oleh Alkitab?

5 Have this mind among yourselves, which is yours in Christ Jesus, 6 who, though he was in the form of God, did not count equality with God a thing to be grasped, 7 but made himself nothing, taking the form of a servant, being born in the likeness of men. 8 And being found in human form, he humbled himself by becoming obedient to the point of death, even death on a cross. 9 Therefore God has highly exalted him and bestowed on him the name that is above every name, 10 so that at the name of Jesus every knee should bow, in heaven and on earth and under the earth, 11 and every tongue confess that Jesus Christ is Lord, to the glory of God the Father.
Phil 2:5-11 ESV

Sejak pemimpin malaikat jatuh dalam dosa menjadi Iblis, maka mulailah permasalahan kesombongan yang kemudian mempengaruhi kehidupan manusia sampai Kristus datang kedua kali. Keinginan untuk terus naik dan menjadi yang paling berkuasa dan berusaha mempertahankannya, tidak ada yang bisa menggantikannya. Manusia ingin berada di dalam posisi yang tinggi, karena menjanjikan kehormatan, kuasa dan tentu saja kenikmatan yang lebih bila dibandingkan dengan apa yang dipunyai saat ini. Itu sebabnya, manusia berusaha terus untuk berada di atas dan mempertahankannya. Orang-orang yang kelihatannya tidak mempunyai keinginan seperti ini, sebenarnya bukan tidak punya keinginan yang sama seperti itu, tetapi biasanya sudah merasa tidak sanggup untuk mendapatkan itu. Seandainya 'merasa' sanggup dan punya kapasitas, biasanya juga akan mengejar hal itu. Sedikit sekali orang-orang yang betul-betul ingin melayani sekalipun tidak dihargai. Termasuk para pemimpin politik (yang dalam kampanyenya ingin melayani rakyat, kenyataannya ingin terus dilayani) dan para pemimpin agama (yang sering menyebut dirinya 'hamba' Tuhan, yang seharusnya melayani, tetapi kenyataannya meminta pengikut-pengikutnya untuk selalu melayani dirinya). Sebenarnya, orang-orang seperti ini sedang melayani Iblis dan mengikuti cara Iblis.
Caranya Iblis, sudah diberikan posisi yang cukup baik sebagai salah satu pemimpin malaikat, tapi tidak puas dan ingin posisi yang lebih tinggi lagi, menjadi sama seperti Allah dan ingin meninggikan dirinya dan berusaha mati-matian untuk tetap mempertahankan dirinya untuk berkuasa terhadap banyak malaikat dan manusia, tetapi kemudian direndahkan oleh Allah. Cara ini yang ingin diikuti oleh banyak orang. Meskipun saat ini dilakukan dengan banyak variasi. Ada yang awalnya pura-pura rendah hati. Ada juga yang sudah direndahkan, pura-pura bertobat dan merendahkan diri untuk bisa naik lagi.
Apa bedanya dengan caranya Tuhan? Rasul Paulus menunjukkannya dalam Fil 2:5-11 yang sudah kita baca di atas. Kristus yang adalah Allah tidak mempertahankan keilahianNya tetapi malah menurunkan diriNya menjadi sama dengan ciptaanNya (Pencipta menjadi sama rendah dengan ciptaanNya, dan bahkan datang bukan untuk dilayani, tetapi melayani, bahkan mau mencuci kaki murid-muridNya yang berdosa), menjadi seorang hamba, bahkan menderita dan harus mati di atas kayu salib (betul-betul direndahkan) demi untuk melakukan dan menggenapkan kehendak Bapa. Apa yang terjadi selanjutnya, ditinggikan oleh Bapa dan anehnya, kemuliaan dikembalikan untuk Bapa.
Seandainya manusia mengikuti cara Kristus, maka kita bisa melihat ada banyak orang-orang yang menunjukkan kualitas pelayanan yang sangat tinggi. Apakah ini berarti bahwa tidak ada lagi yang ingin menjadi pemimpin? Justru sebaliknya, kita akan mendapatkan pemipin-pemimpin yang rendah hati. Yaitu, orang-orang yang mau menjadi hamba dari banyak orang, orang-orang seperti itulah yang akan dipaksa untuk memimpin. Tentu saja mereka punya kapasitas dan kualitas untuk memimpin. Karena sesungguhnya setiap manusia diberi kapasitas untuk memimpin, dipersiapkan untuk menjadi raja sampai selama-lamanya, tetapi bukan dengan cara mempermainkan dan memanfaatkan manusia yang lain, melainkan dengan pelayanan dan kasih.
Kalau memang kita akan menjadi raja sampai selama-lamanya, mengapa harus mundur? Harusnya tidak ada kata mundur. Permasalahannya, menjadi raja sampai selama-lamanya di dalam kekekalan bukan untuk memerintah manusia, tetapi saling melayani dan bekerja sama dengan sesama manusia untuk menundukkan dan berkuasa atas bumi yang baru. Maka, kesempatan di dunia ini adalah kesempatan untuk belajar, di bagian mana kita betul-betul bisa berfungsi dan melakukan yang terbaik. Jika kita tidak bisa melakukannya, maka kita harus mundur, kita harus melihat orang lain dan mempersiapkan orang lain untuk melakukan yang lebih baik dan lehi sukses dan berprestasi dibandingkan kita. Begitu juga, waktu usia kita sudah tidak memungkinkan dan kemampuan sudah makin menurun. Di sini butuh kerendahan hati. Mau mendidik orang-orang yang berpotensi untuk bisa menjadi lebih baik dari kita dan bahkan menggantikan kita, bukan hanya pada saat kita sudah lemah, tetapi mungkin di masa jaya kita karena kita menemukan orang yang lebih baik dan lebih tepat untuk melakukan tugas itu. Sementara kita yang mundur, bersiap lagi untuk melayani orang lain di tempat lain dan melakukan tugas yang lain lagi. Ah..., ini hanya mimpi. Dunia lebih menyukai cara Iblis. Yang hanya ingin meninggikan diri sendiri, mempromosikan diri sendiri, memanfaatkan orang lain dan memanfaatkan Tuhan tentu saja (meskipun kelihatan beribadah dan melayani Tuhan)...
Bersiaplah untuk mundur, karena kita akan kehilangan semuanya. Tanpa kita bersiap untuk itu, kita akan kecewa, karena kita pasti harus mundur dengan cara apapun (kebanyakan karena sudah tidak berdaya dan dipermalukan). Tetapi kita juga harus terus-menerus maju, waktu kita harus melayani dan mengasihi manusia karena cinta Tuhan. Melayani dan mengasihi tidak akan pernah membuat kita mundur, tetapi kita akan terus maju dan bertumbuh demi kemuliaan Allah. Kesempatan untuk melayani dan mengasihi tidak akan pernah hilang dan berkurang, sekalipun kita kehilangan posisi dan jabatan.

Inilah yang kupunya hati s'bagai Hamba
yang mau taat dan setia pada-Mu BAPA
Jonathan Prawira

Wednesday, March 7, 2007

Work and Family

Keluarga dan pekerjaan menjadi dua hal yang terus-menerus menjadi pergumulan dan seringkali berada di dalam dua ekstrim yang bertentangan. Kalaupun bisa diperdamaikan, biasanya dalam pengertian dan konsep yang jauh dari Alkitab. Maka pertanyaannya, bagaimana Alkitab melihat kedua hal ini dari Penciptaan sampai kepada Kekekalan? Apa yang berbeda dalam keluarga dan pekerjaan pada saat penciptaan, manusia jatuh dalam dosa, penebusan dan sampai pada kekekalan? Dalam tulisan ini, saya hanya memberikan outline bagaimana melihat kedua hal ini dari empat tahap hidup manusia: Creation, Fall, Redemption and Consumation.

27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. 28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
Kejadian 1:27-28

Creation
Kej 1:27-28
- Bertambah banyak penuhi bumi: bukan hanya punya anak, tapi menambah Gambar Allah yang ditebus (orang pilihan)
- Menaklukkan dan berkuasa: kerja adalah ibadah dan melayani Tuhan (Kej 2:15)

Fall
Kej 3:12,16-19
- bertambah banyak jadi sulit (16); punya anak dan mendidik anak
- relasi pria dan wanita jadi rusak (12,16)
- kerja jadi berat demi untuk makan sampai mati (17-19)

Redemption
Kol 3:18-4:1
- Keluarga: Istri-Suami (18-19); Anak-Bapak (20-21); Budak-Tuan (22-4:1)
- Kerja 3:22-4:1 --> kerja untuk Tuhan (3:22-23)

Consummation
- tidak ada kawin-mengawinkan, orang pilihan sudah genap (Mat 22:29-30)
- kerja sampai selama-lamanya sebagai raja di bumi yang baru (Wahyu 22:5)

Kesimpulan:
- Keluarga sangat penting untuk:
@ pelipatgandaan orang pilihan
@ menambah SDM orang pilihan untuk menaklukkan bumi
@ belajar mengasihi untuk hidup sebagai satu keluarga Allah (gereja) dalam kekekalan

- Kerja sangat penting karena:
@ bagian dari ibadah
@ panggilan hidup dalam dunia
@ persiapan untuk menjadi raja sampai selama-lamanya

Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.
Ef 2:10

I Love this Game!

Habis nonton bola, UEFA Champions League jadi mikir lagi tentang posisi permainan, game, olahraga, hobby dan rekreasi dalam hidup ini. Mengapa manusia sangat menyukai bermain? Mengapa banyak orang yang sampai dewasa, keinginannya hanya bermain terus? Apakah bermain hanya untuk anak-anak? Mengapa kecenderungan dalam ibadah gereja yang bersifat persekutuan memasukkan elemen bermain di dalamnya? Tepatkah ini? Jangan-jangan karena dalam hidup ini terlalu banyak kesibukan dalam kerja, tidak ada kesempatan untuk bermain sehingga ibadahpun dijadikan kesempatan untuk bermain, bergaya dan pelampiasan ekspresi? Ada banyak pertanyaan yang justru muncul karena habis nonton sepakbola..Tapi, saya tidak akan membahas konsep sepakbola, tetapi konsep bermain dihubungkan dengan kerja.

30 aku ada serta-Nya sebagai arsitek, setiap hari aku bersukacita, dan senantiasa bermain-main di hadapan-Nya; 31 aku bermain-main di atas muka bumi-Nya dan anak-anak manusia menjadi kesenanganku.
Amsal 8:30-31 ROT

Saya menafsirkan Amsal 8 ini menunjuk kepada Kristus. Harusnya membahas dulu Amsal 8:22-25, dengan melihat ke bahasa Ibraninya yang menunjukkan bahwa Hikmat bukan diciptakan, tetapi keberadaannya sudah ada sejak kekekalan. Bahkan dalam ayat 30 berbicara tentang Hikmat yang mencipta (sebagai arsitek), setelah sebelumnya berbicara bahwa Tuhan mencipta. Dan sesudah penciptaan itu, sang Hikmat bermain-main. Begitu juga ay. 31, dikatakan bahwa Hikmat juga bermain-main di atas muka bumi. Pasti jadi banyak pertanyaan, apa maksudnya bermain-main?
Konsep kita tentang bermain sebenarnya banyak yang sudah dicemari oleh dosa. Bermain dianggap cocok untuk anak kecil, tapi bukan lagi prioritas bagi orang dewasa yang sudah bekerja. Kalaupun ada orang dewasa yang menyukai bermain, biasanya menjadi terikat dengan permainan dan sulit untuk berhenti. Maka muncul banyak konsep tentang bermain, yang berhubungan dengan memanfaatkan waktu, khususnya waktu luang.
Untuk mengerti tentang konsep bermain dan kerja, saya mengutip pendapat dari Robert. K. Johnston, dalam bukunya The Christian at Play. Meskipun saya tidak setuju dengan semua analisanya, tapi setidaknya kita bisa belajar dari analisanya (dalam tulisan ini, pendapatnya sudah bercampur dengan pendapat saya). Johnston mencoba membedakan tiga cara pandang dari orang Yunani, Protestan dan orang Israel dalam melihat bermain dihubungkan dengan kerja.
1.Orang Yunani. Bagi orang Yunani, pekerjaan adalah untuk budak. Orang yang bebas adalah orang yang bermain dan bukan bekerja. Maka, bagi mereka hidup adalah bermain dan bersenang-senang. Tentu saja tidak semua orang Yunani berpikiran seperti itu. Tetapi konsep yang paling umum, yang banyak bekerja adalah budak. Maka bermain dan waktu luang menjadi salah satu elemen yang penting dalam hidup orang Yunani yang bebas. Sementara kerja adalah bagian dari para budak.
2. Di zaman Protestan, konsep ini berubah. Kerja adalah bagian dari ibadah dan merupakan salah satu elemen yang terpenting dalam hidup. Maka kerja menjadi pusat. Menurut Johnston(yg ini tidak tentu benar), orang2 Protestan memandang bermain dan waktu luang itu penting sebagai upah dari kerja dan sebagai kesempatan refreshing untuk bekerja lagi. Jadi, bermain itu baik kalau berguna melampaui dirinya. Jadi, kalau bermain hanya untuk bermain tidak ada gunanya, kecuali kalau bermain sebagai upah atau persiapan untuk kerja lagi.
3. Israel dalam Perjanjian Lama. Kalau diperhatikan, banyak sekali perayaan-perayaan yang ditetapkan, selain pekerjaan. Dan perayaan-perayaan itu bukan untuk bekerja. Bahkan disuruh untuk berhenti bekerja. Bahkan dalam relasi pria dan wanita, digambarkan dengan permainan dalam Kidung Agung. Maka, permainan pada dirinya sendiri mempunyai kebaikan dan tujuan sendiri, sama seperti kerja pada dirinya sendiri.
Saya sendiri mencoba melihat dari sudut CFRC (Creation, Fall, Redemption and Consummation).
- Creation. Dalam Penciptaan, hidup manusia dimulai dari Sabat, kesempatan untuk pemenuhan diri, ada kepuasan dalam perayaan (sama seperti yang dirasakan dalam permainan). Kemudian cerita Adam bermain-main dengan binatang2 (meskipun sebagian hanya melihatnya sebagai Adam menamai mereka), binatang2 adalah mainan sekaligus rekan bermain Adam, sampai dia bertemu dengan penolong yang sepadan, dimana Adam bisa betul-betul menikmati permainan yang lebih memuaskan.
- Fall. Waktu manusia, jatuh dalam dosa. Kerja sepertinya hanya menjadi beban. Maka muncul dua ekstrim: konsentrasi hanya pada kerja; atau bermain dan meninggalkan pekerjaan, sesudah memastikan kebebasan finansial. Zaman sekarang ini banyak yang ingin mengkombinasikan kerja sambil bermain. Betulkah ini konsep terbaik?
- Redemption. Tuhan Yesus menunjukkan gaya hidup sering pergi ke perjamuan makan (perayaan zaman itu), bahkan mujizat pertama Tuhan Yesus bukan terjadi di Bait Allah, tapi di sebuah perjamuan kawin. Paulus bahkan sering memakai analogi permainan untuk menjelaskan konsep-konsep kebenaran, artinya ia tidak menolaknya bahkan memakainya sebagai bahan pelajaran. Maka permainan, kembali menjadi bagian dari hidup yang bisa juga dinikmati.
- Consummation. Bagaimana dengan kekekalan? Pada umumnya orang berpikir, bahwa hidup ini untuk bekerja. Tetapi, sesudah tidak bisa bekerja dan mati, bahkan sampai selama-lamanya tidak bekerja lagi, tetapi bebas bermain. Saya tidak setuju dengan pendapat ini. Bagi saya sampai selama-lamanya akan terus bekerja (Saya membahasnya dalam Work and Family). Di mana posisi bermain? Bermain sebenarnya adalah bagian dari pemuasan dan pemenuhan hidup yang didapatkan dalam beribadah. Maka, permainannya adalah bermain dengan Tuhan (bukan mempermainkan Tuhan, seperti yg ditunjukkan dalam banyak ibadah dan persekutuan) dan dengan sesama orang pilihan. Saya tidak bisa membayangkan seperti apa. Tetapi, kalau kita kembali kepada Amsal 8, maka Kristus akan bermain-main dengan kita, dan bukan mempermainkan kita.
Maka, ada banyak pemikiran yang muncul, permainan2 dan olahraga seperti apa yang akan terus bertahan sampai kepada kekekalan, permainan2 yang betul-betul memuliakan Tuhan? (Pemikiran seperti ini mungkin agak aneh dan perlu diperdebatkan, tapi saya memikirkannya). Kata bermain-main yang dipakai dalam Amsal 8:31, sebenarnya juga bisa diartikan bersukacita, merayakan. Ini sebenarnya yang menjadi inti dari permainan. Bukan kompetisi, kemenangan dan uang, seperti dalam permainan zaman sekarang ini.

Kembali kepada Amsal 8, Tuhan mencipta lalu bermain. Atau dalam bahasa Kejadian 1, mencipta lalu Sabat. Sebaliknya, manusia sesudah dicipta Sabat dulu (bermain) pada hari ketujuh, lalu bekerja dari hari pertama sampai keenam. Itu sebabnya, sejak dari kecil manusia tidak langsung bekerja, tapi bermain dulu, lalu bekerja. Dua hal ini, bermain dan bekerja adalah dua hal yang penting dalam hidup. Keduanya adalah bagian dari ibadah. Bukan dengan mencampurkannya atau memanfaatkannya untuk salah satu, kerja untuk bermain dan bermain untuk bekerja. Tetapi menerima kerja adalah suatu kenikmatan sebagai bagian dari ibadah. Dan menerima bermain sebagai bagian dari ibadah juga, waktu kita hanya bermain dan memanfaatkan waktu kita untuk hobi kita.
Salah satu cara untuk melihat apakah permainan itu tetap berguna dalam pemuasan hidup, adalah dengan melihat apakah kita terikat atau tetap bebas memanfaatkannya. Ibadah tidak pernah mengikat kita, tapi membebaskan kita untuk menikmati segala kelimpahan anugerah Tuhan. Maka, bertanyalah apakah olahraga, hobi, games dan segala sesuatu yang kita lakukan sudah mengikat kita, ataukah kita bisa menikmatinya dengan bebas dalam rangka pembelajaran menikmati sumber segala kenikmatan?
Yang terakhir, sebaiknya kita memilih permainan dan kegiatan dalam waktu luang kita yang membawa kita untuk bisa lebih dekat kepada Tuhan, persekutuan dengan manusia, menikmati keindahan dunia dan membuat kita semakin mengerti semua yang baik.

Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.
Fil 4:8

Tuesday, March 6, 2007

Fly me to the Moon

Fly me to the moon
And let me play among the stars
Let me see what spring is like
On Jupiter and Mars


Saya tidak ingin membahas lagu ini, kalimat pertama dalam lagu ini, membuat saya berkeinginan untuk melihat bumi ini dari sudut yang berbeda. Khususnya setelah mendengar lagi berita tentang bencana2 alam. Jadi mungkin diganti dengan Fly me to the moon to see what happen on the earth. Mengapa? Bumi ini sepertinya semakin banyak bencana alam dan musibah. Nonton berita di TV, ga ada habis-habisnya dengan bencana. Apalagi di Indonesia. Selain bencana alam, melibatkan juga kecerobohan manusia. Mungkin karena seperti lirik lagu Fly me to the Moon, manusia lebih banyak memuja manusia sendiri, dan hanya mempergunakan ciptaan Tuhan dan Tuhan sendiri bagi keuntungan manusia semata.

Apa gunanya segala bencana alam dan musibah yang terjadi di dalam hidup ini? Di Indonesia, terjadi tsunami dan gempa bumi. Dan sampai sekarang, gempa-gempa susulan terus terjadi di seluruh dunia. Sangat sesuai dengan musik zaman sekarang, yagn terus bergoyang. Maka bumi inipun seperti ingin mengikuti dan menyesuaikan dengan musik dan selera zaman ini!? Dimana-mana terjadi badai, di Indonesia angin puting beliung terjadi di mana-mana. Padahal baru saja selesai banjir di beberapa propinsi. Belum lagi dengan berbagai kecelakaan pesawat dan kapal laut. Apa maksudnya semuanya ini? Haruskah manusia pindah dari bumi ini? Bumi ini sudah terlalu tua dan sakit? Waktunya kiamat sudah dekat? Bisakah kita lari ke bulan? Fly me to the moon!

Sebenarnya, bencana-bencana dan musibah yang terus terjadi dalam hidup ini mengingatkan kita bahwa manusia sebenarnya lemah dan tidak berdaya. Sepintar apapun, manusia tidak bisa mengendalikan berbagai bencana alam dalam hidup ini. Sekalipun dengan kepintaran dan kecanggihan teknologi, manusia bisa mendeteksi beberapa bencana alam, tetapi manusia ternyata tetap tidak sanggup untuk menghadapinya. Hanya bisa pasrah dan meminimalisir kerusakan yang terjadi. Padahal sebagian bencana alama, karena ulah dan kepintaran manusia yang mengembangkan teknologi tanpa memelihara alam. Kesimpulannya, bencana mengajarkan manusia untuk rendah hati.

Selain itu, setelah menyadari kelemahannya, maka manusia biasanya mengakui bahwa hanya Tuhanlah tempat perteduhan, tempat perlindungan, batau karang yang tergoyahkan, kota benteng, dan banyak lagi istilah masing-masing tergantung konteks dan kebutuhan manusia. Bencana-bencana alam yang terjadi di Indonesia, sebenarnya memberikan kesempatan untuk terbukanya berbagai kesempatan untuk berkomunikasi, menolong dan menyatakan cinta kasih dan bahkan memberitakan Injil kepada begitu banyak orang yang dulu begitu sombong, menutup diri dan merasa mampu. Ketika orang-orang percaya melupakan kesaksian dan hanya sibuk memuja dan memperhatikan diri dan gereja sendiri,
maka Tuhan memakai caraNya untuk mengingatkan orang percaya akan tugas dan panggilanNya. Kita yang tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk bersaksi, akhir-akhir ini justru diberi kesempatan yang begitu besar dengan berbagai macam bencana.

Kesaksian bukan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai materi yang berlimpah, tapi juga oleh orang-orang yang mengalami musibah itu, dengan tetap bersukacita dan bergantung kepada Tuhan dan bahkan bisa menyaksikan cinta Tuhan dalam keadaan yang sulit seperti itu. Sama seprti Ayub, pada waktu kehilangan seluruh harta dan anak2nya, justru berkata, "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (Ayub 1:21).

Ataupun seperti Habakuk dalam Hab 3:17-18, yang berkata,"Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku."
Maka, siapapun dan dalam keadaan apapun bisa bersaksi. Karena kesaksian yang terbaik bukan tentang berkat-berkat, bukan tentang diri kita (meskipun kita bisa juga menceritakan berkat2 dan pembentukan diri kita oleh Tuhan), tetapi kesaksian tentang Tuhan yang menjadi sumber dari berkat2, dunia ini dan diri kita. Kecuali seseorang kehilangan Tuhan, maka dia tidak bisa bersaksi lagi.
Jadi, mari kita melihat sudut lain dari segala musibah dan bencana alam yang akan terus-menerus terjadi. Mari kita menyadari keberadaan kita yang tidak berdaya sama sekali, tapi ada harta yang berharga di dalam kita, yang bisa kita saksikan. Mari kita berdoa agar Tuhan membukakan mata kita dan bukan hanya melihat segala sesuatu dari fenomena yang ada, tapi bisa melihat dari rencana Tuhan yang kekal.

Fly me to the moon
Let me play among those stars
Let me see what spring is like
On Jupiter and Mars

Fill my heart with song
Let me sing for ever more
You are all I long for
All I worship and adore


Lirik yang lengkap bisa dilihat di sini. Mau denger atau download lagu Fly Me to the Moon? (Click Here).

Friday, February 23, 2007

Makan dan minum: Penciptaan-Kekekalan?

Bicara soal makan dan makanan, apa memang sangat perlu dan penting dalam teologi? Banyak orang hanya mengkaitkan dengan kerakusan yang merupakan salah satu dari tujuh dosa maut. Tapi, percaya atau tidak makan mempunyai perananan yang sangat penting dalam memuliakan dan menikmati Tuhan secara pribadi. Ini salah satu topik yang saya paling sukai. Melihat makan pada saat penciptaan, manusia jatuh dalam dosa karena makan, sesudah ditebus oleh Kristus dan waktu kembali kepada Tuhan, masihkah kita makan dan minum? Pernah mikir ini?

Saya mencoba melihat beberapa fakta dalam Alkitab yang berbicara tentang pergumulan manusia dengan makanan dalam empat tahap hidup manusia.

1. Penciptaan

Lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
Kej 2:9

Ada dua kata yang perlu dipikirkan: 'menarik' dan 'baik' untuk dimakan buahnya. Sebagian orang hanya memikirkan kata menarik ditujukan kepada pohon-pohon dan bukan pada buahnya. Sebenarnya, kata 'menarik' itu berhubungan dengan buah-buahan. Nanti kita bisa melihat hubungannya dgn peristiwa manusia jatuh dalam dosa. Kata 'menarik' menunjukkan bahwa Tuhan Allah bukan hanya memberikan kepada manusia makanan yang sesuai untuk kebutuhan manusia, apa yang baik, tapi juga memberikan kenikmatan dalam makan. Itu sebabnya buah2an tidak diciptakan dalam satu bentuk dan satu rasa. tapi dibuat bermacam-macam untuk kenikmatan dan kebaikan bagi manusia. Maka, makan adalah kesempatan untuk menikmati yang dianugerahkan Tuhan kepada kita.

2. Kejatuhan dalam Dosa
16 Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, 17 tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."
Kej 2:16-17

Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.
Kej 3:6

Banyak yang mengatakan kalau manusia jatuh dalam dosa karena kesomobongan dan keinginan menjadi sama seperti Allah. Saya tidak ingin memperdebatkan hal itu. Bagi saya, ujiannya adalah makanan dan berbicara tentang kepuasan dan ketidak-puasan.
Kalau kita lihat, ujiannya sederhana. Tuhan sudah berikan banyak buah2an yang menarik dan baik untuk dimakan (kej 2:9). Yang tidak boleh dimakan hanya buah dari satu pohon (Kej 2:16-17). Tapi, Iblis bisa membuat manusia tidak puas dengan semua pemberian Tuhan dan membuat yang tidak boleh menjadi baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya (Kej 3:6). Makan dan minum sekarang berada di dalam arah kenikmatan yang salah. Apa masih kurang kenikmatan yang Tuhan berikan? Semua boleh dinikmati, kecuali yang satu itu...
Akibatnya terhadap manusia, sejak saat itu, manusia harus bekerja keras sampai mati untuk bisa mendapatkan makanan (Kej 3:17-19). Implikasi lainnya, manusia tidak lagi menikmati Tuhan dalam makan...

3. Penebusan di dalam Kristus.
Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.
1 Kor 10:31

Ada beberapa hal yang mengagetkan saya waktu menghubungan makan dan minum dengan Tuhan. Beberapa diantaranya:
- Akulah Roti Hidup (Yoh 6:35, 48, 51)
- Perjamuan dipakai untuk mengingat penebusan Kristus (Mat 26:26-28)
- Waktu mengajarkan Doa Bapa kami, permintaan pertama bukan penebusan dosa tapi makanan (Mat 6:11)
Maka, sesudah ditebus makan dan minum menjadi salah satu aspek yang dipakai untuk bisa memuliakan dan menikmati Tuhan. Itu sebabnya Paulus berkata bahwa makan dan minumpun harus dilakukan untuk memuliakan Tuhan (1 Kor 10:31)

4. Di Langit dan Bumi Yang Baru
Ada beberapa ayat di dalam kitab Wahyu yang perlu dilihat, Why 21:6 (air hidup); 22:1 (sungai kehidupan); 22:2 pohon kehidupan; 22:14 (pohon kehidupan); 22:17(air hidup).
Agak sulit untuk menafsirkan bagian-bagian ini. Tapi, kita bisa lihat ada nuansa yang menggambarkan kebutuhan dari umat yang ditebus untuk terus-menerus bergantung kepada Pencipta dan Penebus kita. Kita butuh sesuatu yang harus kita 'makan' dan 'minum' yang berasal dari Tuhan untuk hidup kita.
Kita juga bisa melihat kepada perkataan Kristus pada perjamuan terakhir di dalam Matius 26:29, Akan tetapi Aku berkata kepadamu: mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku."



Kesimpulan.
Dari fakta-fakta di atas, maka makan itu menjadi sangat penting bukan pada makanan itu sendiri (krn Kerajaan Sorga bukan soal makanan dan minuman-Rom 14:17), tetapi kepada lambang dari makan (beberapa kali menunjuk kepada Kristus dan persekutuan dengan Kristus), dan bagaimana menikmatinya sebagai pembelajaran untuk menikmati Tuhan sampai selama-lamanya.
Makan bukan hanya menikmati berkat itu, tapi lebih tinggi lagi menikmati Sumber Berkatnya. Caranya, waktu makan jangan hanya berhenti dalam kenikmatan bagi kita, tapi berpikir ttg sumber kenikmatan yg pasti lebih nikmat. Mengutip bait ketiga dari lagunya Rhea F. Miller (1922), I'd Rather Have Jesus:
He's fairer than lilies of rarest bloom;
He's sweeter than honey from out the comb;
He's all than my hungering spirit needs.
I'd rather have Jesus and let Him lead


Maka, sebelum makan, Doa jangan hanya formalitas dan basa-basi. Bersyukur! Minta anugerah Tuhan agar kita bisa menikmati dan bersekutu dengan Dia. Pikirkanlah Sang Sumber Berkat pada saat menikmati berkatNya. Dan nikmati dalam ucapan syukur, sadar bahwa makan adalah kesempatan kita belajar bergantung, bersandar, bersekutu dan menikmati Tuhan.