Ayat Hari Ini:

Showing posts with label Yohanes 17. Show all posts
Showing posts with label Yohanes 17. Show all posts

Wednesday, April 18, 2007

Oikoumene: Kebaikan dan Kekurangan

Perpecahan sepertinya menjadi suatu hal yang dianggap lumrah di dalam kekristenan, apalagi di abad ke 19 sampai saat ini. Meskipun seringkali terjadi pergumulan dan kebencian yang besar, tetapi perpecahan terjadi terus di dalam gereja dan lembaga pelayanan lainnya. Bahkan sebagian orang melegalkan perpecahan dengan alasan kebenaran yang dilihat sudah dibelokkan (biasanya hanya sepihak, meskipun ada juga yang bisa melihat big picture). Bahkan ada yang sengaja ingin memecah suatu gereja ataupun suatu persekutuan dengan alasan bahwa gereja/persekutuan itu tidak melakukan lagi kebenaran sehingga harus dibentuk lagi yang baru yang dianggap lebih benar. Inikah yang dinginkan oleh Tuhan Yesus.
Di lain pihak ada gerakan yang ingin mempersatukan gereja2 dan persekutuan yang ada dengan tidak memperhatikan perbedaan yang ada secara doktrinal, yang penting bisa bersatu. Inikah juga yang dinginkan oleh Tuhan Yesus dalam doaNya?

20 Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; 21 supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.
Yoh 17:20-21


Supaya mereka menjadi Satu
Orang-orang yang terlibat dalam gerakan Oikumene seringkali menafsirkan bagian ini sebagai dasar persatuan yang dinginkan oleh Tuhan Yesus. Sayang sekali yang dilihat seringkali yang lebih penting adalah kesatuan secara organisasi. Kesatuan ini dianggap bisa tercapai jika atribut dari setiap gereja atau golongan dan bahkan doktrin2nya dicopot dan dilebur dalam satu atribut, yaitu Oikoumene. Ataupun bisa membawa semua doktrin tapi dilebur menjadi suatu campuran yang bisa diterima oleh semuanya. Tapi, apakah betul kesatuan seperti ini yang dinginkan oleh Tuhan Yesus? Bukankah kesatuan yang menjadi contoh adalah kesatuan antara Tuhan Yesus dan Allah Bapa?

Sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita
Kesatuan antara Allah Bapa dan Allah Anak bukanlah kesatuan organisasi, tetapi kesatuan rohani. Kesatuan ini adalah kesatuan di dalam keberadaan (being), tetapi tidak menghilangkan keunikan pribadi. Kemudian orang-orang percaya dipersatukan di dalam Allah Tritunggal. Suatu ikatan rohani yang bukan berdasarkan pada orang-orang percaya berada dalam satu organisasi, tetapi suatu kesatuan yang dimulai dari percaya kepada Kristus, dibenarkan dan diangkat menjadi anak-anak Allah. Orang percaya secara otomatis sudah berada di dalam satu kesatuan dengan Allah dan sesama orang percaya di dalam gereja yang tidak kelihatan. Seperti apa kesatuan yang sudah dimiliki ini ditunjukkan? Apakah dengan membubarkan semua denominasi dan mengubahnya menjadi satu denominasi lagi seperti awal gereja?
Saya melihat seharusnya ada pengertian yang membuat orang percaya menyadari bahwa yang benar bukan hanya gereja lokalnya sendiri (yang masih berdosa dan tidak sempurna) dan hanya memikirkan gerejanya sendiri, tetapi juga melihat kumpulan orang percaya yang berada di gereja lokal yang lain yang sebenarnya sudah berada di dalam satu kesatuan orang percaya. Belajar untuk saling mengerti dan melihat kesatuan yang sudah ada bisa dilakukan dengan kerjasama, saling membantu. Masing-masing melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing, sesudah itu menawarkan kelebihannya untuk membantu yang kekurangan. Sebaliknya melihat yang lebih untuk membantu kekurangannya (masih adakah gereja/lembaga pelayanan yang memiliki kerendahan hati seperti ini). Sama seperti konsep Paulus di dalam Tubuh Kristus. Artinya, justru bukan membuang segala keunikan dan perbedaan.
Mengapa tidak menghilangkan keunikan masing-masing? Ada kecenderungan bahwa suatu denominasi tertentu ingin menjadikan semua denominasi mirip dan sama dengan denominasinya, karena dianggap paling mendekati kebenaran. Padahal yang paling mendekati kebenaran ternyata tidak semuanya benar, tetap ada kelemahan yang harus belajar dan butuh bantuan dari gereja lokal yang lain. Harusnya belajar dari kesatuan Allah Bapa dan Allah Anak. Sudah sempurna tetapi tetap kerja sama dan tetaplah pribadi yang berbeda dan memiliki keunikan masing-masing, maka seharusnya kumpulan orang percaya dalam satu kesatuan tidak menjadi orang-orang yang seragam dan mirip semuanya. Keunikan masing-masing tidak boleh hilang, tetapi keunikan itu harus dipimpin oleh kebenaran. Bukan berarti terima semua keunikan dari setiap gereja lokal bahkan doktrin yang salah, melainkan terima semua keunikan yang sesuai dengan kebenaran firman dan pimpinan Roh Kudus.
Pertanyaan yang biasa ditanyakan, siapa yang menentukan bahwa keunikan itu sesuai kebenaran atau tidak? Jawabannya, Firman Tuhan dan pimpinan Roh Kudus. Kalau sama-sama hidup dipimpin oleh firman dan Roh Kudus, apakah sama-sama tidak bisa melihat kebenaran?

Persekutuan Oikoumene: Kelebihan dan kekurangan
Sejak abad 20 menjamur berbagai macam persekutuan Oikoumene. Baik itu di dalam kehidupan mahasiswa, siswa dan bahkan di dalam perusahaan-perusahan. Apa kelebihan dan kekurangannya?
Kelebihan. Persekutuan Oikoumene menjadi tempat yang sangat baik untuk menunjukkan kesatuan yang sudah terjadi antara orang percaya di dalam Allah Tritunggal. Persekutuan seperti ini juga menjadi tempat pembelajaran seperti apa gereja yang am yang tidak membedakan kasta, ras, suku, golongan dan pengetahuan firman yang berbeda. Suatu pembelajaran untuk bersiap menerima keadaan gereja di surga.
Bahkan ada kesempatan untuk sama-sama belajar kebenaran dengan menjunjung kebenaran firman, dan bahkan bisa melihat dan membandingkan berbagai macam penafsiran dari berbagai golongan/denominasi (tentu saja bisa mendapatkan kelimpahan firman ataupun juga kelimpahan ajaran sesat).
Kekurangan. Hampir semua Persekutuan Oikoumene terlepas dari gereja dan tidak ada hubungan dengan gereja lokal lagi, kecuali untuk pelayan-pelayan firman yang dibutuhkan. Banyak yang hanya terlibat dalam persekutuan ini dan tidak ingin berbagian di dalam gereja. Itu sebabnya gereja lokal justru makin kehilangan orang-orang yang berpotensi. Selain itu, yang berbahaya sebenarnya karena persekutuan2 seperti ini muncul dari kekurangan gereja untuk melakukan pelayanan, maka biasanya persekutuan Oikoumene seringkali merasa berada di atas gereja lokal dan seringkali menjelek-jelekan gereja. Tetapi, yang paling berbahaya adalah ketika hanya kesatuan organisasi yang ditekankan dan perlahan-lahan menyingkirkan kebenaran. Bukannya makin menggali kebenaran dan melihat segala kelimpahannya, biasanya yang terjadi makin lama makin ringan dan menyingkirkan kebenaran, yang penting masih bisa bersatu. Dan bahkan ada ajaran2 yang tidak beres yang mengambil kesempatan untuk menguasai di persekutuan-persekutuan itu.
Apakah ini berarti bahwa persekutuan Oikoumene harus dibubarkan? Saya melihat justru tetap harus dipertahankan, tetapi harus mentransformasi pengertian Oikoumene sehingga bisa menggali segala kelebihannya dan menghindarkan kekuarangan-kekurangan yang ada. Artinya, perlu kerjasama dengan beberapa gereja lokal yang betul-betul komitmen dengan kebenaran firman dan bisa belajar sekaligus perpanjangan gereja untuk menjangkau yang tidak bisa dijangkau oleh gereja lokal.

Supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku
Sebenarnya perpecahan seringkali memberikan andil yang cukup besar sebagai batu sandungan untuk orang-orang percaya kepada Kristus. Meskipun kita melihat juga dari sisi kedaulatan Allah bahwa Allah yang berdaulat untuk menyelamatkan. Sayang sekali bahwa gereja-gereja lokal dan lembaga-lembaga pelayanan tidak bisa melihat kesatuan yang bisa menyaksikan Kristus kepada dunia yang berdosa.
Semoga baik gereja-gereja lokal dan lembaga-lembaga pelayanan masih memiliki kerendahan hati untuk melihat kesatuan rohani yang sudah terjadi, tetapi masih perlu ditunjukkan kepada dunia yang tidak mengerti.

Sunday, April 1, 2007

Were we the reason?

We were the reason
That He gave His life
We were the reason
That He suffered and died
To a world that was lost
He gave all He could give
To show us the reason to live

Apakah betul bahwa hanya kita yang menjadi alasan kematian Kristus? Apakah kita yang menjadi alasan utama dan yang menjadi tujuan penderitaan dan kematian Kristus? Sebegitu pentingkah manusia sehingga Allah harus menjadi manusia, menderita dan mati? Pertanyaan-pertanyaan ini terus terpikirkan setiap kali mendekati minggu sengsara, Jumat Agung dan Paskah.

Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.
Yoh 17:4

Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.
2 Kor 5:15


Dari Yoh 17:1,4, ada jawaban dari pertanyaan2 di atas. Yesus Kristus datang ke dunia, menderita, mati dan bangkit untuk mempermuliakan Bapa. Hal ini yang menjadi alasan utama mengapa Kristus datang dan mati bagi orang-orang pilihan. Kristus mempermuliakan Bapa dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh Bapa untuk dilakukanNya, yaitu menderita, mati dan bangkit untuk menebus dosa-dosa orang pilihan.
Maka kalau hanya kita disebut sebagai alasan kematian Kristus, sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Alasan utamanya adalah kemuliaan Bapa. Semua manusia berdosa, tetapi tidak semua manusia ditebus. Artinya, bukan kita yang menjadi alasan utama.
Apa bedanya kalau kita hanya berpikir bahwa kita yang menjadi alasan dan memikirkan kemuliaan Bapa yang menjadi alasan?
Kalau hanya memikirkan bahwa diri kita yang menjadi alasan kematian Kristus, maka kita mungkin akan merasa sedih dan terharu, karena kita yang berdosa ini dianggap begitu berharga sampai Pencipta mau menderita dan mati bagi kita. Mungkin selanjutnya, akan bertanya apa yang menjadi respon kita. Kemungkinan besar kebanyakan orang hanya akan berhenti sampai di dalam kemuliaan dan keberhargaan diri sendiri.
Tapi, kalau kita melihat bahwa kemuliaan Bapa yang menjadi alasan utama Kristus menderita dan mati bagi kita, maka kita tidak hanya berhenti di dalam melihat betapa berharga dan mulianya diri kita. Melainkan kita akan memuliakan Bapa dan melihat pekerjaan Bapa yang harus diselesaikan. Kita akan menjadi serupa Kristus, meneladani Kristus yang menyelesaikan pekerjaanNya supaya Bapa dipermuliakan di bumi ini. Perbedaan pengertian ini kelihatan sederhana. Tetapi sebenarnya berdampak yang besar kepada orang-orang percaya.
Orang-orang yang hanya melihat Kristus mati baginya, kemungkinan besar hanya akan melihat dirinya sendiri yang menjadi pusat. Meskipun tidak menutup kemungkinan tetap memuliakan Kristus dan ingin hidup berkorban bagi Kristus yang dianggap sudah membuat hidupnya menjadi berharga. Tetapi seringkali mengalami kesulitan ketika berhadapan penderitaan dan permasalahan. Kalau Kristus sudah mati bagi saya, menanggung penderitaan saya, mengapa saya masih menderita dan mengalami kesulitan seperti ini?
Sedangkan orang-orang yang mengerti kemuliaan Bapa yang menjadi pusat dan alasannya, akan melihat bahwa kemuliaan Bapa yang lebih penting dibandingkan dengan penderitaan diri sendiri. Selama Bapa dimuliakan, maka penderitaan bukanlah sesuatu yang terlalu sulit untuk ditanggung. Kristus sudah menderita untuk menyelesaikan pekerjaan Bapa, mengapa kita juga tidak mengalami hal yang sama. Rasul Paulus mengerti akan hal ini, seperti yang dituliskannya di dalam Kol 1:24. Ia bersukacita saat bisa menderita bagi jemaat Kolose untuk menggenapkan penderitaan Kristus di dalam dirinya.
Bagaimana dengan kita, apakah kita melihat penderitaan dan kematian Kristus untuk menyelesaikan pekerjaan Bapa dan memuliakan Bapa? Apakah hidup kitapun adalah hidup untuk menyelesaikan pekerjaan Bapa bagi kita?
Rasul Paulus di dalam 2 Kor 5:15 kemudian menjelaskan arti dari kematian dan kebangkitan Kristus bagi orang-orang yang sudah mati dan bangkit dengan Kristus. Ternyata orang-orang yang ditebus oleh Kristus bukan hanya berhenti di dalam ucapan syukur karena sudah ditebus. Tetapi ada perubahan di dalam kehidupan dari orang-orang yang ditebus. Kalau dulu hanya hidup bagi diri, dosa, benda-benda mati dan kematian itu sendiri, maka sekarang seharusnya kita hidup bagi Kristus. Ada perubahan total di dalam kehidupan orang-orang percaya. Hidup yang bukan lagi berpusat bagi diri sendiri dan hanya untuk diri sendiri. Melainkan hidup yang sepenuhnya bagi Penebus yang sudah menebus kita. Artinya, He is the reason.
Jadi, kita bisa melihat bahwa penderitaan dan kematian Kristus dasarnya adalah kemuliaan Bapa dan tujuannya adalah hidup bagi Dia. Bagaimana dengan manusia? Were we the reason? Ya, kita yang membuat Kristus menderita dan mati, tetapi bukan kita yang menjadi alasan dan tujuan dari semuanya. Kristus harus menderita dan mati menebus kita, demi kemuliaan Bapa yang pekerjaanNya harus diselesaikan. Membuat kita yang sudah ditebus itu hidup bagi Dia, memuliakan Allah dengan menyelesaikan pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan bagi kita.

Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.
Efesus 2:10