Sejak iklim Reformasi menerpa Indonesia, maka peta politik di seluruh Indonesia ikut berubah. PILKADA menjadi salah satu kegiatan yang memberikan dampak besar di dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dampak besar, karena beberapa orang kaya akan menghamburkan uangnya, dan tentu saja yang menikmatinya adalah orang-orang yang memiliki bisanis yang berhubungan dengan kaos, spanduk, entertainment, dan segala hal yang berubungan dengan promosi dan kampanye (termasuk penyedia jasa orang2 untuk ikut kampanye).. Di beberapa kota, masa kampanye memberikan dampak negatif. Misalnya di Jakarta, kampanye PILKADA seringkali membuat kemacetan (tidak ada PILKADA saja sudah macet!), ada beberapa oknum yang memanfaatkan masa kampanye dengan berkendaraan seenaknya di jalan. Yang lebih sensasional pernah terjadi di salah satu kota di Minahasa, Sulawesi Utara. Hanya untuk mendaftarkan bakal calon bupati ke salah satu Partai, telah membuat macet beberapa kota kecil karena pendaftarannya di antar oleh ribuan pendukungnya.
Kebanyakan rakyat Indonesia tadinya berpikir kalau bisa memilih sendiri pemimpinnya akan lebih baik dibandingkan dengan membiarkan partai-partai yang ada bermain untuk memilih pemimpin. Ternyata kenyataannya tidak semudah itu. Bisa memilih sendiri, tetapi siapa calon yang harus dipilih? Bukankah calon yang harus dipilih juga selama ini adalah calon yang didapatkan dari hasil permainan partai-partai? Di samping itu, apakah calon-calon itu benar-benar memiliki kualitas yang diharapkan sebagai pemimpin? Benarkah janji-janji selama kampanye akan ditepati? Ada berbagai pertanyaan yang muncul di benak kebanyakan rakyat Indonesia. Sampai kemudian banyak yang mempertanyakan, haruskah saya memilih?
Kita bisa belajar bagaimana memilih dari cara Allah memilih manusia.
Memilih di antara yang buruk
Bicara soal pemilihan, saya jadi teringat dengan bagaimana Allah memilih manusia untuk diselamatkan.
Efesus 1:4-5
Allah tidak memilih siapa yang baik untuk diselamatkan, melainkan Ia memilih di antara yang berdosa supaya kudus dan tak bercacat.
Konteksnya memang berbeda dengan PILKADA. Karena pemilihan Allah berhubungan dengan keselamatan dan Allah memilih untuk mengubah orang2 pilihanNya. Tapi, kita bisa melihat ada kesamaan di dalam pemilihan di antara yang buruk/berdosa. Banyak orang yang beralasan bahwa tidak ingin memilih (meskipun ini juga merupakan salah satu alternatif memilih dan sudah memilih untuk tidak mempergunakan hak pilihnya) karena tidak ada pilihan yang baik. Seandainya cara berpikir seperti itu juga ada pada Allah waktu memilih manusia, maka tidak ada manusia yang akan diselamatkan. Mana ada manusia yang baik dan memuaskan Allah?
Di zaman yang berdosa dan konteks Indonesia yang politiknya bisa dilihat dengan jelas begitu dicemari oleh dosa, apakah realistis mengharapkan ada pemimpin yang betul-betul berkualitas dan 'bersih'? Maka, di antara yang kurang, pilihlah yang memberikan kemungkinan untuk lebih bisa membawa kepada kemajuan!
Hindari Black Campaign
Di dalam politik sudah menjadi kebiasaan untuk melakukan black campaign. Tapi, sedikit yang menyadari dari mana asalnya. Iblis yang memulai kampanye yang negatif terhadap Allah di dalam Kejadian 3, yang membuat manusia jatuh ke dalam dosa. Caranya Iblis, ia menjelek-jelekkan dan mengubah firman Allah, sesudah itu ia menawarkan alternatif yang lebih baik (meskipun ternyata tidak baik).
Kita bisa melihat contohnya di dalam beberapa spanduk dan kampanye yang ada di dalam PILKADA Jakarta. Salah satu calon, banyak melakukan kampanye negatif dan mencoba memberikan solusi yang lebih baik. Kenyataannya dalam sejarah, hampir semua yang memulai dengan kampanye negatif, menjelek-jelekan yang sebelumnya/lawannya dan menawarkan solusi yang baru, biasanya tidak lebih baik dan bahkan lebih buruk.
Buka mata dan buka hati ketika melihat janji-janji yang ada. Jangan sampai kita hanya mengulangi kegagalan nenek moyang kita ketika jatuh dalam dosa, karena ditipu dengan kampanye negatif serta alternatif yang kelihatannya lebih baik.
Memilih yang realistis
Kampanye biasanya identik dengan janji dan kebohongan. Ada banyak yang menjanjikan perubahan-perubahan yang drastis dan kehidupan yang lebih baik. Masalahnya, untuk mengalami perubahan bukan hanya ditentukan oleh pemimpin, tapi melibatkan banyak orang dan dipengaruhi oleh banyak hal yang sangat kompleks. Banyak hal di dalam program yang ditawarkan tidaklah realistis. Misalnya: membereskan kemacetan di Jakarta tidak segampang yang dipikirkan, karena pembuat kemacetan bukan hanya terlalu banyak mobil dan tidak disiplinnya para pengendara, tetapi juga para pemimpin pemerintahan yang tidak mau ikut-ikutan macet (karena waktunya sangat berharga!?) selalu meminta prioritas jalan yang membuat kemacetan lebih parah.
Masih banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan. Yang jelas, pilihlah dengan bijak, belajarlah dari Allah.
0 Komentar:
Post a Comment