Ayat Hari Ini:

Tuesday, October 23, 2007

Facing Narcissism

Narcissism atau mencintai diri sendiri, menjadi salah satu produk yang paling disukai manusia berdosa zaman ini. Sadar atau tidak sadar manusia sangat mencintai diri sendiri, meskipun yang ditunjukkan setiap orang bisa berbeda-beda. Akarnya tetap sama, berpusat pada manusia dengan segala kesombongannya.
Hal yang sama juga menjadi pergumulan dari orang2 Kristen yang mendapatkan berkat dan anugerah yang besar. Dan seringkali menjadi impian dari orang-orang Kristen yang mengharapkan dapat berkat2 yang besar. Bahkan orang-orang yang dipakai Tuhan menjadi seorang Hamba dengan segala berkat dan anugerahNya seringkali melupakan statusnya sebagai Hamba, ketika mendapatkan berbagai macam kelimpahan dan berkat.

Di suatu hari minggu, sesudah berkhotbah beberapa kali di suatu gereja dan ingin berpamitan dengan Gembala dari gereja itu, sang Gembala yang sangat senior, terkenal dan rendah hati itu kemudian mengucapkan banyak2 terima kasih karena sudah membantu pelayanan di situ. Tiba-tiba saya teringat dengan satu bagian firman Tuhan, yang langsung saya katakan (hanya ayat terakhir yang saya katakan, karena saya percaya sang Gembala tahu konteksnya) dan kemudian disetujui oleh sang Gembala.

7 "Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! 8 Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum. 9 Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? 10 Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."
Luk 17:7-10

Waktu membaca bagian firman Tuhan ini pertama kali, saya merasa ada yang kurang fair. Sang Budak yang sudah kerja keras, seharusnya mendapatkan apresiasi. Eh, malahan disuruh kerja lagi dan tanpa ucapan terima kasih. Selain itu, tidak perlu membanggakan apa yang dikerjakannya sehingga harus dipuji oleh tuannya. Perasaan dan pemikiran kurang fair ini muncul karena dipengaruhi oleh zaman ini yang menekankan cinta kepada diri yg berlebihan. Manusia merasa dirinya sangat berguna dan harus selalu dihargai oleh siapapun. Apa yang kita lakukan dan kerjakan harus diapresiasi oleh orang lain. Itu sebabnya, pengamen2 yang di bis kota ataupun di lampu2 lalu lintas seing memaksa orang-orang untuk menghargai apa yang sudah dikerjakannya dengan cara memberi uang.

Cara yang sama ditunjukkan oleh beberapa hamba Tuhan yang terkenal. Suka sekali menunjukkan kehebatan2nya, membandingkan dengan hamba Tuhan atau orang2 lain dan menunjukkan rekor-rekor yang sudah dicapai. Ada yang membanggakan banyaknya orang yang sudah mendengarkan kotbah2nya, banyaknya orang yang sudah bertobat melalui dirinya, disembuhkan, banyaknya gereja yang sudah didirikannya, banyaknya jemaat dan begitu banyak alasan yang dipunyai untuk menunjukkan pencapaiannya. Masalahnya, bukankah itu semua anugerah Tuhan? Siapa yang memberikan firman sehingga bisa keluar dari mulut seorang Hamba Tuhan? Siapa yang menggerakkan orang untuk mendengarkan firman? Siapa yang mengubah hati seseorang untuk percaya kepada Yesus Kristus? Siapa yang sesungguhnya membangun gereja dan memeliharanya?

Kalau semuanya anugerah Tuhan, kenapa ada hamba-hamba Tuhan yang terlalu membanggakan semuanya itu, seolah-olah semuanya berasal dari dirinya sendiri dan merupakan usahanya sendiri. Ada hamba-hamba yang merasa dirinya terlalu berguna dan terlalu hebat di dalam Kerajaan Allah. Ini namanya kacang lupa kulit, narcist!!! Sama seperti Daud yang ingin membantu Tuhan dengan mendirikan rumah bagi Allah (2 Sam 7). Jawaban dari Tuhan mengingatkan Daud siapa dirinya yang hanyalah gembala yang tidak berarti dan kemudian diurapi oleh Tuhan.

Apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus justru mengingatkan posisi dan tugas seorang Hamba. Diangkat menjadi Hamba adalah belas kasihan dan kemurahan Allah (2 Kor 4:1). Diberikan talenta dan pekerjaan, itupun pemberian Sang Tuan yang akan datang kembali (Mat 25:14-30). Tidak ada orang yang terlalu hebat dan mengerjakan melebihi kapasitas dan kemampuannya, yang ada biasanya kurang maksimal. Kalau bisa maksimal mengerjakan dan mengembangkan talentanya, bukankah yang harus ditinggikan dan dimuliakan adalah Sang Pemberi yang juga memberikan kekuatan dan menyertai sehingga sang hamba bisa melakukan semuanya!? Mengapa justru banyak orang mencuri kemuliaan Allah?

Seharusnya budak berterima kasih kepada Sang Tuan ketika bisa menyelesaikan tugas-tugasnya dan bukan Sang Tuan yang harus berterima kasih. Karena sang budak telah diberikan segala sesuatu oleh Sang Tuan. Sang budak hanyalah budak yang tidak berguna jikalau tidak diberikan pekerjaan oleh Sang Tuan. Dan kalau sang budak hanya menyelesaikan apa yang harus dilakukan, dimana kehebatannya? Apakah sang budak sudah melakukan seluruh pekerjaan Sang Tuan?

Tidak ada pekerjaan dan pelayanan yang terlalu besar dan terlalu hebat yang sudah kita lakukan sehingga Tuhanpun harus berterima kasih kepada kita. Tidak ada rekor yang terlalu hebat yang sudah kita ciptakan dibandingkan dengan segala anugerah, talenta dan kemampuan yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Kita hanyalah hamba-hamba yang tidak berguna dan hanya melakukan apa yang harus kita lakukan. Sang Tuanlah yang begitu hebat dan luar biasa, tanpa Dia kita tidak ada artinya. Soli Deo Gloria.

1 Komentar:

Anonymous said...

Amin amin, hartanya di isinya, bukan bejananya!

May his beauty rest upon me
as I seek the lost to win,
and may they forget the channel,
seeing only him, seeing only him - EMU music-

Post a Comment