Ayat Hari Ini:

Friday, July 6, 2007

Seni Memberi (1): Bisa dapat lebih banyak?

Memberi adalah sesuatu yang sulit sekali dilakukan oleh manusia. Kalau ada yang bisa dengan gampang memberi, maka mungkin sudah melalui suatu proses sehingga bisa memberi, atau sengaja memberikan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih. Ada yang memberi untuk membeli teman-temannya, ada juga yang memberi karena ingin memanfaatkan orang yang diberi. bermacam-macam motivasi yang ada di dalam hati manusia.
Apalagi kalau pemberian itu berhubungan dengan uang yang banyak. Kesulitan yang ada semakin besar. Begitu juga dengan motivasi di dalam memberi. Bagaimana seharusnya kita memberi dengan benar? Apa yang menjadi motivasinya?

6 Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. 7 Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. 8 Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. 9 Seperti ada tertulis: "Ia membagi-bagikan, Ia memberikan kepada orang miskin, kebenaran-Nya tetap untuk selamanya." 10 Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu; 11 kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami. 12 Sebab pelayanan kasih yang berisi pemberian ini bukan hanya mencukupkan keperluan-keperluan orang-orang kudus, tetapi juga melimpahkan ucapan syukur kepada Allah.
2 Kor 9:6-12

Menabur Banyak, Menuai Banyak
Hal ini biasanya menjadi motivasi ketika seseorang memberi. Semacam investasi di bidang keuangan yang ditawarkan oleh dunia ini. Tetapi, investasi ini diserahkan kepada Allah yang mengelolanya! Celakanya, ayat inipun seringkali dipakai oleh beberapa pendeta untuk memotivasi jemaat2nya memberi persembahan. Lho, di mana salahnya memakai ayat ini? Bukankah Rasul Paulus justru mengatakan hal ini untuk memotivasi jemaat Korintus dalam hal memberi kepada orang-orang kudus yang membutuhkan?! Kita perlu dengan cermat membaca ayat ini dan konteksnya.

Biasanya ayat ini ditafsirkan bahwa memberi uang banyak, akan menuai uang banyak, bahkan bisa berkali-kali lipat. Tetapi, kita seharusnya memperhatikan lebih teliti apa saja yang akan dituai. Kalau kita perhatikan, maka yang akan dituai adalah:
- dilimpahkan segala kasih karunia yang membuat berkecukupan di dalam segala sesuatu dan berkelebihan di dalam segala kebajikan (ay. 8)
- disediakan benih, dilipatgandakan dan menumbuhkan buah-buah kebenaran; diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan ucapan syukur (10-11)

Maka, kelimpahan yang didapatkan ternyata bukan hanya berbicara tentang uang. Tapi, Allah akan memberikan kasih karunia yang membuat orang percaya berkecukupan di dalam segala sesuatu. Ya, di dalam segala sesuatu. Aneh! Memberi uang, kenapa dapat segala sesuatu? Uang biasanya menjadi segala sesuatu bagi manusia. Bahkan uang seringkali berada di dalam posisi di atas Allah. Itu sebabnya, waktu kita sadar bahwa uang hanyalah anugerah dari Allah dan kita bisa mengontrol uang itu dan mendistribusikannya dengan benar bagi kemuliaan Allah, maka Allah yang mengontrol segala sesuatu akan menganugerahkan kecukupan bagi kita. Seni memberi hanya dimengerti oleh orang-orang yang bisa mencukupkan dirinya dalam segala keadaan. Ada yang dapat banyak, tetapi tidak pernah cukup. Ada yang dapat sedikit, tetapi bisa berkelebihan dan bahkan bisa memberi.
Yang Allah berikan ternyata juga adalah kelimpahan di dalam berbagai kebajikan. Memberi ternyata juga mengajarkan seseorang tentang kebajikan (lebih tepat diterjemahkan: kebenaran-keadilan). Suatu kualitas yang indah dari seorang percaya yang memiliki ketaatan, kebaikan dan hidup untuk Allah. Yang kemudian dijelaskan di dalam ayat 9-11, bagaimana Allah memberikan benih untuk ditabur, melipatgandakan dan memberikan buah-buah kebenaran, membuat ada kelimpahan kemurahan hati.
Ternyata yang ditabur adalah benih kebenaran dan yang dituai adalah buah-buah kebenaran.

Memberi di dalam kebenaran, Menuai Buah-buah Kebenaran
Memberi bukan hanya sekedar memberi. Maka, kalau ada orang-orang yang memberi dengan motivasi keuntungan bagi dirinya, apalagi dengan bersungut-sungut, apakah ada kebenaran di dalamnya? "Masih untung saya mau memberi!" Pernah dengar kalimat ini? Seseorang yang merasa dirinya seharusnya tidak memberi, tetapi akhirnya dia memberi, seolah-olah dialah seorang dewa penolong. Di zaman sekarang ini, apalagi di Indonesia dengan berbagai macam kesulitan ekonomi, membuat bisa memberi dan menolong sudah dianggap luar biasa. Tapi, Paulus justru menekankan pada pemberian di dalam kebenaran dan memberi dengan sukacita. Serta menuai di dalam kebenaran juga.

Seseorang yang memberipun ternyata perlu memeriksa motivasinya di dalam memberi. Apakah yang memberi bersukacita karena bisa membuat orang yang diberi bersyukur memuliakan Allah? Apakah dia memberi karena mengerti kemurahan Allah yang sudah memberikan kelimapahan dan kecukupan di dalam hidupnya? Ataukah ia memiliki motivasi yang lain untuk bisa bertambah banyak lagi kepemilikannya dan memanfaatkan Allah serta orang yang akan diberi?
Orang-orang yang mengerti seni memberi adalah orang-orang yang memberi dengan sukacita, bukan karena mengharapkan kelimpahan yang lebih lagi, tetapi karena sudah melihat kelimpahan di dalam benih-benih yang ditabur yang akan dilipatgandakan oleh Allah dan ditumbuhkan menjadi buah-buah kebenaran yang akan memuliakan Allah. Sukacitanya adalah di dalam melihat kelimpahan ucapan syukur yang akan diberikan kepada Allah.
Itu sebabnya orang-orang yang punya kerinduan yang besar untuk memuliakan Allah adalah orang-orang yang memberi. Sebaliknya, orang-orang yang hanya hidup untuk dirinya akan sulit untuk memberi, kecuali dengan motivasi untuk mendapatkan lebih lagi berkat-berkat bagi dirinya. Mungkin Allah akan memberikannya, tetapi orang-orang itu tidak pernah mengalami kecukupan dalam segala sesuatu, kelimpahan kebenaran-keadilan dan kemurahan hati, serta sukacita di dalam memberi.

Bagaimana dengan saudara? Bersukacitakah di dalam memberi?




Baca juga:

- Seni Memberi (2): Memberi Berkat

- Seni Memberi (3): Pemberi yang Bersukacita



0 Komentar:

Post a Comment