Habis nonton bola, UEFA Champions League jadi mikir lagi tentang posisi permainan, game, olahraga, hobby dan rekreasi dalam hidup ini. Mengapa manusia sangat menyukai bermain? Mengapa banyak orang yang sampai dewasa, keinginannya hanya bermain terus? Apakah bermain hanya untuk anak-anak? Mengapa kecenderungan dalam ibadah gereja yang bersifat persekutuan memasukkan elemen bermain di dalamnya? Tepatkah ini? Jangan-jangan karena dalam hidup ini terlalu banyak kesibukan dalam kerja, tidak ada kesempatan untuk bermain sehingga ibadahpun dijadikan kesempatan untuk bermain, bergaya dan pelampiasan ekspresi? Ada banyak pertanyaan yang justru muncul karena habis nonton sepakbola..Tapi, saya tidak akan membahas konsep sepakbola, tetapi konsep bermain dihubungkan dengan kerja.
Amsal 8:30-31 ROT
Saya menafsirkan Amsal 8 ini menunjuk kepada Kristus. Harusnya membahas dulu Amsal 8:22-25, dengan melihat ke bahasa Ibraninya yang menunjukkan bahwa Hikmat bukan diciptakan, tetapi keberadaannya sudah ada sejak kekekalan. Bahkan dalam ayat 30 berbicara tentang Hikmat yang mencipta (sebagai arsitek), setelah sebelumnya berbicara bahwa Tuhan mencipta. Dan sesudah penciptaan itu, sang Hikmat bermain-main. Begitu juga ay. 31, dikatakan bahwa Hikmat juga bermain-main di atas muka bumi. Pasti jadi banyak pertanyaan, apa maksudnya bermain-main?
Konsep kita tentang bermain sebenarnya banyak yang sudah dicemari oleh dosa. Bermain dianggap cocok untuk anak kecil, tapi bukan lagi prioritas bagi orang dewasa yang sudah bekerja. Kalaupun ada orang dewasa yang menyukai bermain, biasanya menjadi terikat dengan permainan dan sulit untuk berhenti. Maka muncul banyak konsep tentang bermain, yang berhubungan dengan memanfaatkan waktu, khususnya waktu luang.
Untuk mengerti tentang konsep bermain dan kerja, saya mengutip pendapat dari Robert. K. Johnston, dalam bukunya The Christian at Play. Meskipun saya tidak setuju dengan semua analisanya, tapi setidaknya kita bisa belajar dari analisanya (dalam tulisan ini, pendapatnya sudah bercampur dengan pendapat saya). Johnston mencoba membedakan tiga cara pandang dari orang Yunani, Protestan dan orang Israel dalam melihat bermain dihubungkan dengan kerja.
1.Orang Yunani. Bagi orang Yunani, pekerjaan adalah untuk budak. Orang yang bebas adalah orang yang bermain dan bukan bekerja. Maka, bagi mereka hidup adalah bermain dan bersenang-senang. Tentu saja tidak semua orang Yunani berpikiran seperti itu. Tetapi konsep yang paling umum, yang banyak bekerja adalah budak. Maka bermain dan waktu luang menjadi salah satu elemen yang penting dalam hidup orang Yunani yang bebas. Sementara kerja adalah bagian dari para budak.
2. Di zaman Protestan, konsep ini berubah. Kerja adalah bagian dari ibadah dan merupakan salah satu elemen yang terpenting dalam hidup. Maka kerja menjadi pusat. Menurut Johnston(yg ini tidak tentu benar), orang2 Protestan memandang bermain dan waktu luang itu penting sebagai upah dari kerja dan sebagai kesempatan refreshing untuk bekerja lagi. Jadi, bermain itu baik kalau berguna melampaui dirinya. Jadi, kalau bermain hanya untuk bermain tidak ada gunanya, kecuali kalau bermain sebagai upah atau persiapan untuk kerja lagi.
3. Israel dalam Perjanjian Lama. Kalau diperhatikan, banyak sekali perayaan-perayaan yang ditetapkan, selain pekerjaan. Dan perayaan-perayaan itu bukan untuk bekerja. Bahkan disuruh untuk berhenti bekerja. Bahkan dalam relasi pria dan wanita, digambarkan dengan permainan dalam Kidung Agung. Maka, permainan pada dirinya sendiri mempunyai kebaikan dan tujuan sendiri, sama seperti kerja pada dirinya sendiri.
Saya sendiri mencoba melihat dari sudut CFRC (Creation, Fall, Redemption and Consummation).
- Creation. Dalam Penciptaan, hidup manusia dimulai dari Sabat, kesempatan untuk pemenuhan diri, ada kepuasan dalam perayaan (sama seperti yang dirasakan dalam permainan). Kemudian cerita Adam bermain-main dengan binatang2 (meskipun sebagian hanya melihatnya sebagai Adam menamai mereka), binatang2 adalah mainan sekaligus rekan bermain Adam, sampai dia bertemu dengan penolong yang sepadan, dimana Adam bisa betul-betul menikmati permainan yang lebih memuaskan.
- Fall. Waktu manusia, jatuh dalam dosa. Kerja sepertinya hanya menjadi beban. Maka muncul dua ekstrim: konsentrasi hanya pada kerja; atau bermain dan meninggalkan pekerjaan, sesudah memastikan kebebasan finansial. Zaman sekarang ini banyak yang ingin mengkombinasikan kerja sambil bermain. Betulkah ini konsep terbaik?
- Redemption. Tuhan Yesus menunjukkan gaya hidup sering pergi ke perjamuan makan (perayaan zaman itu), bahkan mujizat pertama Tuhan Yesus bukan terjadi di Bait Allah, tapi di sebuah perjamuan kawin. Paulus bahkan sering memakai analogi permainan untuk menjelaskan konsep-konsep kebenaran, artinya ia tidak menolaknya bahkan memakainya sebagai bahan pelajaran. Maka permainan, kembali menjadi bagian dari hidup yang bisa juga dinikmati.
- Consummation. Bagaimana dengan kekekalan? Pada umumnya orang berpikir, bahwa hidup ini untuk bekerja. Tetapi, sesudah tidak bisa bekerja dan mati, bahkan sampai selama-lamanya tidak bekerja lagi, tetapi bebas bermain. Saya tidak setuju dengan pendapat ini. Bagi saya sampai selama-lamanya akan terus bekerja (Saya membahasnya dalam Work and Family). Di mana posisi bermain? Bermain sebenarnya adalah bagian dari pemuasan dan pemenuhan hidup yang didapatkan dalam beribadah. Maka, permainannya adalah bermain dengan Tuhan (bukan mempermainkan Tuhan, seperti yg ditunjukkan dalam banyak ibadah dan persekutuan) dan dengan sesama orang pilihan. Saya tidak bisa membayangkan seperti apa. Tetapi, kalau kita kembali kepada Amsal 8, maka Kristus akan bermain-main dengan kita, dan bukan mempermainkan kita.
Maka, ada banyak pemikiran yang muncul, permainan2 dan olahraga seperti apa yang akan terus bertahan sampai kepada kekekalan, permainan2 yang betul-betul memuliakan Tuhan? (Pemikiran seperti ini mungkin agak aneh dan perlu diperdebatkan, tapi saya memikirkannya). Kata bermain-main yang dipakai dalam Amsal 8:31, sebenarnya juga bisa diartikan bersukacita, merayakan. Ini sebenarnya yang menjadi inti dari permainan. Bukan kompetisi, kemenangan dan uang, seperti dalam permainan zaman sekarang ini.
Kembali kepada Amsal 8, Tuhan mencipta lalu bermain. Atau dalam bahasa Kejadian 1, mencipta lalu Sabat. Sebaliknya, manusia sesudah dicipta Sabat dulu (bermain) pada hari ketujuh, lalu bekerja dari hari pertama sampai keenam. Itu sebabnya, sejak dari kecil manusia tidak langsung bekerja, tapi bermain dulu, lalu bekerja. Dua hal ini, bermain dan bekerja adalah dua hal yang penting dalam hidup. Keduanya adalah bagian dari ibadah. Bukan dengan mencampurkannya atau memanfaatkannya untuk salah satu, kerja untuk bermain dan bermain untuk bekerja. Tetapi menerima kerja adalah suatu kenikmatan sebagai bagian dari ibadah. Dan menerima bermain sebagai bagian dari ibadah juga, waktu kita hanya bermain dan memanfaatkan waktu kita untuk hobi kita.
Salah satu cara untuk melihat apakah permainan itu tetap berguna dalam pemuasan hidup, adalah dengan melihat apakah kita terikat atau tetap bebas memanfaatkannya. Ibadah tidak pernah mengikat kita, tapi membebaskan kita untuk menikmati segala kelimpahan anugerah Tuhan. Maka, bertanyalah apakah olahraga, hobi, games dan segala sesuatu yang kita lakukan sudah mengikat kita, ataukah kita bisa menikmatinya dengan bebas dalam rangka pembelajaran menikmati sumber segala kenikmatan?
Yang terakhir, sebaiknya kita memilih permainan dan kegiatan dalam waktu luang kita yang membawa kita untuk bisa lebih dekat kepada Tuhan, persekutuan dengan manusia, menikmati keindahan dunia dan membuat kita semakin mengerti semua yang baik.
Fil 4:8
Ayat Hari Ini:
Wednesday, March 7, 2007
I Love this Game!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 Komentar:
nice writing
sekarang jadi jelas, thanks ya
Apakah permainanan wii dapat membawa kita untuk bisa lebih dekat kepada Tuhan, persekutuan dengan manusia, menikmati keindahan dunia dan membuat kita semakin mengerti semua yang baik??!! ^_^
Post a Comment