Kemarin ada seorang mantan Majelis yang pernah pelayanan bareng di satu gereja mengajak ketemu, dan kita makan di salah satu restoren di Mall Taman Anggrek. Ngobrol banyak tentang pelayanan masing-masing dan rencana ke depan. Bapak Majelis itu mempromosikan satu buku yang baru saja dibelinya di toko buku di situ. Ternyata dia sengaja beli untuk dikasih ke saya. Buku dikasih gratis, maka harus dibagi-bagi apa yang didapat dari buku itu. Kumpulan tulisannya Peter F. Drucker, The Man who invented Management (BusinessWeek). Kumpulan tulisannya dibagi 2 bagian, yang pertama tentang tanggung jawab dari Manager (kita semua adalah manager/oikonomia, yang diserahkan talenta oleh Tuhan utk dikembangkan). Sedangkan bagian keduanya adalah tentang dunia dari para Executive (kita bukan hanya executive, melainkan adalah Raja yang mewakili Tuhan di bumi ini). Saya hanya ingin membagikan artikel pertama yang ada di dalam bagian pertama tentang Managing Oneself. Karena ada hal-hal yang menarik untuk mengevaluasi diri.
(John Calvin)
Drucker melihat di dalam sejarah bahwa orang-orang yang mencapai puncaknya adalah orang-orang yang bisa manage dirinya. Contohnya: Napoleon, da Vinci, Mozart.
Untuk bisa manage diri sendiri perlu mengetahui beberapa hal:
What are my Strengths?
Drucker menemukan kekuatan2nya melalui feedback analysis. Setiap kali ia ingin mengambil kepurusan yang penting, dia menuliskan apa yang dia harapkan akan terjadi. Kemudian di dalam waktu 9 atau 12 bulan kemudian dibandingkan dengan apa yang terjadi sebenarnya. Yang menarik, menurut Drucker cara ini bukan cara baru, tapi sudah dimulai dari abad ke-14 yang kemudian dipraktekkan dengan sangat baik sebagai suatu kebiasaan oleh John Calvin dan Ignatius Loyola, dua orang yang mendirikan Gereja Calvinist dan Jesuit order. Kedua-duanya mendominasi Eropa dalam waktu yang cukup lama.
Implikasi dari pengetahuan tentang kekuatan2 kita: Pertama, konsentrasi pada kekuatan2 itu. Kedua, kembangkan dan tingkatkan kekuatan2 itu. Ketiga, selidiki dan atasi kesomobngan intelektual yang menghambat kemajuan.
Apa yang dipikirkan oleh Drucker sebenarnya mirip dengan evaluasi dari pemberian2 yang sudah Tuhan berikan kepada kita, talenta2 dan karunia. Melihat di mana bagian kita dari tubuh Kristus. Evaluasi yang lebih baik adalah dengan melihat kepada firman dan pengenalan akan Allah. Sama seperti yang dikatakan oleh Calvin, tanpa pengenalan akan Allah tidak ada pengenalan akan diri; dan sebaliknya. Implikasinya, sebenarnya dalam pengenalan akan diri membuat kita semakin mengenal, bersyukur dan memuliakan Tuhan.
How Do I Perform?
Drucker melihatnya sebagai keunikan yang berasal dari kepribadian seseorang. Bisa diubah, tapi tidak bisa secara keseluruhan. Drucker melihat beberapa pertanyaan2 lagi untuk bisa mengerti hal ini:
Am I a Reader or a Listener? Drucker memberikan dua contoh Presiden USA, Dwight Eisenhower dan Lyndon Johnson. Yang pernah berhasil dan akhirnya gagal karena tidak melihat kemampuannya sebagai pembaca atau pendengar.
How do I Learn? Dari mengetahui bahwa apakah kita adalah pembaca atau pendengar akan membuat kita mengerti bagaimana cara belajar yang lebih baik.
Sebenarnya masih ada juga pertanyaan yang harus dipertanyakan, seperti apa saya lebih baik bekerja sendiri? Atau lebih baik di dalam satu grup?, dan masih banyak pertanyaan lainnya.
Drucker mengambil kesimpulan bahwa jangan berusaha merubah diri sendiri tapi kerja keras untuk improve the way you perform.
Bagi saya sangat menarik, karena banyak yang mengajarkan pembentukan kepribadian bukan berasal dari dalam, tapi dari luar. Padahal kepribadian seseorang justru dibentuk dari firman hari demi hari dan pergumulannya untuk melakukan firman. Seharusnya orang-orang Kristen yang dibentuk dengan firman akan perform lebih baik.
What are My Values?
Pertanyaan ini adalah salah satu pertanyaan yang terpenting yang harus dipertanyakan. Drucker memberikan sebuah tes, yang dinamakannya mirror test. Suatu pertanyaan, orang seperti apa yang saya ingin lihat di kaca pada pagi ini? Pertanyaan yang bukan untuk memanipulasi diri, tapi mempertanyakan nilai2 yang dianggap penting dan berharga, serta seperti apa kita melihat sukses di dalam hidup. Drucker sedikit membagikan cerita hidupnya. Ia sangat baik sebagai seorang bankir muda di London pada pertengahan tahun 1930-an. Pekerjaannya sangat sesuai dengan kemampuan dan kekuatannya, tapi ia melihat bahwa tidak ada yang penting menjadi seorang yang sangat kaya yang akan mati di dalam kuburan. Dalam keadaan tidak punya uang dan prospek pekerjaan selanjutnya, ia berhenti dan keputusannya tidak salah. Ia tidak menjadi seorang yang sangat kaya, tetapi kekayaan pengetahuan dan pergumulannya membuat banyak orang mengerti tentang hidup dan kerja.
Saya sangat setuju dengan Drucker, Values are and should be the ultimate test. Maka nilai-nilai di dalam hidup kita harus dibangun melalui pengenalan akan Tuhan melalui firmanNya. Tanpa itu, nilai2 kita hanya akan dipengaruhi oleh dunia. Cara melihat kesuksesan yang sebenarnya hanya UUD (ujung-ujungnya duit).
Masih ada beberapa point yang dibahas oleh Drucker dalam artikel ini seperti, Where Do I Belong? What Should I Contribute? Responsibility for Relationships and The Second Half of Your Life. Tetapi, tiga point yang pertama di atas sudah cukup untuk mengerti dan bisa belajar banyak untuk mengenal diri kita yang seharusnya hidup untuk memuliakan Tuhan.
Tulisan singkat lain tentang Managing Oneself dari Drucker bisa di baca di Managing Knowledge Means Managing Oneself
Roma 12:3
Ayat Hari Ini:
Tuesday, April 17, 2007
Managing Oneself
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Komentar:
Post a Comment