Kemarin pergi ke rumah duka. Orangtua dari seorang teman penginjil meninggal dunia. Siangnya ketemu dengan mantan dosen, sekaligus dekan di seminary dulu. Kemudian sang dosen berbicara dengan teman yang lagi berduka. Sesudah basa-basi, tanya mengapa meninggal, sang teman tidak melewatkan kesempatan untuk diskusi teologi dan filsafat. Memang agak lain hidup dari seorang penginjil yang suka belajar. Padahal dua bulan sebelumnya papanya meninggal, kemudian mamanya meninggal. Di tengah kedukaan, dia tidak melewatkan kesempatan untuk belajar dari sang dosen yang memang paling banyak mempengaruhi pemikirannya di awal-awal belajar teologi dan filsafat. Kami duduk berempat di dalam satu lingkaran, dan sang penginjil dan dosen asyik ngobrol tentang beberapa hal dan beberapa nama tokoh2 terkenal disebutkan, sambil sang dosen share bagaimana dia mendalaminya. Sampai kemudian tiba-tiba sang dosen berpaling ke saya dan bertanya, "Ronald, lagi dalami apa?" Saya dengan gampangnya menjawab, "saya yang cetek2 aja yg bisa aplikatif." Ditanggapi sama sang dosen,"Seringkali orang yang sudah berpikir dalam sulit untuk aplikasi!" Saya kemudian mengatakan kepada sang dosen bahwa sedalam apapun yang saya dalami sepertinya tetap cetek dibandingkan dengan kedalaman sang dosen. Dia ketawa dan mungkin melupakan percakapan kita, tapi saya masih terus memikirkannya.
Efesus 3:18-19
Ayat ini adalah harapan Rasul Paulus bagi jemaat Efesus bersama-sama dengan semua orang kudus untuk sanggup memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya, serta mengenal yang melampaui segala pengetahuan dan hikmat yaitu Kasih Allah. Paulus berharap kita bisa dipenuhi dengan segala kepenuhan Allah. Maka, meskipun sudah berkali-kali berbicara tentang Kasih Allah, sepertinya masih terlalu jauh dan terlalu cetek untuk bisa melihat kedalamannya. Keinginan sekarang ini masih ingin lebih memahami dan mendalami tentang Kasih Allah di dalam seluruh kepenuhan Allah. Seperti apa itu? Sulit dilukiskan dan dijelaskan, tapi bisa dialami dan dirasakan oleh orang-orang percaya. Saat diselamatkan, dalam kehidupan sehari-hari, di dalam melihat jalan-jalan Tuhan. Sesungguhnya kita bisa merasakan dan mengalami betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Allah.
Jadi ingat satu lagu yang berbicara tentang kasih Allah. Ditulis oleh Frederick M. Lehman pada tahun 1917.
The love of God is greater far
Than tongue or pen can ever tell;
It goes beyond the highest star,
And reaches to the lowest hell;
The guilty pair, bowed down with care,
God gave His Son to win;
His erring child He reconciled,
And pardoned from his sin.
Refrain
O love of God, how rich and pure!
How measureless and strong!
It shall forevermore endure
The saints’ and angels’ song.
When years of time shall pass away,
And earthly thrones and kingdoms fall,
When men, who here refuse to pray,
On rocks and hills and mountains call,
God’s love so sure, shall still endure,
All measureless and strong;
Redeeming grace to Adam’s race—
The saints’ and angels’ song.
Could we with ink the ocean fill,
And were the skies of parchment made,
Were every stalk on earth a quill,
And every man a scribe by trade,
To write the love of God above,
Would drain the ocean dry.
Nor could the scroll contain the whole,
Though stretched from sky to sky.
Mau denger, nyanyi atau download mp3 lagu ini? KLIK DI SINI
Banyak orang sudah bicara tentang kasih Allah, tapi kasih Allah tidak pernah habis-habisnya dibicarakan, bahkan semakin dibicarakan, semakin dirasakan bahwa semakin perlu dibicarakan kembali. Bahkan cerita tentang kasih Allah yang sederhana bisa mengubah orang-orang yang merasa dirinya sudah besar.
Dwight L. Moody menyelesaikan kebaktian kebangunan rohaninya di Birmingham, England. Waktu orang-orang mengucapkan selamat jalan kepada Moody yang akan kembali ke Amerika, seorang muda dalam jemaat itu ikut memberi ucapan selamat jalan kepada Dwight L. Moody, dan nama anak muda itu adalah Harry Morehouse.
Ia berkata kepada D. L. Moody, “Saya akan datang ke Amerika. Dan ketika saya sampai di sana, saya akan berkhotbah untuk Anda.” Pada umumnya tidak ada orang yang menyodorkan diri sendiri untuk berkhotbah. Biasanya seseorang berkhotbah oleh karena ada yang mengundangnya. Lalu Moody menjawab dengan bijaksana, “Yah, ketika Anda tiba di Amerika, hubungi kami. Kami akan menerima Anda dengan senang hati.”
Kira-kira enam bulan kemudian, ketika D.L. Moody ada di Chicago, ia menerima telepon dari Harry Morehouse yang ada di New York. Harry berkata kepada Moody, “Saya telah tiba di Amerika. Saya ada di New York. Saya ingin berada di Chicago pada hari Rabu dan saya ingin berkhotbah untuk Anda Rabu malam.”
Ketiba Rabu tiba, Moody harus pergi keluar kota, namun ia telah meninggalkan pesan, “Ada anak muda yang akan datang kemari yang bernama Harry Morehouse. Ia berasal dari Birmingham, England. Berilah kesempatan kepadanya untuk berbicara beberapa patah kata saja.”
Apa yang terjadi kemudian? Harry berkhotbah dari Yohanes 3:16. Dan di bagian akhir kebaktian Ia menantang orang-orang untuk percaya kepada Kristus, dan kira-kira ada sepuluh orang diselamatkan. Kemudian para diaken berkata kepada anak muda itu, “Besok malam atau Kamis malam kami ada kebaktian, dan Anda yang akan menyampaikan Firman Tuhan lagi.” Kamis malam anak muda itu kembali menyampaikan Firman Tuhan dari teks yang sama. Dan kira-kira ada lima belas orang diselamatkan. Mereka berkata lagi, “Jum’at malam kami ada kebaktian lagi. Dan Anda yang akan menyampaikan Firman Tuhan kembali.” Anak muda itu menyampaikan Firman Tuhan dari teks yang sama: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini.” Kira-kira ada dua puluh orang diselamatkan.
Selesai kebaktian mereka berkata, “Sabtu malam, kami juga ada kebaktian lagi, dan kami minta Anda menyampaikan Firman Tuhan kembali.” Sabtu itu, D.L. Moody kembali ke Chicago. Dan istrinya berkata kepadanya, “Sayang, kita sedang berada di tengah kebangunan rohani yang luar biasa, kebangunan rohani yang ajaib. Banyak orang berubah dan bertobat.” Dan istinya melanjutkan, “Ketika kamu menghadiri kebaktian itu, pasti kami akan bertobat.” Moody menentangnya, dan berkata, “Saya telah berkhotbah lebih dari dua puluh tahun. Dan kamu katakan saya akan bertobat?”
“Ya,” kata isterinya. “Kamu akan melihatnya sendiri.”
Ketika ia datang dalam kebaktian Sabtu malam itu, ia duduk paling depan. Ia duduk di sana dengan sikap meremehkan anak muda itu. Namun ketika anak muda itu menyampaikan khotbahnya, kira-kira ada tiga puluh orang yang bertobat. Anak muda itu secara terus menerus berkhotbah dari ayat yang sama setiap malam di gereja itu selama enam minggu berturut-turut dan kebangunan rohani terjadi.
Ketika pelayanan itu berakhir, Moody berkata, “Istriku benar. Saya telah diubahkannya.” Ia berkata, “Selama ini saya berkhotbah dari sisi Sinai. Berkhotbah tentang Neraka, penghukuman dan api dan kilat dan guntur. Namun,” katanya, “Saya telah berubah. Saya telah bertobat. Saya mulai sekarang akan mengkhotbahkan sisi yang lain, yaitu tentang kasih Allah, dan darah Yesus serta pencurahan kasih Roh Kudus.”
Saya tidak ingin mengikuti Moody, bagi saya dua sisi: keadilan dan kasih Allah harus dikotbahkan. Tetapi harus diakui bahwa keadilan tidak sebanding dengan kasih Allah. Memang kasih Allah lebih bisa dimengerti dengan melihat kepada keadilan Allah. Tanpa keadilan Allah, kasih akan terlihat sebagai kasih murahan. Meskipun demikian, kasih Allah masih terlu dalam dan terlalu ajaib. Banyak orang yang sudah membicarakannya, tapi apa artinya bagi saya secara pribadi? Seberapa dalam pengenalan saya terhadap kasih Allah?
Suatu hari kalau bertemu lagi dengan sang dosen dan kalau pertanyaannya lagi dalami apa? Dengan mantap akan saya jawab, "Kasih Allah"
Ayat Hari Ini:
Thursday, April 12, 2007
Lagi dalami apa?
Wednesday, February 14, 2007
How DEEP is your LOVE?
Love... love... and love.. What's the important of love? Should we always talk, sing, think and dream about love? But, love is God's gift.. So, just enjoy it. The question is, do we really know the deep of God's love and how deep our love to God and to others? Do we really know the true meaning of love? How deep is your love? I must quote one of Bee Gees song, How Deep is your love..
I feel you touch me in the pouring rain
And the moment that you wander far from me
I wanna feel you in my arms again
And you come to me on a summer breeze
Keep me warm in your love and then softly leave
And it's me you need to show ....
How deep is your love
I really mean to learn
'Cause we're living in a world of fools
Breaking us down
When they all should let us be
We belong to you and me
I believe in you
You know the door to my very soul
You're the light in my deepest darkest hour
You're my savior when I fall
And you may not think
I care for you
When you know down inside
That I really do
And it's me you need to show ....
How deep is your love
Sebagian lagu ini harusnya adalah pemujaan bagi Allah, pernyataan betapa dalamnya dan berharganya cinta Allah kepada kita. Sebagian kalimatnya memang tidak tepat, kalau ditujukan kepada Allah. Yang menjadi pertanyaan, jika Allah menyatakan cintaNya yang begitu lebar, panjang dan dalam, mampukah kita memahaminya?
Menurut saya, siapapun tidak akan mampu memahami kasih Allah, kalau hanya mengandalkan segala pengalaman dan cerita dalam sejarah dunia ini. Banyak orang sudah membaca buku2 yang berbicara tentang cinta kasih yang begitu mengharukan, menguras air mata, membuat kita terkagum-kagum dan mengubah hidup banyak orang yang membacanya, tapi itu belum menggambarkan keseluruhan kasih Allah. Kita juga mungkin sudah melihat kisah-kisah cinta yang begitu hebat dan mengharukan dari orang-orang Kristen, akibat perubahan yang Tuhan lakukan dalam hidup orang-orang Kristen. Tapi itupun, tidak sanggup menyatakan betapa dalamnya kasih Allah. Anehnya, orang-orang lebih tertarik melihat dan membaca kisah-kisah itu dibandingkan dengan kasih Allah yang begitu dalam, ajaib dan dahsyat yang diceritakan dalam Alkitab.
Alkitab berbicara dengan cara yang berbeda. Cinta Tuhan kepada manusia adalah cinta yang menyediakan segala sesuatu sampai ke pada masa depan yang sejati, yaitu kekekalan. Cinta yang kekal, cinta yang tidak dapat dipisahkan oleh apapun. Cinta ini dimulai dari pemilihan dalam kekekalan. Sesudah itu dalam penciptaan dengan menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk kenikmatan dan kebaikan. Tetapi juga cinta yang menguji manusia untuk mengajarkan kesetiaan. Cinta yang terus-menerus menerima manusia yang jatuh dalam dosa dan berzinah meninggalkan Allahnya dan terus-menerus berlari menjauhi Allah, kecuali waktu membutuhkan sesuatu dan tidak berdaya, maka manusia berteriak dan meminta pertolongan Allah. Anehnya, Allah tetap memberikan pertolongan, meskipun Allahpun menyatakan murkanya kepada umat pilihanNya, dengan memberikan kutuk dan penghakiman yang dibalik semuanya adalah cinta yang ingin mendidik dan mengubah umat pilihanNya. Dan puncaknya, Bapa mengirimkan AnakNya yang Tunggal, Tuhan kita, Yesus Kristus untuk mengajarkan cinta yang berkorban untuk umat pilihanNya yang selayaknya dimurkai. Dan cinta yang diajarkan di atas kayu salib, adalah cinta yang tidak bisa dilepaskan dari murka dan keadilan Allah.
Ketidak mengertian akan kasih dan murka Allah, membuat banyak permasalahan yang terjadi dalam hubungan manusia dengan Allah dan dengan sesama.
Kalau Allah benar-benar mencintai umatNya, mengapa harus ada penderitaan, masalah, bencana dan segala macam penyakit? Apakah kalau Allah mencintai kita, maka Ia tidak boleh menghukum akan dosa-dosa kita, yang sudah tidak bergantung lagi kepada Dia, meskipun kelihatan kita beragama dan beribadah? Apakah bencana dan segala kesulitan membuat kita tidak bisa merasakan kasih Allah dan tidak bisa mengasihiNya? Kalau begitu, kita lebih mengasihi Allah ataukah kita lebih mengasihi pemberianNya? Waktu kita dapat segala kelimpahan pemberianNya, kita melupakan Pemberinya. Kalaupun tetap mengingatNya, kita tetap menghargai pemberianNya lebih besar dari pemberiNya. Itu sebabnya kita lebih menghargai orang kaya daripada orang miskin yang betul2 mengasihi Allah; orang pintar dibandingkan orang sederhana yang mengashi Allah. Padahal akibat kekayaan, kesomobongan, jabatan dan kepintaran mereka yang membuat Allah harus menghukum dunia ini, dan kita yang berada di sekitar mereka ikut merasakan dan bahkan yang menjadi korban.
Begitu juga dengan relasi dengan sesama manusia. Kita sangat menghargai orang-orang yang baik, mau memamahi dan menerima kita apa adanya. Kalau ada orang yang mengkritik kita dengan tajam, menyatakan kesalahan, dan bahkan menjelek-jelekan kita, maka kita sulit untuk menerima orang seperti itu. Kita merasa orang itu tanpa cinta kasih. Begitu juga kalau orang yang kita kasihi dan mengasihi kita menjadi berubah, suka mengkritik karena semakin bisa melihat kelemahan2 kita, maka kita akan menganggapnya berubah menjadi orang yang tidak mengasihi kita lagi, dan menjadi orang yang membenci kita. Meskipun sebagian memang betul-betul membenci. 'Benci' yang benar adalah bagian dari cinta yang sejati. Tetapi, kita sulit untuk menerima benci, karena lebih banyak benci dicemari oleh dosa. Padahal benci harusnya benar-benar cinta.
Cinta di antara sesama manusia, biasanya hanya berada di ujung dari paradoks kasih yang berkorban ataupun kasih dengan didikan. Sebagian melihat kasih sebagai pengorbanan yang terus-menerus tanpa batas, selama masih bisa mengasihi. Sebagian lagi melihatnya sebagai kasih yang terus-menerus mendidik. Kasih yang Tuhan Yesus ajarkan kepada kita adalah kasih yang penuh didikan dan murka, tetapi juga kasih yang berkorban.
Tapi yang lebih aneh lagi, sekalipun Tuhan Yesus sudah sudah berkorban bagi kita, Dia tidak pernah memaksa kita untuk melayaniNya.. Kasihnya bukan yang menuntut dan memaksa kita untuk membalasnya, karena memang kita tidak bisa membalas semuanya. Tetapi, Ia membawa kita untuk melihat segala kelimpahan cinta kasihNya yang kekal dan begitu mulia. Dan membawa kita bisa menikmati semuanya.
Apakah kasih seperti ini yang kita berikan kepada banyak orang? Kita tidak akan sanggup, kecuali anugerah dan kasih Tuhan yang bekerja di dalam kita.
Efesus 3:18-19a