- Galileo Galilei
Topik tentang hubungan Iman dan Ilmu sudah dibahas berkali-kali dan sudah terlalu banyak artikel dan buku tentang hal ini. Mengapa sampai harus dibahas berkali-kali? Sangat penting? Atau iman dan ilmu memang tidak pernah diintegrasikan sehingga harus dibahas terus-menerus?! Dalam tulisan ini, saya akan membahas bagaimana seharusnya kita melihat hubungan Iman dan Ilmu dari penciptaan sampai pada kekekalan.
Kej 2:15 TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.
Kej 2:19 Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu.
Kejadian 1:27-28 menunjukkan sangat jelas bagaimana Allah menciptakan manusia menurut GambarNya, sehingga manusia bisa mengenal dan berkomunikasi dengan Allah dan tentu saja menjadi sumber untuk pengenalan manusia akan dirinya dan pengetahuan akan dunia yang harus ditaklukkannya. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia sebagai Gambar Allah adalah pengetahuan tentang Allah, tentang manusia dan tentang dunia. Ketiga hal ini sangat berhubungan. Khususnya dua pengetahuan yang pertama, yang berdampak dengan pengetahuan akan dunia. Tanpa pengetahuan akan Allah, manusia tidak bisa mengerti siapa dirinya. Begitu juga dengan tanpa pengetahuan akan dirinya, manusia tidak sanggup mengenal Allah.
Dalam Kejadian 2:19, kita bisa melihat bahwa pengetahuan adalah pemberian Allah kepada manusia dan bisa dipakai dengan baik oleh Adam untuk melakukan kehendak Allah. Adam menamai semua binatang dengan pengetahuannya. Pengetahuan Adam didapat karena manusia dicipta dalam gambar Allah; diberikan kemampuan untuk berpikir, mengolah dan mengembangkannya. Tetapi, yang memulai dan aktif adalah Allah yang membawa kepada manusia (yang percaya kepada Allah dan mempunyai pengetahuan tentang Allah), sehingga ia menyadari kemampuan dan pengetahuannya dan ia memakainya untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Allah: menamai semua binatang (pengetahuan/ilmu).
Kalau kita melihat di dalam Kejadian 2:15. Hal yang sama juga terjadi. Allah menempatkan Adam dalam Taman Eden untuk mengusahakan dan memeliharanya. Dua kata yang sangat menarik adalah kata mengusahakan dan memelihara. Kata mengusahakan dalam bahasa aslinya, Ibrani, mempunyai dua pengertian: bekerja dan melayani (ibadah). Sedangkan kata memelihara (dalam bahasa Inggris: cultivate/culture) mempunyai arti menjaga, mengembangkan dan juga ada pengertian melayani. Sehingga, pada saat manusia mempergunakan segala jenis pengetahuan/ilmunya untuk bekerja dan mengembangkan dunia pemberian Tuhan, saat itu juga manusia sedang melayani dan beribadah kepada Allah.
Zaman sekarang ini kita melihat manusia memisahkan semua pengetahuan/ilmu yang dimilikinya. Ada tiga pemisahan pengetahuan/ilmu, pertama, pengetahuan tentang Allah dikategorikan sebagai Teologi (yang tidak ada hubungannya dengan ilmu-ilmu yang lain); kedua, pengetahuan tentang manusia (anthropologi, biologi, kedokteran, psiklogi, sosiologi, dsb); serta ketiga, pengetahuan tentang dunia ini (ekologi, ekonomi, biologi, dsb). Sangat berbeda dengan apa yang terjadi sebelumnya dalam Penciptaan. Mengapa? Karena manusia jatuh dalam dosa.
Narasi dalam Kejadian 3, menggambarkan semuanya. Ayat 7, manusia mulai salah menilai dirinya. Mereka tahu bahwa mereka telanjang dan ingin menutupinya dengan ‘ilmu mereka’ (tanpa melibatkan Allah). Manusia tidak mengerti lagi siapa dirinya di hadapan Allah. Ayat 8, mereka bersembunyi dari Allah. Apakah mereka bisa bersembunyi dari Allah? Pengetahuan yang salah! Pengetahuan tentang Allah menjadi jauh sekali berbeda dengan sebelumnya. Sebelumnya mereka bisa dengan bebas mengenal Allah dan beribadah kepadaNya. Sekarang mereka mengenal Allah menjadi Pribadi yang sangat menakutkan dan tidak bisa diandalkan lagi dalam hidup di dunia.
Lebih baik memakai pengetahuan pribadi. Padahal, pengetahuan peribadi ini yang membuat manusia jatuh dalam dosa. Karena ingin mengeksplorasi apa yang belum waktunya harus dimengerti. Masih begitu banyak buah-buahan yang sangat menarik dan baik untuk dimakan (Kej 2:9), tetapi Hawa dan Adam lebih tertarik kepada buah yang tidak pernah dikatakan menarik, tetapi menjadi menarik karena pengaruh Iblis. Cara yang sama, terus diikuti oleh manusia sekarang ini. Iblis yang terus-menerus membuat manusia tidak lagi melihat ilmu-ilmu yang menarik berhubungan dengan Allah dan tidak memerlukan Allah dalam setiap ilmu yang diusahakan dan dikembangkannya.
Di dalam Kejadian 3:12, Adam mempersalahkan manusia lainnya (Hawa). Ay. 13, Hawa mempersalahkan Ular (dunia). Sejak saat itu, pengetahuan manusia menjadi terpecah-pecah; tidak ada lagi integrasi. Yang paling menyedihkan, pengetahuan manusia yang sebelumnya dipakai untuk beribadah dan menggenapi rencana Allah, dalam Kej 3:17-19 akhirnya dipakai bersusah-payah HANYA UNTUK MENCARI MAKAN SAMPAI MATI. Maka bukan sesuatu yang mengherankan kalau manusia belajar dan akhirnya bekerja hanya demi untuk menjamin bisa makan sampai mati. Hanya itu ilmu (pengetahuan) yang dimiliki oleh manusia dalam keberdosaan.
Bagaimana manusia bisa kembali kepada integrasi yang benar? Bukankah dalam Amsal 1:7 mengatakan, “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.” Bagaimana agar manusia tidak lagi menunjukkan diri sebagai orang-orang pintar yang sesungguhnya hanyalah orang-orang bodoh yang menghina HIKMAT? Jalan keluarnya, hanya satu. Yaitu di dalam Kristus. Mengapa?
Kedatangan Kristus di dunia bukan hanya memberikan keselamatan jiwa (dan pengetahuan tentang Allah) kepada orang-orang pilihanNya. Kedatangan Kristus adalah mendirikan Kerajaan Allah; dalam segala aspek kehidupan manusia kita bisa melihat bahwa Allah betul-betul memerintah. Segala macam ilmu kembali untuk melayani Allah dan rencanaNya. Yang sangat menarik dalam Kol 2:3, segala macam pengetahuan itu bersumber dari Kristus. Semua –logi (logikos) bersumber dari LOGOS (Firman/Kristus). Artinya, jika ada kebenaran dalam semua ilmu pengetahuan, maka sumbernya hanya satu: Kristus. Segala kebenaran adalah kebenaran dari Kristus. Dunia ini bukan sumber kebenaran, Iblis tidak bisa memberikan kebenaran. Satu-satunya sumber kebenaran adalah Allah.
Seseorang yang berada di dalam Kristus harusnya bisa melihat sumber hidupnya adalah Kristus, termasuk apa yang dipelajari dan dikerjakannya. Ilmu yang dipelajari sehari-hari bukan ilmu yang sekuler yang tidak ada hubungan sama sekali dengan imannya. Ilmu yang sehari-hari dipelajari juga bukan hanya untuk sekadar dipakai untuk mencari uang untuk bisa makan sampai mati (Ini pengertian manusia sejak jatuh dalam dosa). Tetapi ilmu sehari-hari adalah pelajaran tentang Allah, manusia dan dunia—yang harus diusahakan, dieksplorasi dan dikembangkan sebagai bagian dari pelayanan dan ibadah kepada Allah untuk memuliakan Kristus yang menjadi sumber dan tujuan dari ilmu-ilmu yang dikembangkan. Manusia yang betul-betul mengerti dan mendalami ilmunya akan takjub dengan semua anugerah dan kebenaran Tuhan yang ada di dalamnya. Bagi orang percaya, akhirnya hanya bisa memuji dan makin menyembah Tuhan dan makin ingin memuliakan Tuhan dengan segala penemuan yang di dapatnya.
Maka kita perlu terus-menerus diperbarui dalam pengetahuan kita, seperti yang ada di dalam Kol 3:10, “dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya;”
Pertanyaan selanjutnya, adakah hubungan yang kita pelajari dan kerjakan sekarang ini dengan kekekalan?
C. S. Lewis, 1898-1963, British Academic, Writer, Christian Apologist, (dikutip dari http://www.great-quotes.com/ ) pernah mengatakan salah satu kalimatnya yang sangat terkenal: “If you read history you will find that the Christians who did most for the present world were precisely those who thought most of the next. It is since Christians have largely ceased to think of the other world that they have become so ineffective in this.” Dari kalimat C.S. Lewis ini, ada hal yang perlu dipikirkan tentang kekekalan yang berdampak pada kesementaraan. Meskipun, kalau terlalu banyak memikirkan tentang kekekalan mungkin bisa juga menjadi tidak efektif dalam kesementaraan ini. Maka, bagian terakhir dari tulisan ini, akan dihubungkan dengan kekekalan. Apa hubungannya ilmu dan pekerjaan sekarang ini dengan kekekalan?
Wahyu 22:5 Dan malam tidak akan ada lagi di sana, dan mereka tidak memerlukan cahaya lampu dan cahaya matahari, sebab Tuhan Allah akan menerangi mereka, dan mereka akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya.
Dalam Wahyu 21:24,26, dua kali diulang bahwa bangsa-bangsa akan membawa kekayaan dan hormat ke Yerusalem Baru. Yang membawanya, adalah raja-raja di bumi (yang baru). Dua pertanyaan yang muncul: Siapakah raja-raja itu? Dan, apa maksudnya kekayaan dan hormat bangsa-bangsa?
Untuk menjelaskan tentang raja-raja di bumi, kita perlu melihat Wahyu 22:5. Dari ayat ini, kita bisa mengerti bahwa yang dimaksudkan sebagai raja-raja adalah semua orang percaya yang memerintah bersama-sama Kristus. Apa yang diperintah oleh raja-raja? Bumi yang baru. Sama seperti Adam dan Hawa menjadi raja pertama di dunia, yang memerintah dunia dan segala isinya, maka kitapun sebagai orang-orang percaya harus memerintah bumi yang baru dengan mengusahakan dan memeliharanya.
Hasil usaha inilah yang dipersembahkan ke Yerusalem baru: yang terbaik dan termulia dari apa yang kita kerjakan. Jadi, yang dimaksud dengan kekayaan dan hormat dari bangsa-bangsa adalah segala hasil budaya manusia yang terbaik dan termulia, itulah yang kita persembahkan kepada Tuhan. Yang dimaksudkan dengan hasil budaya manusia adalah segala hal yang pernah dipelajari, digali, ditemukan, dan dikembangkan manusia. Kalau mengerti hal ini, maka seharusnya selama proses pembelajaran, kita harus menggali sampai kepada penemuan-penemuan yang bisa terus dikembangkan dan yang akan dipersembahkan kepada Tuhan.
Mungkin pertanyaan selanjutnya muncul, dari mana modal awal kita sebagai raja? Untuk mengerti hal ini, perlu untuk memahami perumpamaan dalam Mat 25:14-30, perumpamaan tentang Talenta (seharusnya tentang Hamba yang baik dan yang jahat). Kalau kita perhatikan, perumpamaan ini berbicara tentang Akhir Zaman. Ada evaluasi dari Tuhan terhadap semua pemberianNya kepada kita, apakah kita sudah maksimal atau tidak. Sesudah dikembalikan kepada Tuhan, hasil dari pengembangan talenta itu justru tidak di ambil Tuhan, tetapi diberikan kembali kepada hamba-hambanyaNya. Untuk apa? Di dalam perumpamaan ini tidak dijelaskan. Tetapi, kita bisa mengambil kesimpulan sebagai modal yang akan dikembangkan lagi dalam kekekalan dan dalam kebahagiaan bersama Tuhan.
Jadi, apa yang kita pelajari selama hidup di dunia, bukan hanya untuk kesementaraan, ternyata juga bisa menjadi modal sekaligus pembelajaran untuk pekerjaan dan ibadah yang harus kita kerjakan dalam kekekalan.
Apa yang dikatakan oleh C.S. Lewis benar. Orang Kristen yang bisa melihat sampai kepada kekekalan, akan belajar dan bekerja dengan tujuan sampai pada kekekalan. Dampaknya, yang dikerjakan bukan hanya bernilai sementara, tapi bernilai kekal (seperti yang sudah dilakukan oleh Lewis). Dan, kalau kita melihat sampai pada kekekalan, yang kita lakukan adalah standar kekekalan; yang terbaik dan termulia, yang akan kita persembahkan kepada Tuhan di Yerusalem Baru. Hal ini yang kita kejar, sesuai dengan kemampuan yang sudah Tuhan berikan kepada kita masing-masing.
Masih adakah orang-orang Kristen yang belajar semua ilmu, menggalinya, menemukannya, mengembangkannya dan mempersembahkan semuanya untuk sumber dari semuanya itu dan bagi kemuliaan Allah? Sejarah akan membuktikannya, Tuhan akan terus-menerus membangkitkan orang-orang pilihanNya yang sudah ditebusNya dengan harga yang sangat mahal. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.