Ayat Hari Ini:

Showing posts with label Filipi 2. Show all posts
Showing posts with label Filipi 2. Show all posts

Monday, May 21, 2007

Perjalanan yang Berat

Empat hari yang lalu, dari hari Kamis sampai Minggu ada liburan panjang di Indonesia. Semua transportasi di Indonesia mendapatkan keuntungan yang lumayan banyak. Orang-orang pergi berlibur, dan dengan rela (sebagian mungkin tidak rela tapi terpaksa) membayar harga yang lebih mahal dari biasanya untuk transportasi.

Kamis sore (17 Mei) dapat kabar dari kakak saya bahwa saudara kami di Manado ada yang meninggal. Kemudian kami putuskan untuk pergi ke Manado Jumat pagi karena penguburannya hari Jumat. Kamis malam cari tiket untuk Jumat pagi, dapat. Tapi, karena perjalanannya untuk hari Jumat dan itu adalah hari libur, maka harganya dua kali lipat dari biasanya. Begitu juga dengan perjalanan pulangnya. Saya pulang sabtu siang, kakak saya minggu siang. Perjalanan satu hari harus mengeluarkan uang beberapa juta rupiah, dan bukan hanya itu saja. Ada yang lebih berat dan mahal, yaitu fisik dan emosi yang terkuras selama dalam perjalanan singkat. Perjalanan yang berat dan mahal kadang-kadang bisa dilihat sebagai sesuatu yang merugikan.

Jadi mikir tentang betapa mahal, berharga dan beratnya perjalanan dalam hidup ini. Bagaimana dengan perjalanan Tuhan Yesus ke bumi dan di bumi? Seberapa mahal dan berat? Bagaimana dengan perjalanan orang-orang yang mengikut Yesus seberapa berat perjalanan ini?

Seringkali perjalanan-perjalanan kita yang harus mengeluarkan uang kita secara pribadi dan tentu saja perjalanan yang mahal akan kita hitung dan diingat. Kita mungkin juga akan melihat betapa mahal dan berharganya perjalanan itu, dan mungkin juga akan menyesali terlalu banyak uang dan waktu yang kita buang untuk perjalanan itu. Adakah yang bisa kita pelajari dari setiap perjalanan di dalam hidup kita?

Saya mencoba belajar melihat perjalanan Tuhan Yesus di bumi. Ia yang adalah Allah, tetapi tidak mempertahankan keilahianNya, melainkan mengambil rupa menjadi hamba dan menjadi sama dengan manusia. Allah menjadi manusia, terlalu mahal untuk dinilai dan terlalu berharga untuk dihitung. Perjalanan yang mahal, penuh resiko dan sangat-sangat merugikan. Sedikit orang yang melihat kerugian Bapa dan kerugian Anak yang harus menjadi manusia dan mengambil rupa seorang hamba.

yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
Fil 2:6-7

Bukan hanya itu saja. Untuk menggenapkan rencana Allah Bapa, Tuhan Yesus harus menunggu 30 tahun. Perjalanan hidup yang sangat panjang. Allah yang mencipta dunia dan segala isinya dan sanggup untuk melakukan apa saja, harus menunggu 30 tahun untuk memulai pelayanannya selama tiga setengah tahun. Tiga puluh tahun menyangkal diri demi untuk menggenapkan rencana Allah. Betapa mahalnya perjalanan 30 tahun di bumi, hanya untuk menunggu waktu yang direncanakan untuk tiba. Menjadi tukang kayu, membiayai ibu dan adik-adiknya, sambil bersiap untuk menggenapi rencana Bapa. Hal-hal inipun adalah pengorbanan yang mahal di dalam hidup Yesus Kristus.

Puncak hidup dari Tuhan Yesus di dalam perjalananNya di bumi ini adalah pengorbananNya di atas kayu salib. Perjalanan untuk berkorban. Yang dikorbankan adalah diriNya sendiri. Sekali lagi, terlalu mahal untuk dihitung atas apa yang dilakukan Yesus Kristus terhadap umatNya.

Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Fil 2:8

Adakah perjalanan yang terlalu berkorban dan terlalu mahal untuk memuliakan Allah? Seharusnya kalau dibandingkan dengan apa yang sudah Tuhan lakukan bagi kita, maka tidak ada yang terlalu berat, terlalu mahal dan merugikan bagi kita untuk memuliakan Allah. Kita tidak layak mendapatkan semua yang sudah kita dapat dan yang mungkin suatu saat kita harus korbankan.

Sedangkan apa yang harus dijalani oleh Tuhan Yesus adalah perjalanan yang tidak layak Ia jalani. Ia adalah Allah yang selayaknya menikmati segala kenikmatan, kemudahan dan yang terbaik dari yang terbaik untuk memuliakan diriNya sendiri. Tetapi yang didapatkan adalah kebalikan yang sangat ekstrim dari semuanya. Terlalu berat, terlalu tidak layak, dan terlalu banyak pengorbanan demi untuk orang-orang berdosa yang hanya ingin hidup bagi dirinya sendiri, hanya ingin terus-menerus dijamin di dalam segala sesuatu oleh Tuhan dan yang terus ingin mengontrol segala sesuatu di dunia ini dan kalau perlu tanpa Tuhan yang sering dianggap cuma mengganggu kesenangan hidup dalam dosa.

Seharusnya kalau kita mengerti anugerah Tuhan, ada perubahan dalam respon kita terhadap anugerah Tuhan yang terlalu berlimpah untuk kita yang tidak layak menerima semuanya. Tidak ada yang terlalu berat dan terlalu mahal kalau kita bisa memakainya untuk memuliakan Allah. Banyak orang yang sudah membuang banyak uang, waktu tenaga, pikiran dan emosi untuk dirinya sendiri dan kebodohan, tetapi tidak pernah merasakan hal-hal itu sebagai sesuatu yang sangat mahal. Tetapi, terlalu pelit dan terlalu berhitung kalau dipakai untuk memuliakan Allah.

Sudah seberapa mahalkah dan seberapa beratkah yang kita lakukan untuk memuliakan Allah? Adakah yang bisa banggakan dan ceritakan karena kita sudah terlalu memuliakan Allah? Cerita-cerita tentang pengalaman orang2 percaya yang sudah berkorban dan bekerja dengan berat untuk memuliakan Allah, bahkan ada yang sampai menderita dan mati, sebenarnya tidak seberapa dan sama sekali tidak ada artinya dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Allah kepada manusia. Tidak ada bandingannya...!
Semoga kita bisa terus menyadarinya untuk kemuliaan Allah..

Friday, March 9, 2007

Budaya Mundur. Untuk apa?

Seorang Menteri yang di dalam bidangnya terus mengalami masalah dan kegagalan, ditanya oleh beberapa wartawan, "Apakah Bapak akan mundur?" Agak marah, Pak Menteri menjawab, "Saya kan diangkat Presiden, kalau Presiden memutuskan saya harus mundur, maka saya akan mundur. Tergantung Presiden!" Tetapi wartawan tidak puas, lalu kembali mengatakan,"Kenapa Bapak ga mundur aja, kenapa harus tunggu keputusan Presiden!?" Ada lagi yang menambahkan, "Apakah Bapak akan mundur?" Dengan marah, Pak Menteri berkata, "Kenapa itu lagi pertanyaannya???!!" Lalu Pak Menteri pergi. Untuk mundur??? Mana mau!!! Bagaimana seharusnya kita melihat posisi dan panggilan kita dalam hidup ini? Apa yang diajarkan oleh Alkitab?

5 Have this mind among yourselves, which is yours in Christ Jesus, 6 who, though he was in the form of God, did not count equality with God a thing to be grasped, 7 but made himself nothing, taking the form of a servant, being born in the likeness of men. 8 And being found in human form, he humbled himself by becoming obedient to the point of death, even death on a cross. 9 Therefore God has highly exalted him and bestowed on him the name that is above every name, 10 so that at the name of Jesus every knee should bow, in heaven and on earth and under the earth, 11 and every tongue confess that Jesus Christ is Lord, to the glory of God the Father.
Phil 2:5-11 ESV

Sejak pemimpin malaikat jatuh dalam dosa menjadi Iblis, maka mulailah permasalahan kesombongan yang kemudian mempengaruhi kehidupan manusia sampai Kristus datang kedua kali. Keinginan untuk terus naik dan menjadi yang paling berkuasa dan berusaha mempertahankannya, tidak ada yang bisa menggantikannya. Manusia ingin berada di dalam posisi yang tinggi, karena menjanjikan kehormatan, kuasa dan tentu saja kenikmatan yang lebih bila dibandingkan dengan apa yang dipunyai saat ini. Itu sebabnya, manusia berusaha terus untuk berada di atas dan mempertahankannya. Orang-orang yang kelihatannya tidak mempunyai keinginan seperti ini, sebenarnya bukan tidak punya keinginan yang sama seperti itu, tetapi biasanya sudah merasa tidak sanggup untuk mendapatkan itu. Seandainya 'merasa' sanggup dan punya kapasitas, biasanya juga akan mengejar hal itu. Sedikit sekali orang-orang yang betul-betul ingin melayani sekalipun tidak dihargai. Termasuk para pemimpin politik (yang dalam kampanyenya ingin melayani rakyat, kenyataannya ingin terus dilayani) dan para pemimpin agama (yang sering menyebut dirinya 'hamba' Tuhan, yang seharusnya melayani, tetapi kenyataannya meminta pengikut-pengikutnya untuk selalu melayani dirinya). Sebenarnya, orang-orang seperti ini sedang melayani Iblis dan mengikuti cara Iblis.
Caranya Iblis, sudah diberikan posisi yang cukup baik sebagai salah satu pemimpin malaikat, tapi tidak puas dan ingin posisi yang lebih tinggi lagi, menjadi sama seperti Allah dan ingin meninggikan dirinya dan berusaha mati-matian untuk tetap mempertahankan dirinya untuk berkuasa terhadap banyak malaikat dan manusia, tetapi kemudian direndahkan oleh Allah. Cara ini yang ingin diikuti oleh banyak orang. Meskipun saat ini dilakukan dengan banyak variasi. Ada yang awalnya pura-pura rendah hati. Ada juga yang sudah direndahkan, pura-pura bertobat dan merendahkan diri untuk bisa naik lagi.
Apa bedanya dengan caranya Tuhan? Rasul Paulus menunjukkannya dalam Fil 2:5-11 yang sudah kita baca di atas. Kristus yang adalah Allah tidak mempertahankan keilahianNya tetapi malah menurunkan diriNya menjadi sama dengan ciptaanNya (Pencipta menjadi sama rendah dengan ciptaanNya, dan bahkan datang bukan untuk dilayani, tetapi melayani, bahkan mau mencuci kaki murid-muridNya yang berdosa), menjadi seorang hamba, bahkan menderita dan harus mati di atas kayu salib (betul-betul direndahkan) demi untuk melakukan dan menggenapkan kehendak Bapa. Apa yang terjadi selanjutnya, ditinggikan oleh Bapa dan anehnya, kemuliaan dikembalikan untuk Bapa.
Seandainya manusia mengikuti cara Kristus, maka kita bisa melihat ada banyak orang-orang yang menunjukkan kualitas pelayanan yang sangat tinggi. Apakah ini berarti bahwa tidak ada lagi yang ingin menjadi pemimpin? Justru sebaliknya, kita akan mendapatkan pemipin-pemimpin yang rendah hati. Yaitu, orang-orang yang mau menjadi hamba dari banyak orang, orang-orang seperti itulah yang akan dipaksa untuk memimpin. Tentu saja mereka punya kapasitas dan kualitas untuk memimpin. Karena sesungguhnya setiap manusia diberi kapasitas untuk memimpin, dipersiapkan untuk menjadi raja sampai selama-lamanya, tetapi bukan dengan cara mempermainkan dan memanfaatkan manusia yang lain, melainkan dengan pelayanan dan kasih.
Kalau memang kita akan menjadi raja sampai selama-lamanya, mengapa harus mundur? Harusnya tidak ada kata mundur. Permasalahannya, menjadi raja sampai selama-lamanya di dalam kekekalan bukan untuk memerintah manusia, tetapi saling melayani dan bekerja sama dengan sesama manusia untuk menundukkan dan berkuasa atas bumi yang baru. Maka, kesempatan di dunia ini adalah kesempatan untuk belajar, di bagian mana kita betul-betul bisa berfungsi dan melakukan yang terbaik. Jika kita tidak bisa melakukannya, maka kita harus mundur, kita harus melihat orang lain dan mempersiapkan orang lain untuk melakukan yang lebih baik dan lehi sukses dan berprestasi dibandingkan kita. Begitu juga, waktu usia kita sudah tidak memungkinkan dan kemampuan sudah makin menurun. Di sini butuh kerendahan hati. Mau mendidik orang-orang yang berpotensi untuk bisa menjadi lebih baik dari kita dan bahkan menggantikan kita, bukan hanya pada saat kita sudah lemah, tetapi mungkin di masa jaya kita karena kita menemukan orang yang lebih baik dan lebih tepat untuk melakukan tugas itu. Sementara kita yang mundur, bersiap lagi untuk melayani orang lain di tempat lain dan melakukan tugas yang lain lagi. Ah..., ini hanya mimpi. Dunia lebih menyukai cara Iblis. Yang hanya ingin meninggikan diri sendiri, mempromosikan diri sendiri, memanfaatkan orang lain dan memanfaatkan Tuhan tentu saja (meskipun kelihatan beribadah dan melayani Tuhan)...
Bersiaplah untuk mundur, karena kita akan kehilangan semuanya. Tanpa kita bersiap untuk itu, kita akan kecewa, karena kita pasti harus mundur dengan cara apapun (kebanyakan karena sudah tidak berdaya dan dipermalukan). Tetapi kita juga harus terus-menerus maju, waktu kita harus melayani dan mengasihi manusia karena cinta Tuhan. Melayani dan mengasihi tidak akan pernah membuat kita mundur, tetapi kita akan terus maju dan bertumbuh demi kemuliaan Allah. Kesempatan untuk melayani dan mengasihi tidak akan pernah hilang dan berkurang, sekalipun kita kehilangan posisi dan jabatan.

Inilah yang kupunya hati s'bagai Hamba
yang mau taat dan setia pada-Mu BAPA
Jonathan Prawira