Dua hari terakhir ini browsing dan lihat beberapa blog dari blogspot yang memakai layout new blogger. Jadi tertarik, karena selama ini belajar memakai old template yang tentu saja memakai html. Sementara, layout template memakai xml.
Yang lebih menarik, ada blogger yang memberikan panduan di dalam hacking new blogger. Jadilah blog ini sedikit berubah dengan bentuk tiga kolom dan new header. Tetapi, justru muncul pertanyaan. Apanya yang sebenarnya berubah, bagian luarnya (tampilannya) atau bagian dalamnya (isinya, pergumulannya, dll)? Mana yang lebih penting?
Rom 12:2, ESV
Dunia ini menawarkan seolah-olah bagian luar (tampilan/tampak luar) lebih penting dibandingkan bagian dalamnya. Kadang-kadang ada alasan bahwa yang kelihatan di luar biasanya muncul/pengaruh dari isi yang ada di dalam. Betulkah seperti itu?
Judul dari post ini mungkin agak aneh bagi sebagian orang, tapi sebenarnya biasa bagi yang sudah membaca tulisan saya tentang Kehendak Allah (2). Karena dalam tulisan itu saya sudah menyebut dua kata di atas.
Suschematizo berasal dari kata schema, yang berarti bentuk, pola. Sedangkan kata metamorphoo, berasal dari akar kata morphe, yang juga berarti bentuk, rupa. Apa bedanya?
Perbedaannya bisa dilihat di dalam Fil 2:7-8. Pada ayat 7, memakai kata morphe (yang diterjemahkan "rupa" oleh LAI). Sedangkan ayat 8 memakai kata schema, yang diterjemahkan "keadaan" (seharusnya juga rupa/penampilan) oleh LAI.
Morphe, berbicara tentang bagian dalam/esensi dari manusia. Sedangkan schema adalah bagian luar/penampilan.
Banyak orang hanya ingin kelihatan schema-nya baik dan menonjol, sehingga terus-menerus menyesuaikan dengan schema zaman ini yang takluk kepada dosa. Sedikit yang melihat bahwa yang dibutuhkan dirinya adalah morphe-nya yang diubahkan oleh Tuhan melalui firmanNya. Sehingga dari perubahan morphe ini membuat hidup seorang percaya bisa melihat schema secara keseluruhan, sebelum dicemari oleh dosa, sesudah dicemari oleh dosa, sesudah mengalami penebusan dan yang sempurna nanti di dalam kekekalan.
Selama manusia hanya mementingkan schema dan terus-menerus menyesuaikan dengan schema dunia yang berdosa, suatu saat pasti akan menyerah dan tidak bisa mengikutinya. Di Jepang, sempat terkenal dengan harajuku, sementara yang sekarang ini ada trend baru untuk membuat kulit jadi sawo matang dan gelap. Sesudah itu, apalagi? Tidak akan pernah berhenti.. Tetapi yang muda akan menjadi tua, dan menyadari dirinya tidak bisa lagi mengikuti tampilan anak muda yang sesuai zamannya. Tetapi, dengan segala perubahan zaman, apakah keberadaan dirinya mengalami perubahan yang lebih baik? Apakah manusia makin mengerti akan arti hidup, mengapa dirinya hidup di dunia, apa panggilannya?
Semoga kita tidak menghabiskan dan memboroskan waktu dan segala anugerah Tuhan kepada kita hanya dengan membenahi penampilan luar kita. Tetapi dengan berjalannya waktu, biarlah kita bisa melihat Tuhan mengubah hidup kita sehingga kita bisa mempergunakan segala berkat, anugerah, waktu dan schema kita untuk memuliakan Tuhan.
Ayat Hari Ini:
Friday, June 8, 2007
Suschematizo dan Metamorphoo
Oleh RO'IEL pada jam 19:53 0 Komentar
Monday, May 21, 2007
Perjalanan yang Berat
Empat hari yang lalu, dari hari Kamis sampai Minggu ada liburan panjang di Indonesia. Semua transportasi di Indonesia mendapatkan keuntungan yang lumayan banyak. Orang-orang pergi berlibur, dan dengan rela (sebagian mungkin tidak rela tapi terpaksa) membayar harga yang lebih mahal dari biasanya untuk transportasi.
Kamis sore (17 Mei) dapat kabar dari kakak saya bahwa saudara kami di Manado ada yang meninggal. Kemudian kami putuskan untuk pergi ke Manado Jumat pagi karena penguburannya hari Jumat. Kamis malam cari tiket untuk Jumat pagi, dapat. Tapi, karena perjalanannya untuk hari Jumat dan itu adalah hari libur, maka harganya dua kali lipat dari biasanya. Begitu juga dengan perjalanan pulangnya. Saya pulang sabtu siang, kakak saya minggu siang. Perjalanan satu hari harus mengeluarkan uang beberapa juta rupiah, dan bukan hanya itu saja. Ada yang lebih berat dan mahal, yaitu fisik dan emosi yang terkuras selama dalam perjalanan singkat. Perjalanan yang berat dan mahal kadang-kadang bisa dilihat sebagai sesuatu yang merugikan.
Jadi mikir tentang betapa mahal, berharga dan beratnya perjalanan dalam hidup ini. Bagaimana dengan perjalanan Tuhan Yesus ke bumi dan di bumi? Seberapa mahal dan berat? Bagaimana dengan perjalanan orang-orang yang mengikut Yesus seberapa berat perjalanan ini?
Seringkali perjalanan-perjalanan kita yang harus mengeluarkan uang kita secara pribadi dan tentu saja perjalanan yang mahal akan kita hitung dan diingat. Kita mungkin juga akan melihat betapa mahal dan berharganya perjalanan itu, dan mungkin juga akan menyesali terlalu banyak uang dan waktu yang kita buang untuk perjalanan itu. Adakah yang bisa kita pelajari dari setiap perjalanan di dalam hidup kita?
Saya mencoba belajar melihat perjalanan Tuhan Yesus di bumi. Ia yang adalah Allah, tetapi tidak mempertahankan keilahianNya, melainkan mengambil rupa menjadi hamba dan menjadi sama dengan manusia. Allah menjadi manusia, terlalu mahal untuk dinilai dan terlalu berharga untuk dihitung. Perjalanan yang mahal, penuh resiko dan sangat-sangat merugikan. Sedikit orang yang melihat kerugian Bapa dan kerugian Anak yang harus menjadi manusia dan mengambil rupa seorang hamba.
Fil 2:6-7
Bukan hanya itu saja. Untuk menggenapkan rencana Allah Bapa, Tuhan Yesus harus menunggu 30 tahun. Perjalanan hidup yang sangat panjang. Allah yang mencipta dunia dan segala isinya dan sanggup untuk melakukan apa saja, harus menunggu 30 tahun untuk memulai pelayanannya selama tiga setengah tahun. Tiga puluh tahun menyangkal diri demi untuk menggenapkan rencana Allah. Betapa mahalnya perjalanan 30 tahun di bumi, hanya untuk menunggu waktu yang direncanakan untuk tiba. Menjadi tukang kayu, membiayai ibu dan adik-adiknya, sambil bersiap untuk menggenapi rencana Bapa. Hal-hal inipun adalah pengorbanan yang mahal di dalam hidup Yesus Kristus.
Puncak hidup dari Tuhan Yesus di dalam perjalananNya di bumi ini adalah pengorbananNya di atas kayu salib. Perjalanan untuk berkorban. Yang dikorbankan adalah diriNya sendiri. Sekali lagi, terlalu mahal untuk dihitung atas apa yang dilakukan Yesus Kristus terhadap umatNya.
Fil 2:8
Adakah perjalanan yang terlalu berkorban dan terlalu mahal untuk memuliakan Allah? Seharusnya kalau dibandingkan dengan apa yang sudah Tuhan lakukan bagi kita, maka tidak ada yang terlalu berat, terlalu mahal dan merugikan bagi kita untuk memuliakan Allah. Kita tidak layak mendapatkan semua yang sudah kita dapat dan yang mungkin suatu saat kita harus korbankan.
Sedangkan apa yang harus dijalani oleh Tuhan Yesus adalah perjalanan yang tidak layak Ia jalani. Ia adalah Allah yang selayaknya menikmati segala kenikmatan, kemudahan dan yang terbaik dari yang terbaik untuk memuliakan diriNya sendiri. Tetapi yang didapatkan adalah kebalikan yang sangat ekstrim dari semuanya. Terlalu berat, terlalu tidak layak, dan terlalu banyak pengorbanan demi untuk orang-orang berdosa yang hanya ingin hidup bagi dirinya sendiri, hanya ingin terus-menerus dijamin di dalam segala sesuatu oleh Tuhan dan yang terus ingin mengontrol segala sesuatu di dunia ini dan kalau perlu tanpa Tuhan yang sering dianggap cuma mengganggu kesenangan hidup dalam dosa.
Seharusnya kalau kita mengerti anugerah Tuhan, ada perubahan dalam respon kita terhadap anugerah Tuhan yang terlalu berlimpah untuk kita yang tidak layak menerima semuanya. Tidak ada yang terlalu berat dan terlalu mahal kalau kita bisa memakainya untuk memuliakan Allah. Banyak orang yang sudah membuang banyak uang, waktu tenaga, pikiran dan emosi untuk dirinya sendiri dan kebodohan, tetapi tidak pernah merasakan hal-hal itu sebagai sesuatu yang sangat mahal. Tetapi, terlalu pelit dan terlalu berhitung kalau dipakai untuk memuliakan Allah.
Sudah seberapa mahalkah dan seberapa beratkah yang kita lakukan untuk memuliakan Allah? Adakah yang bisa banggakan dan ceritakan karena kita sudah terlalu memuliakan Allah? Cerita-cerita tentang pengalaman orang2 percaya yang sudah berkorban dan bekerja dengan berat untuk memuliakan Allah, bahkan ada yang sampai menderita dan mati, sebenarnya tidak seberapa dan sama sekali tidak ada artinya dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Allah kepada manusia. Tidak ada bandingannya...!
Semoga kita bisa terus menyadarinya untuk kemuliaan Allah..
Oleh RO'IEL pada jam 08:27 0 Komentar
Label: Filipi, Filipi 2, Kristologi
Friday, March 9, 2007
Budaya Mundur. Untuk apa?
Seorang Menteri yang di dalam bidangnya terus mengalami masalah dan kegagalan, ditanya oleh beberapa wartawan, "Apakah Bapak akan mundur?" Agak marah, Pak Menteri menjawab, "Saya kan diangkat Presiden, kalau Presiden memutuskan saya harus mundur, maka saya akan mundur. Tergantung Presiden!" Tetapi wartawan tidak puas, lalu kembali mengatakan,"Kenapa Bapak ga mundur aja, kenapa harus tunggu keputusan Presiden!?" Ada lagi yang menambahkan, "Apakah Bapak akan mundur?" Dengan marah, Pak Menteri berkata, "Kenapa itu lagi pertanyaannya???!!" Lalu Pak Menteri pergi. Untuk mundur??? Mana mau!!! Bagaimana seharusnya kita melihat posisi dan panggilan kita dalam hidup ini? Apa yang diajarkan oleh Alkitab?
Phil 2:5-11 ESV
Sejak pemimpin malaikat jatuh dalam dosa menjadi Iblis, maka mulailah permasalahan kesombongan yang kemudian mempengaruhi kehidupan manusia sampai Kristus datang kedua kali. Keinginan untuk terus naik dan menjadi yang paling berkuasa dan berusaha mempertahankannya, tidak ada yang bisa menggantikannya. Manusia ingin berada di dalam posisi yang tinggi, karena menjanjikan kehormatan, kuasa dan tentu saja kenikmatan yang lebih bila dibandingkan dengan apa yang dipunyai saat ini. Itu sebabnya, manusia berusaha terus untuk berada di atas dan mempertahankannya. Orang-orang yang kelihatannya tidak mempunyai keinginan seperti ini, sebenarnya bukan tidak punya keinginan yang sama seperti itu, tetapi biasanya sudah merasa tidak sanggup untuk mendapatkan itu. Seandainya 'merasa' sanggup dan punya kapasitas, biasanya juga akan mengejar hal itu. Sedikit sekali orang-orang yang betul-betul ingin melayani sekalipun tidak dihargai. Termasuk para pemimpin politik (yang dalam kampanyenya ingin melayani rakyat, kenyataannya ingin terus dilayani) dan para pemimpin agama (yang sering menyebut dirinya 'hamba' Tuhan, yang seharusnya melayani, tetapi kenyataannya meminta pengikut-pengikutnya untuk selalu melayani dirinya). Sebenarnya, orang-orang seperti ini sedang melayani Iblis dan mengikuti cara Iblis.
Caranya Iblis, sudah diberikan posisi yang cukup baik sebagai salah satu pemimpin malaikat, tapi tidak puas dan ingin posisi yang lebih tinggi lagi, menjadi sama seperti Allah dan ingin meninggikan dirinya dan berusaha mati-matian untuk tetap mempertahankan dirinya untuk berkuasa terhadap banyak malaikat dan manusia, tetapi kemudian direndahkan oleh Allah. Cara ini yang ingin diikuti oleh banyak orang. Meskipun saat ini dilakukan dengan banyak variasi. Ada yang awalnya pura-pura rendah hati. Ada juga yang sudah direndahkan, pura-pura bertobat dan merendahkan diri untuk bisa naik lagi.
Apa bedanya dengan caranya Tuhan? Rasul Paulus menunjukkannya dalam Fil 2:5-11 yang sudah kita baca di atas. Kristus yang adalah Allah tidak mempertahankan keilahianNya tetapi malah menurunkan diriNya menjadi sama dengan ciptaanNya (Pencipta menjadi sama rendah dengan ciptaanNya, dan bahkan datang bukan untuk dilayani, tetapi melayani, bahkan mau mencuci kaki murid-muridNya yang berdosa), menjadi seorang hamba, bahkan menderita dan harus mati di atas kayu salib (betul-betul direndahkan) demi untuk melakukan dan menggenapkan kehendak Bapa. Apa yang terjadi selanjutnya, ditinggikan oleh Bapa dan anehnya, kemuliaan dikembalikan untuk Bapa.
Seandainya manusia mengikuti cara Kristus, maka kita bisa melihat ada banyak orang-orang yang menunjukkan kualitas pelayanan yang sangat tinggi. Apakah ini berarti bahwa tidak ada lagi yang ingin menjadi pemimpin? Justru sebaliknya, kita akan mendapatkan pemipin-pemimpin yang rendah hati. Yaitu, orang-orang yang mau menjadi hamba dari banyak orang, orang-orang seperti itulah yang akan dipaksa untuk memimpin. Tentu saja mereka punya kapasitas dan kualitas untuk memimpin. Karena sesungguhnya setiap manusia diberi kapasitas untuk memimpin, dipersiapkan untuk menjadi raja sampai selama-lamanya, tetapi bukan dengan cara mempermainkan dan memanfaatkan manusia yang lain, melainkan dengan pelayanan dan kasih.
Kalau memang kita akan menjadi raja sampai selama-lamanya, mengapa harus mundur? Harusnya tidak ada kata mundur. Permasalahannya, menjadi raja sampai selama-lamanya di dalam kekekalan bukan untuk memerintah manusia, tetapi saling melayani dan bekerja sama dengan sesama manusia untuk menundukkan dan berkuasa atas bumi yang baru. Maka, kesempatan di dunia ini adalah kesempatan untuk belajar, di bagian mana kita betul-betul bisa berfungsi dan melakukan yang terbaik. Jika kita tidak bisa melakukannya, maka kita harus mundur, kita harus melihat orang lain dan mempersiapkan orang lain untuk melakukan yang lebih baik dan lehi sukses dan berprestasi dibandingkan kita. Begitu juga, waktu usia kita sudah tidak memungkinkan dan kemampuan sudah makin menurun. Di sini butuh kerendahan hati. Mau mendidik orang-orang yang berpotensi untuk bisa menjadi lebih baik dari kita dan bahkan menggantikan kita, bukan hanya pada saat kita sudah lemah, tetapi mungkin di masa jaya kita karena kita menemukan orang yang lebih baik dan lebih tepat untuk melakukan tugas itu. Sementara kita yang mundur, bersiap lagi untuk melayani orang lain di tempat lain dan melakukan tugas yang lain lagi. Ah..., ini hanya mimpi. Dunia lebih menyukai cara Iblis. Yang hanya ingin meninggikan diri sendiri, mempromosikan diri sendiri, memanfaatkan orang lain dan memanfaatkan Tuhan tentu saja (meskipun kelihatan beribadah dan melayani Tuhan)...
Bersiaplah untuk mundur, karena kita akan kehilangan semuanya. Tanpa kita bersiap untuk itu, kita akan kecewa, karena kita pasti harus mundur dengan cara apapun (kebanyakan karena sudah tidak berdaya dan dipermalukan). Tetapi kita juga harus terus-menerus maju, waktu kita harus melayani dan mengasihi manusia karena cinta Tuhan. Melayani dan mengasihi tidak akan pernah membuat kita mundur, tetapi kita akan terus maju dan bertumbuh demi kemuliaan Allah. Kesempatan untuk melayani dan mengasihi tidak akan pernah hilang dan berkurang, sekalipun kita kehilangan posisi dan jabatan.
yang mau taat dan setia pada-Mu BAPA
Jonathan Prawira
Thursday, March 8, 2007
Hidup adalah Kristus. Mati membuat hidup lebih hidup.
Manusia hidup dalam kesementaraan ini seringkali melupakan bahwa hidup ini adalah sementara. Berbagai bencana dan musibah yang membawa kematian seharusnya mengingatkan kita, bahwa hidup ini hanya sementara di dunia ini. Maka buat apa kita hidup? Apakah hidup ini hanya untuk kesementaraan yang kemudian akan berlalu dengan sia-sia? Ataukah kita hidup untuk kekekalan dengan memanfaatkan kesementaraan ini dan bersiap dalam kesementaraan ini? C.S. Lewis pernah mengatakan, "Aim at heaven, and you will get earth thrown in; aim at earth, and you will get neither."
Fil 1:20-24
Rasul Paulus dalam kesaksiannya pada jemaat di Filipi, menjelaskan bagaimana seharusnya orang percaya memandang hidup dan mati. Bagi Paulus, hidup adalah Kristus (21) dan bekerja memberi buah (22), tetapi hanya lebih perlu untuk hidup di dunia (24). Sedangkan mati adalah keuntungan (21), karena berdiam bersama-sama Kritus (23), dan itu lebih baik (23). Jadi, sebenarnya sudah disimpulkan oleh Rasul Paulus dalam ay.20, Kristus dengan nyata dimuliakan dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.
Hidup adalah Kristus
Paulus ingin mengatakan bahwa Kristus adalah sumber, penopang dan pemelihara serta menjadi tujuan dari hidup ini. Sangat jelas, karena kita dicipta dalam gambar Kristus, dan mempunyai tujuan untuk menjadi serupa dengan gambaran Kristus (Roma 8:29). Dampak tinggal di dalam Kristus, maka pasti akan bekerja memberi buah. Saya mendapatkan pengertian yang berbeda lagi tentang bekerja memberi buah. Sekarang, saya ingin melihat dari 3 sisi yang berbeda:
Yang pertama, dalam hubungannya dengan Tuhan. Saya melihatnya seperti di dalam perumpamaan tentang talenta. Kita bekerja memberi buah, jikalau kita menjadi seperti hamba-hamba yang baik, yang mengerjakan dan memaksimalkan semua pemberian Tuhan dan mempersembahkannya untuk kemuliaan Kristus.
Yang kedua, dalam hubungannya dengan sesama manusia. Kita bekerja memberi buah, bukan hanya dalam pemberitaan Injil, tetapi juga bagaimana memuridkan. Seorang Pendeta yang baik, seharusnya juga menghasilkan Pendeta-Pendeta yang baik. Begitu juga dengan pekerjaan dan panggilan2 yang lain. Selain itu, kita berusaha untuk berbagian dalam hidup orang lain untuk persiapan menuju kekekalan dengan melayani dan mengasihi.
Yang ketiga, dalam hubungannya dengan bumi ini. Bekerja memberi buah, artinya kita bertanggung jawab dalam pekerjaan kita masing-masing. Kita mengusahakan dan memelihara bumi ini (Kej 2:15 - Konteksnya Taman Eden). Bukan hanya sekedar bekerja dan mengeksploitasi bumi ini. Dua kata yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan mengusahakan dan memelihara, keduanya mempunyai nuansa ibadah, pelayanan dan takut akan Tuhan.
Jadi, keseluruhan hidup kita dalam bekerja memberi buah sangat berhubungan sekali dengan Kristus sebagai Pencipta, Pemelihara, Penyelamat dan Penyempurna kita.
Tetapi anehnya, Paulus mengatakan untuk tinggal di dunia ini hanya lebih perlu. Mengapa? Apa gunanya hidup yang sementara ini? Adakah yang jauh lebih baik dari hidup ini? Mengapa hampir semua orang tidak ingin mati dan ingin hidup 1000 tahun lagi?
Hidup Lebih Hidup
Banyak orang sebenarnya tidak mengerti tentang kekekalan dan tidak ada kepastian sama-sekali, sehingga kematian menjadi sesuatu yang menakutkan. Dibandingkan dengan hidup yang kelihatan ini dan sepertinya kita bisa mengontrol dan menikmatinya.
Padahal, hidup yang sementara ini adalah persiapan untuk hidup yang kekal, yang akan sampai selama-lamanya. Itu sebabnya, Paulus mengatakan bahwa mati jauh lebih baik, karena diam bersama-sama dengan Kristus di dalam kekekalan.
Mati adalah gerbang untuk masuk ke dalam kesempurnaan, serupa dengan Kristus, diam dengan Kristus, menjadi raja sampai selama-lamanya, tidak berdosa lagi, tidak ada sakit-penyakit, dan bahkan bisa menikmati Allah Tritunggal dalam segala kelimpahan. Jadi, hidup sesudah mati pasti lebih menyenangkan dari hidup yang sekarang ini. Seharusnya orang-orang yang sungguh percaya kepada Kristus, sangat menanti-nantikan akan kematian dan hidup yang kekal. Mata kita seharusnya memandang kepada kekekalan. Bersukacita dengan segala hal yang dibukakan kepada kita dan mempersiapkannya dalam kesementaraan ini.
Apakah ini berarti bahwa kesementaraan ini menjadi tidak berharga dibandingkan dengan hidup kekal? YA! Tetapi, bukan berarti hidup yang sementara ini tidak perlu. Justru kita harus melihat hidup yang sementara ini sebagai kesempatan yang akan berlalu. Kalau kita melihat dengan cara pandang bahwa ini hanya sementara dan akan berlalu tetapi berdampak untuk kekekalan, maka kita akan memanfaatkan dan mempergunakannya sebagai mungkin demi untuk Kristus dan untuk mempersembahkan semuanya kepada Kristus.
Bagi orang Kristen, mati bukan lagi sesuatu yang menakutkan. Malahan kematian membuat hidup menjadi lebih hidup. Mari kita menunggu dan menanti-nantikan kematian, bukan untuk kematian itu sendiri. Tetapi bagi Kristus, yang sudah mati dan bangkit, dan yang akan membangkitkan kita untuk hidup bagi Dia dalam kekekalan. Sementara kita menunggu, mari kita bekerja memberi buah, mempersiapkan diri kita dan orang-orang pilihan lainnya untuk hidup dalam kekekalan. Karena hidup adalah Kristus dan mati membuat hidup menjadi lebih hidup.
C. S. Lewis (1898-1963)
British Academic, Writer, Christian Apologist
Oleh RO'IEL pada jam 18:40 0 Komentar
Label: Filipi, Filipi 1, Kristologi