Ayat Hari Ini:

Showing posts with label Keluarga. Show all posts
Showing posts with label Keluarga. Show all posts

Thursday, July 19, 2007

Kapan Kawin?

Ini bukan bagian dari promosi iklan rokok yang sedang gencar promosi. Pertanyaan, "Kapan Kawin?" sudah menjadi pertanyaan standar yang sering dipertanyakan. Bertemu dengan teman lama, jemaat, pergi ke mana saja, apalagi bertemu dengan saudara2 di dalam acara keluarga, pertanyaan itu selalu muncul.
Banyak orang beranggapan bahwa kawin adalah puncak dari suatu relasi. Perkawinan membuat manusia menjadi lebih sempurna. Menarik sekali. Saya juga sudah membahas tentang pentingnya perkawinan dan keluarga di dalam artikel Work and Family (meskipun hanya garis besar dan di dalam relasi sesama manusia). Yang menjadi pemikiran saya sekarang ini, apakah ketika kita memikirkan perkawinan, apakah kita juga memikirkan perkawinan yang kekal? Bahwa perkawinan antara manusia hanyalah bayang-bayang dari perkawinan kekal? Ya, perkawinan kekal!

7 Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia. 8 Dan kepadanya dikaruniakan supaya memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih!" (Lenan halus itu adalah perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus.) 9 Lalu ia berkata kepadaku: "Tuliskanlah: Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba." Katanya lagi kepadaku: "Perkataan ini adalah benar, perkataan-perkataan dari Allah."
Wahyu 19:7-9

Kitab Wahyu yang kita baca ini membicarakan tentang pernikahan kekal yang saya maksudkan. Pernikahan manusia hanyalah pernikahan yang sementara, "hanya sampai maut memisahkan", ataupun kalau di zaman sekarang ini yang sering kita lihat di acara-acara infotainment di televisi, yaitu hanya sampai sudah bosan dan tidak cocok lagi dan melihat ada orang lain yang lebih menarik.

Hampir semua orang yang memikirkan tentang perkawinan, membayangkan tentang kebersamaan sampai selama-lamanya. Ada cinta kasih yang bertahan sampai selama-lamanya. Pemikiran ini muncul karena memang ada kesadaran perkawinan kekal yang ditanamkan di dalam hati manusia. Sayang sekali kalau manusia salah memikirkannya. Apa yang sementara, yang merupakan bayang-bayang dari yang kekal, diharapkan oleh manusia menjadi yang kekal. Padahal perkawinan manusia yang sementara seharusnya menjadi pembelajaran dari perkawinan yang kekal, yaitu perkawinan Anak Domba (Yesus Kristus) dengan umatNya.

Wahyu 19 menceritakan tentang perkawinan ini. Dimulai dengan ada sukacita dan sorak-sorai untuk memuliakan Allah. Hal yang sama seharusnya memulai suatu perkawinan manusia di dunia ini. Bukan hanya sukacita karena sudah mendaptkan pasangan yang bisa saling mengisi dan memenuhi, tetapi juga karena memiliki pasangan yang bisa bekerja sama dalam memuliakan Allah. Selain itu, ada sukacita yang lain lagi yang jarang didapatkan di dalam perkawinan orang percaya, karena tidak pernah memikirkan dan mengerti bagian firman di dalam kitab Wahyu ini, yaitu sukacita ketika bersatu di dalam perkawinan Anak Domba. Jikalau perkawinan yang sementara rasanya ada keagungan, kebaikan, sukacita dan segala macam perasaan yang sulit untuk diungkapkan satu-persatu, bagaimana dengan perkawinan yang kekal? Yang sementara saja sudah begitu indah, bagaimana dengan yang kekal? Pasti lebih bersukacita!!
Setahu saya, hampir tidak ada orang yang memikirkan hal ini. Hampir semua yang memikirkan perkawinan hanya memikirkan dirinya sendiri dan bahkan hampir semuanya mengharapkan perasaan sukacita yang sementara itu bisa bertahan dan kekal sampai selama-lamanya.

Selanjutnya, pengantin dari Anak Domba digambarkan memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan putih bersih. Yang dijelaskan selanjutnya sebagai lambang dari perbuatan-perbuatan benar/kudus dari orang-orang benar. Hal inipun yang membuat banyak pernikahan di dalam tradisi Kristen menggunakan gaun putih yang bersih dan berkilauan, karena ingin menyatakan kekudusan dan sakralnya perkawinan itu. Tetapi, zaman sekarang ini orang-orang lebih mementingkan keindahan dari gaun pernikahan itu dibandingkan dengan arti sebenarnya, yaitu kekudusan dan kebenaran.
Di dalam dunia yang sementara ini, siapapun baik yang kudus maupun sudah tercemar boleh menikah. Dan menurut survey (semoga random survey ini tidak mewakili yang sebenarnya), jumlah pengantin yang sudah berhubungan seks terlebih dahulu sebelum menikah, semakin lama semakin meningkat. Apalagi di negara2 Barat, kekudusan mungkin hanya tersisa sedikit di dalam perkawinan. Yang penting gaunnya indah.
Berbeda sekali dengan perkawinan yang kekal. Hanya orang-orang yang sudah dikuduskan dan dibenarkan yang ikut di dalam perkawinan ini. Kekudusan dan kebenaran menjadi hiasan yang begitu agung dan indah di dalam perkawinan ini.

Perkawinan ini menjadi suatu ikatan yang tidak bisa dipisahkan sampai selama-lamanya. Gereja yang sudah dikuduskan dan bersiap menantikan Yesus Kristus, akhirnya dipersatukan sampai selama-lamanya. Tidak ada dosa, tidak ada salah pengertian, tidak ada oknum yang lain (orang ketiga) yang akan mengganggu hubungan ini. Gereja akan dipersatukan sampai selama-lamanya dengan Yesus Kristus. Tidak ada lagi kata "hingga maut memisahkan" Tidak ada kematian lagi. Ini seharusnya yang menjadi perkawinan yang dinanti-nantikan.
Maka kalau ada yang bertanya,"Kapan kawin?" Di dunia yang sementara ini sebagian orang mungkin menjawab,"May(be Yes, maybe No!)". Tapi untuk perkawinan yang kekal, tidak ada kata "maybe" Bagi orang-orang percaya, itu suatu kepastian yang akan dialami dan begitu dinanti-nantikan.



Baca juga:

- Easy Divorce

- Kristologi dan Doktrin Gereja dalam relasi Suami Isteri

- The Family Connection

- Work and family



Monday, April 23, 2007

Easy Divorce

Sama seperti perpecahan gereja, maka perceraianpun menjadi sesuatu yang lumrah dan bisa dimengerti di zaman ini. Nonton infotainment di televisi, bukan sesuatu yang aneh kalau melihat berita artis kawin-cerai. Menonton film dan drama Hollywood, kawin-cerai, bahkan free sex dan perselingkuhan sudah dianggap wajar oleh setiap orang yang biasa menontonnya. Otak kita sudah tidak lagi berespon dan menganggap hal itu sebagai sesuatu dosa yang sangat besar. Jauh sekali berbeda dengan 10-20 tahun yang lalu, yang melihat semuanya akan menjadi sesuatu yang mengagetkan.
Di dalam Kekristenanpun seringkali sudah dianggap wajar dan di dalam tahun-tahun yang akan datang, akan lebih banyak lagi ditemukan single mother, sama seperti yang sudah dialami oleh Amerika dan Eropa. Dan tentu saja kasus-kasus perselingkuhan dan perceraian yang akan memusingkan para pendeta dan majelis. Apakah ini dampak dari Tuhan Yesus yang menyetujui perceraian!?

31 Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai kepadanya. 32 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.
Mat 5:31-32

Ayat 31 adalah kutipan dari Ulangan 24:1-4. Dari sini sebenarnya kita bisa melihat konteks mengapa Tuhan Yesus menyebutkan kalimat ini. Orang Farisi menafsirkan perkataan Musa sebagai 'boleh cerai yang penting ada surat cerainya', penekanan mereka pada surat cerai yang melegalkan perceraian. Tapi, apa betul itu maksud dari Musa?
Kalau membaca keseluruhan dari Ul 24:1-4, penekanan Musa bukan pada surat cerai, justru akibat yang terjadi karena perceraian. Seorang pria yang sudah menceraikan isterinya tidak bisa lagi mendapatkan isterinya kembali. Maka, hati-hati kalau mau cerai karena akan kehilangan selamanya.

Itu sebabnya, Tuhan Yesus bukan membicarakan masalah surat, tetapi berbicara tentang akibat dari perceraian (bnd dgn Mat 19:1-12). Konteks saat itu, tidak ada wanita yang menceraikan suaminya. Hanya pria yang bisa menceraikan isterinya. Perceraian itu terjadi karena sang wanita berzinah. Maka kalu diceraikan, apapun alasannya, maka pasti dianggap karena sang wanita telah berzinah. Itu sebabnya akan membuat sang wanita menjadi pezinah, dan yang menikahinya selanjutnya akan menjadi pezinah juga.

Kalau dibandingkan dengan Mat 19:4-6, Tuhan Yesus memberikan dasar mengapa perceraian tidak boleh. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Tapi, mengapa masih terjadi banyak perceraian? Apakah manusia mempunyai kemampuan yang melebihi kuasa Allah yang mempersatukan? Hal ini dijawab oleh Tuhan Yesus di dalam Mat 19:8. Karena ketegaran hati manusia, karena manusia hanya melihat segala seuatu untuk dirinya, berpusat kepada dirinya, makanya Allah mengijinkan dan sebagian lagi dibiarkan untuk mengikuti nafsunya. Perceraian menjadi begitu gampang karena manusia tidak lagi melihatnya sebagai perjanjian dengan Allah, melainkan hanya sebagai suatu pilihan karena perasaan, keinginan, kenikmatan, nafsu ataupun keamanan diri sendiri.

Bagaimana dengan perzinahan yang memungkinkan adanya perceraian? Bukankah hal ini yang membuat perceraian makin banyak? Perzinahan terjadi karena manusia berbuat dosa. Sehingga perceraian pasti akan semakin banyak terjadi di dalam kehidupan dunia yang semakin berdosa. Maka, kalau Tuhan Yesus 'mengijinkan' perceraian karenan perzinahan, sebenarnya bukanlah membuka kesempatan kepada manusia untuk melihatnya sebagai kesempatan (ini yang dilihat oleh orang berdosa, karena memang menginginkannya), melainkan seharusnya dilihat sebagai ancaman kerusakan yang terjadi jikalau manusia hanya mengikuti keinginan hatinya yang tidak pernah puas dan melupakan perjanjian dengan Allah dalam pernikahan. Perzinahan membuat dua menjadi satu dicemari dan membatalkan ikatan perjanjian yang sudah dibuat. Perzinahan membatalkan janji kesetiaan yang sudah dibuat, karena perzinahan menunjukkan ketidaksetiaan yang merusak dasar pernikahan yang dibangun di atas janji kesetiaan kepada Allah dan pasangannya. Itu sebabnya, Tuhan Yesus bukan mengijinkan perceraian boleh karena perzinahan, melainkan perzinahan akan menyebakan perceraian karena ketegaran hati manusia yang menginginkannya.

Sesungguhnya jika kita setia kepada Tuhan yang selalu setia dan hidup bagi Dia, kita akan belajar tentang kesetiaan yang bisa dipraktekkan di dalam pernikahan. Tetapi manusia tidak selalu setia, itu sebabnya ancaman perceraian akan menjadi sangat gampang di dalam hidup pernikahan. Semoga masih ada anugerah kesetiaan dari Tuhan bagi pasangan2 yang ingin hidup bagi Tuhan dan bisa menjadi kesaksian yang baik bagi dunia yang berdosa dan tidak menghargai lagi kekudusan pernikahan.

Tuesday, March 27, 2007

Kristologi dan Doktrin Gereja dalam relasi suami isteri

Apa hubungannya antara doktrin yang dipelajari dengan hidup sehari-hari? Banyak yang merasa bahwa belajar doktrin hanyalah untuk konsumsi pemuasan otak dan menjadi sangat kering, apalgi tidak ada hubungannya dengan hidup sehari-hari. Sebagian orang percaya malahan hanya menginginkan hal-hal yang praktis, daripada doktrin. Karena hal-hal yang praktis berbicara tentang hidup sehari-hari, sedangkan doktrin tidak.
Apakah betul bahwa doktrin tidak praktis? Apakah doktrin memang hanya untuk otak dan bukan untuk dilakukan dalam hidup sehari-hari? Jangan-jangan para pengajar doktrin yang telah membuat doktrin tidak ada hubungan dengan hidup sehari-hari?
Dalam tulisan ini ingin melihat apa hubungannya Kristologi dan Doktrin Gereja dalam relasi suami isteri.

22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, 23 karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. 24 Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. 25 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya 26 untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, 27 supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.
Efesus 5:22-27

Dalam surat kepada jemaat Efesus yang kita baca di atas, Isteri diperintahkan untuk tunduk kepada suami seperti jemaat tunduk kepada Kristus. Implikasinya, isteri yang betul-betul bisa tunduk kepada suaminya, haruslah isteri yang mengenal Kristus dan mengerti seperti apa jemaat di dalam hubungannya dengan Kristus dan bagaimana respon yang benar dari jemaat. Pengertian Kristologi yang benar seharusnya bisa membuat seorang isteri akan makin mengasihi suaminya. Sedangkan pengertian yang benar tentang doktrin gereja yang benar akan membuat seorang istri akan mengerti bagaimana seharusnya tunduk kepada suaminya. Jadi isteri-isteri harus belajar Kristologi dan Ekklesiologi.

Apanya yang harus dipelajari? Yang dipelajari bukan teori-teori tentang Kristus dan gereja, tetapi pengenalan akan Kristus. Siapa Kristus? Apa yang sudah dikerjakan? Bagaimana Ia memimpin kerajaanNya dan gereja? Sesudah itu melihat bahwa Kristus sedang diwakili oleh suami yang seharusnya memimpin seperti Kristus memimpin dan Kristus mengasihi. Sedangkan pembelajaran tentang jemaat, seharusnya isteri-isteri melihat bagaimana gereja terbentuk, apa yang dimaksud dengan gereja, seberapa besar anugerah dan kasih Tuhan terhadap gereja dan apa tugas gereja untuk memuliakan Tuhan. Sesudah itu isteri-isteri menempatkan diri seperti gereja di hadapan Kristus, mempelai yang kudus, taat dan tunduk kepada Kristus yang mengasihinya. Banyak isteri sulit untuk tunduk kepada suami karena tidak bisa melihat suami-suami mewakili Kristus. Tetapi isteri harus belajar untuk itu.

Bagaimana dengan suami-suami? Sebenarnya sama. Suami-suami harus lebih lagi mengerti tentang Kristologi. Karena pola sebagai pemimpin hanya bisa dimengerti dengan melihat bagaimana Kristus memimpin gerejaNya. Bagaimana Kristus mengasihi gerejaNya, bahkan mau mati dan berkorban, serta melayani gerejaNya. Artinya juga, harus mengerti tentang gereja. Seperti apa gereja yang dikasihi dan bahkan rela berkorban dan masih terus dilayani.

Dalam hubungan suami-isteri seringkali ada anggapan bahwa isteri harus terus-menerus melayani suami yang posisinya lebih tinggi. Tetapi kalau suami dan isteri benar-benar mempelajari Kristologi dan gereja, maka sebenarnya yang harus lebih melayani adalah suami. Karena gereja tidak pernah melayani Kristus. Allah tidak perlu pelayanan umatNya. Kristus hanya memakai gerejaNya untuk berbagian dalam pekerjaanNya yang mulia dengan melayani sesama. Itu sebabnya isteri-isteri tidak dinasehatkan untuk mengasihi dan melayani suami, tetapi diminta untuk tunduk kepada suami. Karena dengan tunduknya isteri maka isteri akan ikut bersama suami untuk mengerjakan panggilan dalam satu keluarga yang diberikan melalui suami.

Sementara sang suami diminta untuk mengasihi isterinya, karena seperti Kristus datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani, maka demikianlah suami. Suami seharusnya melayani isteri dan bukan menjadikan isteri sebagai budak yang harus melayaninya yang sudah bekerja keras. Justru suami harus menunjukkan pelayanan yang lebih lagi sehingga bisa memimpin isterinya. Isteri bisa melihat bahwa ia tunduk sebagai hamba tetapi bukan diperbudak, tetapi budak yang melayani dalam panggilan dalam keluarga, tetapi juga budak yang dilayani oleh tuannya, suami sendiri. Ini paradoks dari hamba/budak. Di satu sisi harus melayani, di sisi yang lain dilayani oleh tuannya.

Suami-isteri yang melihat kepada Kristus dan belajar bagaimana Kristus dalam relasiNya dengan jemaat akan mendapatkan banyak hal yang penting dan berharga untuk hidup memuliakan Tuhan dalam keluarganya. Selamat Melayani!

Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."
Markus 10:45

Thursday, March 22, 2007

The Family Connection

Ada satu tokoh yang dianggap oleh sebagian orang Kristen sebagai tokoh yang sangat penting di dalam hidup Yesus Kristus, yaitu ibunya, Maria. Tokoh yang dianggap begitu penting sampai ada yang memuja, berdoa (dianggap sebagai koneksi terdekat Tuhan Yesus) dan bahkan ada yang menyembahnya. Yang tidak menganggap sepenting itupun tetap memakai nama Maria untuk anaknya. Maka, mungkin salah satu nama wanita yang paling pasaran adalah nama Maria!?
Maria adalah perawan yang dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama untuk melahirkan seorang Messias. Ia dipilih. dan dianggap paling berbahagia di antara para wanita. Bagaimana hubungan antara sang Ibu dengan Yesus Kristus pada saat di salib? Adakah seperti yang dipikirkan oleh orang-orang yang menyembahnya? Bagaimana Tuhan Yesus melihat posisi keluargaNya di dalam keadaan seperti itu?

26 When Jesus saw his mother and the disciple whom he loved standing nearby, he said to his mother, "Woman, behold, your son!" 27 Then he said to the disciple, "Behold, your mother!" And from that hour the disciple took her to his own home.
John 19:26-27 ESV

Ketika Tuhan Yesus melihat ibuNya, Ia justru tidak memanggil sebagai 'Ibu'. Tetapi memakai kata 'wanita'. Mengapa? Sepertinya ada jarak, ada suatu relasi yang harus terpisah. Maria adalah ibuNya, tetapi itu hanya selama di dunia. Maria bukan ibu dari Tuhan Yesus untuk selama-lamanya. Itu sebabnya di atas kayu salib, sang Ibu hanyalah seorang wanita biasa yang membutuhkan pertolongan dan perlindungan.
Meskipun secara relasi sudah berakhir dengan kematian Tuhan Yesus, tetapi secara tanggung-jawab, Tuhan Yesus tetap melihat cara untuk menolong ibuNya di dalam kesulitan. Maria mempunyai dua kesulitan.
Kesulitan yang pertama, Maria pertama bertemu dengan Malaikat yang menjelaskan bahwa ia akan melahirkan seorang Juruselamat, Anak Allah. Tetapi, kenyataan yang dilihat agak berbeda. Sang Anak yang tadinya sempat menjadi seorang Rabi yang terkenal dengan kuasa, mujizat dan pengajaranNya, ternyata malahan menderita, dihina, dan dihukum di atas kayu salib. Pasti banyak pertanyaan yang ada di dalam pikiran Maria, yang selalu menyimpan semuanya di dalam hatinya. Mengapa? Siapa yang akan memberi penjelasan dan menjawabnya?
Kesulitan yang kedua, untuk kebutuhan hidup sehari-hari Maria membutuhkan ada orang yang bisa membiayai hidupnya. Tuhan Yesus sebagai anak yang tertua yang seharusnya bertanggung jawab akan hal ini (ada kemungkinan Yusuf sudah meninggal, karena tidak pernah lagi disebutkan namanya dan adik-adik Tuhan Yesus mungkin juga tidak sanggup melakukannya). Siapa yang bisa membantu seorang wanita yang di dalam budaya orang Israel tidak mempunyai hak untuk warisan?
Maka ketika Tuhan Yesus mengatakan dua kalimat kepada Maria dan Yohanes, bukan Yohanes yang diserahkan kepada Maria, melainkan Yohanes diberikan tugas oleh Tuhan Yesus untuk membantu Maria dalam segala kesulitannya. Ini jelas sekali terlihat pada ay.27, "Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya."
Yohanes yang harus memberikan penjelasa kepada Maria mengapa sang Mesias harus disalibkan (meskipun waktu itu Yohanes belum mengerti sepenuhnya). Tetapi itu yang menjadi tanggung jawab Yohanes, tanggung jawab rohani terhadap orangtua. Ada satu prinsip yang penting yang perlu dipelajari, sampai matipun Tuhan Yesus tetap bertanggungjawab terhadap kerohanian ibuNya. Banyak anak hanya melihat kebutuhan finansial dari orang tuanya dan biasanya melupakan tanggung jawab secara rohani. Bahwa orang tua bukan hanya membutuhkan uang saja, tetapi membutuhkan pertumubhan rohani, perhatian dan jawaban dari berbagai pergumulannya. Kepada siapa mereka harus menceritakan semuanya, kalau bukan kepada anaknya sendiri (selain kepada teman dan sahabat)?
Sesudah itu, baru tanggung jawab kedua, yaitu secara finansial. Anak bertanggungjawab terhadap orangtuanya bukan untuk membalas jasa. Sama seperti orangtua membesarkan anak bukan untuk mengharapkan jasa dan tidak perlu menuntut anak untuk membalas jasa-jasanya. Anak kalau bisa bertanggungjawab terhadap orangtua adalah anugerah Tuhan. Karena itu merupakan suatu kebahagiaan untuk bisa melakukan sesuatu yang berarti untuk orang yang kita kasihi dan mengasihi kita. Tanpa tuntutan sama sekali. Meskipun secara budaya, itu sudah dianggap lumrah kalau seorang anak berbakti kepada orangtuanya.
Dan Yohanes ternyata betul-betul menjalankan tugas yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus. Kis 1:14 menjelaskan bahwa Maria dan saudara-saudara Tuhan Yesus ikut bersama-sama dengan para murid bertekun dan bersehati dalam doa bersama-sama. Maria dan saudara-saudara Tuhan Yesus yang tadinya tidak mengerti semuanya ini, malahan sekarang berada di dalam kumpulan cikal-bakal jemaat mula-mula. Dalam perkembangan selanjutnya kita bisa melihat bahwa saudara Tuhan Yesus seperti Yakobus dan Yudas, ternyata berdampak sangat besar di dalam perkembangan jemaat mula-mula.
Banyak orang yang menafsirkan bahwa Tuhan Yesus seolah-olah dalam hidupNya mengajarkan untuk meninggalkan keluarga dan tidak memprioritaskan keluarga. Seorang pelayan, semakin giat melayani, seharusnya semakin melupakan keluarganya. Akibatnya banyak keluarga dari pendeta dan pelayan yang aktif ternyata berantakan dan memalukan. Di atas kayu salib Tuhan Yesus tetap memperhatikan keluarga. Seharusnya di saat yang begitu genting dan penting, tidak perlu memikirkan keluarga. Karena saat itu justru sedang mendekati saat-saat murka Allah akan dicurahkan. Lebih baik konsentrasi kepada pelayanan yang begitu penting. Ternyata, Tuhan Yesus tetap memperhatikan keluarga, tetapi di dalam porsi yang benar. Bukan dengan meninggikan ibuNya, melainkan menunjukkan relasi ibu-anak yang harus dilepaskan dan tanggung jawabnya terhadap keluarga yang akan dilanjutkan orang lain.
Kalau kita belajar dari Tuhan Yesus, kita akan terlepas dari dualisme keluarga dan pelayanan. Keduanya adalah bagian dari pelayanan. Adakah hidupmu sebagai orang percaya berdampak dalam keluargamu dan tetap bertanggung jawab terhadap keluarga?
Dalam hal ini, saya masih harus banyak belajar dan mempraktekkannya.

Wednesday, March 7, 2007

Work and Family

Keluarga dan pekerjaan menjadi dua hal yang terus-menerus menjadi pergumulan dan seringkali berada di dalam dua ekstrim yang bertentangan. Kalaupun bisa diperdamaikan, biasanya dalam pengertian dan konsep yang jauh dari Alkitab. Maka pertanyaannya, bagaimana Alkitab melihat kedua hal ini dari Penciptaan sampai kepada Kekekalan? Apa yang berbeda dalam keluarga dan pekerjaan pada saat penciptaan, manusia jatuh dalam dosa, penebusan dan sampai pada kekekalan? Dalam tulisan ini, saya hanya memberikan outline bagaimana melihat kedua hal ini dari empat tahap hidup manusia: Creation, Fall, Redemption and Consumation.

27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. 28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
Kejadian 1:27-28

Creation
Kej 1:27-28
- Bertambah banyak penuhi bumi: bukan hanya punya anak, tapi menambah Gambar Allah yang ditebus (orang pilihan)
- Menaklukkan dan berkuasa: kerja adalah ibadah dan melayani Tuhan (Kej 2:15)

Fall
Kej 3:12,16-19
- bertambah banyak jadi sulit (16); punya anak dan mendidik anak
- relasi pria dan wanita jadi rusak (12,16)
- kerja jadi berat demi untuk makan sampai mati (17-19)

Redemption
Kol 3:18-4:1
- Keluarga: Istri-Suami (18-19); Anak-Bapak (20-21); Budak-Tuan (22-4:1)
- Kerja 3:22-4:1 --> kerja untuk Tuhan (3:22-23)

Consummation
- tidak ada kawin-mengawinkan, orang pilihan sudah genap (Mat 22:29-30)
- kerja sampai selama-lamanya sebagai raja di bumi yang baru (Wahyu 22:5)

Kesimpulan:
- Keluarga sangat penting untuk:
@ pelipatgandaan orang pilihan
@ menambah SDM orang pilihan untuk menaklukkan bumi
@ belajar mengasihi untuk hidup sebagai satu keluarga Allah (gereja) dalam kekekalan

- Kerja sangat penting karena:
@ bagian dari ibadah
@ panggilan hidup dalam dunia
@ persiapan untuk menjadi raja sampai selama-lamanya

Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.
Ef 2:10