Tulisan ini sebenarnya dipengaruhi oleh tulisan dari bukunya Martyn Lloyd-Jones, Spiritual Depression (dalam terjemahan Indonesia, Buluh yang Terkulai) dan kotbahnya John Piper, I Will Go to God, My Exceeding Joy. Sebenarnya secara pribadi sudah dipraktekkan dari dulu, tapi kaget ketika melihat ada yang membahas dan menjelaskan dasar Alkitabnya.
Apa gunanya kotbah kepada diri sendiri? Seberapa penting di dalam hidup orang percaya? Mengapa seharusnya kita melakukan hal ini? Mari kita lihat contohnya dari Pemazmur.
Maz 43:5
Pemazmur di dalam keadaan yang begitu sulit. Ia dicurangi dan ditipu dan pemazmur merasa bahwa Tuhan telah membuangnya. Tetapi, ia bisa melihat bahwa altar Allah dan Allah sendiri adalah sukacita dan kenikmatannya. Itu sebabnya ia bertanya kepada jiwanya, mengapa jiwanya tertekan? bukankah ada sukacita di dalam kesulitan yang sedang dialaminya? Bukankah Allah adalah sumber sukacita dan Sang Sumber Sukacita tidak pernah meninggalkannya? Maka, menurut Martyn Lloyd-Jones, Pemazmur berkotbah kepada dirinya sendiri. Dan kotbah kepada diri sendiri merupakan salah satu aspek yang penting di dalam hidup orang percaya. Mengapa?
Sadar tidak sadar, setiap hari kita mendengarkan kotbah (firman). Masalahnya, firman seperti apa yang masuk dalam pemikiran kita, kemuadian membentuk sistem nilai dan ola pikir kita? Apakah firman yang disajikan oleh koran setiap hari? Firman yang disuguhkan televisi setiap hari? Tulisan-tulisan yang kita baca di dalam inbox dari e-mail kita? Perkataan dari rekan-rekan di kantor? Perkataan orang-orang yang kita dengar di dalam perjalanan? Perkataan dari orang-orang disekeliling kita waktu lagi makan? Perkataan orang tua atau saudara? Ataukah perkataan firman? Yang bisa menegur, mengoreksi, menguatkan dan mengubah hidup kita? Bukan berarti kita tidak boleh nonton tv, baca koran dan mendengarkan kalimat orang-orang. Tetapi, manakah yang paling dominan membentuk dan mempengaruhi hidup kita?
Ketika bergumul dan akan mengambil keputusan, suara-suara seperti apa yang berbicara di dalam hati kita? Sebagian orang membayangkan bahwa di dalam hatinya ada peperangan antara Iblis dan Malaikat. Dan ia sering menjadi korban karena mengikuti perkataan Iblis yang sepertinya lebih kuat dibandingkan dengan perkataan malaikat yang baik. Sebenarnya, diri kita yang sedang berperang dengan Iblis. Sama seperti Hawa yang dicobai oleh Iblis, kitapun tetap diijinkan oleh Tuhan berhadapan dengan pencobaan itu. Masalahnya, apakah kita mempunyai senjata firman yang bisa melawan firman Iblis? Apakah kita bisa mengkhotbahi diri kita pada saat tertekan dengan firman yang hidup dan berkuasa? Ataukah sama seperti sebagian orang yang tidak berdaya mengikuti rasionalisasi dan penjelasan Iblis, membuat cerita kejatuhan manusia di Taman Eden kembali terulang.
Bukankah seharusnya kita bisa melihat kuasa Kristus di dalam firmanNya yang sudah mengalahkan Iblis? Mengapa kita tidak pernah mempergunakannya? Mengapa bukan firman yang hidup dan memberikan sukacita sejati yang kita dengar pada saat kita dicobai, tertekan dan tidak berdaya? Jawabannya, karena kita tidak terbiasa dan berlatih mengkotbahkan firman kepada diri kita. Banyak yang hanya pasrah mendengarkan semuanya, sampai kemudian sadar kalau dirinya sudah terlalu jauh tersesat.Tetapi orang-orang yang mendengarkan firman Allah, bukan hanya bisa mengalahkan firman Iblis dengan kuasa Kristus melalui firmanNya, melainkan juga bisa membedakan di dalam setiap firman yang didengar, adakah yang sungguh amat baik yang merupakan anugerah Tuhan dan yang sudah dicemari oleh dosa. Setiap perkataan dan firman dari orang-orang dan media yang didengar mampu dibedakan dengan jelas dan bahkan ada anugerah Tuhan untuk memikirkan bagaimana transformasi yang sudah dicemari oleh dosa kepada apa yang berkenan dihadapan Allah. Saat-saat tertekan dan di dalam pergumulan, maka orang-orang ini tetap ada anugerah dan kekuatan untuk berkotbah kepada dirinya sendiri sesuai dengan firman yang biasa didengar. Bukan suara Iblis yang menjadi pegangan, tetapi suara Roh Kudus yang berbicara melalui firmanNya.
Banyak orang percaya yang ingin memiliki iman yang teguh dan tetap kuat di dalam segala keadaan, tetapi tidak diperlengkapi dengan firman. Akibatnya, komitmen yang kuat untuk beriman seringkali justru melihat kegagalan di dalam hidupnya. Sebagian lagi melihat mujizat bisa menjadi jalan keluar untuk perubahan hidupnya. Sedikit yang tetap melihat firman Allah yang memimpin hidupnya hari demi hari, dan berlatih untuk mengkotbahkan firman itu kepada dirinya sendiri.
Apakah Anda termasuk orang yang sedikit itu? Yang percaya kepada firman yang hidup? Dan terus mengkotbahkan firman yang hidup kepada diri sendiri? Selamat! Anda sudah menjadi pengkotbah..
Psalm 42:11 ESV
0 Komentar:
Post a Comment