Liburan disenangi banyak orang, baik yang memiliki banyak uang maupun yang tidak punya uang. Karena liburan adalah liburan, ada waktu untuk berhenti bekerja yang dianggap menjadi beban berat. Waktu-waktu liburan di Indonesia biasanya pada saat liburan sekolah maupun liburan hari raya besar seperti Lebaran dan Natal.
Saya sudah menikmati liburan dua minggu di satu desa 20 km dari Manado, Sulawesi Utara. Tinggal di satu cottage yang terletak di daerah yang tinggi dan dingin, di antara dua gunung, Lokon dan Mahawu. Liburannya saya isi dengan merenung, menulis buku dan jalan-jalan. I enjoy it. Bagaimana seharusnya kita melihat liburan, apa yang Alkitab katakan tentang hal itu dan bagaimana menikmatinya?
Kej 2:2-3
Kitab Kejadian menceritakan tentang liburan pertama, ketika Allah berhenti sesudah menyelesaikan pekerjaanNya. Di hari ketujuh Ia berhenti dan menguduskannya. Liburan!
Dari bagian Alkitab ini orang-orang mulai berpikir bahwa liburan adalah puncak ataupun upah dari bekerja. Liburan dianggap menjadi kesempatan untuk menikmati segala hasil dari bekerja. Selama bekerja orang-orang menghasilkan uang. Uang itu di tabung dan waktunya tiba, berhenti bekerja dan memakai dan menikmati uang itu. Benarkah Allah melihat berhentinya bekerja di hari ketujuh sebagai upah dari 6 hari bekerja dalam Penciptaan?
Saya melihat sepertinya ada nuansa bahwa Sabbat (hari ketujuh) adalah puncak dan upah dari enam hari bekerja. Tetapi yang dinikmati oleh Allah adalah kemuliaanNya yang dipancarkan di dalam pekerjaanNya. Berhentinya Allah bukan untuk menikmati dalam pengertian menghabiskan semua yang sudah diciptakanNya. Berhentinya Allah juga bukan karena sudah terlalu bosan dan lelah bekerja. Allah berhenti bekerja bukan untuk mencari penghiburan lain lagi dalam kepenatanNya. Ia berhenti karena sudah menyelesaikan pekerjaanNya dan Ia menikmati kemuliaanNya. Maka, liburan bukan pelarian untuk pemuasan kekosongan hidup. Liburan juga bukan kesempatan untuk memboroskan semua anugerah Allah.
Ada lagi yang berpikir bahwa Allah mengakhiri pekerjaanNya dengan berhenti. Tetapi manusia berbeda. Manusia memulai hidupnya di dunia, justru dengan sabbat (bukan hari ketujuh bagi manusia, tetapi menjadi hari pertama, meskipun sabbat artinya tujuh). Sesudah itu baru manusia bekerja di dalam dunia ini. Maka, ada yang berpikir bahwa liburan itu seharusnya digunakan sebagai persiapan untuk bekerja. Liburan menjadi tidak berarti jikalau tidak membuat manusia terisi dengan banyak hal yang membuat manusia siap untuk bekerja lagi. Ide yang menarik. Karena banyak manusia sesudah liburan justru menjadi tidak produktif dan pengen libur terus. Betulkah liburan hanya berguna sebagai persiapan untuk bekerja?
Sejauh ini kita sudah memiliki dua pandangan yang menarik. Yang pertama melihat liburan sebagai upah dari kerja, sementara yang kedua, melihat liburan berguna untuk kerja. Kedua pandangan ini sebenarnya memikirkan dari sudut kerja yang menjadi pusat. Liburan hanya sekedar pengisi waktu di antara pekerjaan, entah sebagai hadiah atas kerja keras, ataupun sebagai persiapan untuk hasil yang lebih baik. Itu sebabnya orang-orang yang sibuk dan bekerja keras akan dianggap lebih baik dibandingkan dengan orang yang kerjanya banyak liburan.
Tapi, di dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi perubahan pandangan. Orang-orang sekarang lebih menghargai orang-orang yang lebih banyak liburan daripada bekerja, tetapi bisa tetap menghasilkan uang lebih banyak. Kebebasan finansial menjadi slogan, di mana salah satu upahnya adalah lebih banyak liburan. Banyak orang yang tidak bertanya dan mampu membedakan semuanya. Hanya mengikuti saja semua arus dunia ini. Bagaimana seharusnya kita melihat posisi liburan?
Saya sebenarnya pernah membahas topik yang mirip ini di dalam I love this Game!. Tapi, ada beberapa hal berbeda yang tetap perlu untuk direnungkan.
Sabbat adalah berhenti dari pekerjaan. Maka, seharusnya Sabbat bisa untuk tidak dikaitkan dengan pekerjaan sama sekali. Sama seperti Allah menikmati pekerjaanNya, maka Allahpun menikmati Sabbat, sehingga Ia memerintahkan manusiapun untuk berhenti bekerja dan menikmati hari perhentian itu dan menikmati Allah juga. Kalau kita bawa di dalam konteks liburan, maka liburan itu bukan hanya sebagai upah ataupun berguna untuk kerja selanjutnya, tetapi liburan baik untuk menikmati semua kelimpahan anugerah Allah sekaligus belajar menikmati Allah. Sebagian orang hanya memboroskan segala anugerah Allah untuk pemuasan keinginan dan nafsunya ketika berlibur. Allah tidak ada hubungannya sama sekali dengan liburan. Liburan menjadi kesempatan untuk bebas sebebasnya. Padahal liburan diberikan dan ditetapkan oleh Allah untuk menikmati segala kelimpahan kenikmatan yang merupakan anugerahNya dan menikmati semuanya itu di dalam Dia dan belajar untuk menikmatiNya.
Contoh yang paling gampang, adalah ketika pergi ke tempat-tempat wisata yang menyediakan pemandangan alam yang indah. Adakah kita betul-betul menikmati semuanya, bersyukur kepada Allah yang menciptakannya dan memberikan anugerah dan kesempatan kepada kita untuk melihatnya dan kita menikmati Dia yang merupakan sumber dari segala keindahan dan kemuliaan yang dipancarkan dengan memuliakan Allah.
Jadi, pergunakanlah kesempatan untuk berlibur. Bukan hanya sekedar pemuasan keinginan, tapi sebagai kesempatan untuk beribadah, memuji Allah dan menikamtiNya di dalam segala kelimpahan kenikmatan yang disediakan bagi kita. Termasuk ketika kita hanya berlibur di rumah sendiri, tidak pergi ke mana-mana. Di situpun sudah Allah sediakan kelimpahan kenikmatan pada saat berlibur. Libur telah tiba! Manfaatkan sebaik-baiknya untuk memuliakan dan menikmati Allah. Saudara pasti akan puas dengan liburan itu sesudah mengecap dan melihat, Saudara akan mengatakan, "Betapa baiknya Tuhan itu!"
Ayat Hari Ini:
Monday, June 25, 2007
Libur telah Tiba: bagaimana menikmatinya?
Oleh RO'IEL pada jam 08:49
Label: Kejadian, Kenikmatan, Wawasan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Komentar:
Post a Comment