Ayat Hari Ini:

Saturday, June 23, 2007

Menggunakan Kebebasan

Apakah menjadi orang Kristen sama dengan hidup yang penuh peraturan dan pada akhirnya semua tidak boleh? Bukankah menjadi orang Kristen seharusnya hidup menjadi bebas?
Ketemu di internet salah satu ringkasan kotbah saya 7 tahun yang lalu tentang kebebasan. Thanks untuk yang ngepost.

To: "Ayahbunda"
From: (cut)
Subject: [rsi] Renungan: "Bagaimanakah Orang Kristen
Menggunakan Kebebasan?"
Date: Fri, 24 Nov 2000 15:05:24 +0700

=================================
BAGAIMANAKAH ORANG KRISTEN
MENGGUNAKAN KEBEBASAN?
Ev. Ronald A. Oroh
=================================


Bacaan Alkitab:
I Korintus 9 : 1-27


Di Indonesia, saat ini sering didengungkan kata 'Reformasi', apakah maksudnya?
Dalam konteks di Indonesia ini, reformasi bisa berarti demokrasi dan kebebasan, di dalam bidang politik, pers dan media massa, dsb. Tetapi bagi orang Kristen, apakah artinya kebebasan itu? Apakah berarti kita boleh berbuat apa saja?

Jemaat Korintus adalah orang-orang yang begitu mengagung-agungkan kebebasan. Mereka bisa melakukan apa saja. Paulus mengatakan di ayat-ayat sebelumnya, bahwa segala sesuatu adalah halal. Tetapi apakah semuanya itu berguna? Orang-orang Kristen di Korintus adalah orang-orang yang baru bertumbuh. Mereka melakukan percabulan, perzinahan, bahkan mereka memakan makanan untuk persembahan berhala. Waktu itu mereka bertanya, salahkah memakan makanan bekas persembahan berhala? Paulus menjawab bahwa segala sesuatu adalah halal, tetapi kita harus mengingat apakah hal itu akan menjadi batu sandungan? Dalam konteks seperti ini, Paulus menjelaskan pengertian kebebasan.

Ini boleh, itu boleh, semuanya boleh. Paulus menjelaskan tentang kebebasannya. Sebagai orang yang sudah bebas, sebagai seorang Rasul, ia berhak dipenuhi seluruh kebutuhannya oleh jemaatnya. Dia menjelaskan begitu rinci dalam ayat-ayat tersebut. Apakah maksudnya? Mengapa ia perlu menjelaskannya begitu detail, sampai ia menggunakan analogi orang yang berperang, orang yang mengolah kebun anggur dan juga seekor lembu yang berhak makan saat lembu itu mengirik. Ia membandingkan hak seorang rasul dengan hak seekor lembu. Tetapi di bagian berikutnya Paulus menjelaskan bahwa tak satu pun ia menggunakan haknya, padahal seharusnya ia dipenuhi kebutuhannya, berhak mendapatkan segala sesuatu.

Bandingkanlah dengan orang-orang Korintus. Mereka juga mempunyai hak dan kebebasan sebagai orang yang sudah ditebus oleh Kristus. Tetapi Paulus mengatakan, apakah kita harus selalu menggunakan hak itu semaksimal mungkin dan semau hati kita? Paulus tidak mempermasalahkan hak dan kebebasan itu, tetapi di ayat 15, ia tidak menggunakan satu pun dari hak-hak itu. Tujuannya adalah agar ia tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain, terutama saat ia memberitakan Injil. Ia tidak mau segala sesuatu menghalangi dirinya, sehingga ia bekerja keras untuk membiayai hidupnya sendiri, padahal seharusnya jemaat bisa menanggungnya. Firman Tuhan dengan jelas mengatakan hal itu, seorang pelayan mezbah harus dipenuhi segala kebutuhannya dari mezbah itu sendiri. Tetapi Paulus tidak menggunakan hak itu.
Apakah yang ditekankan oleh Rasul Paulus? Ia tidak memikirkan tentang hak dan kebebasan itu.

Di ayat 16, dst, Paulus menjelaskan tentang kewajiban, bukan hak dan kebebasan. Apakah yang menjadi kewajiban bagi Rasul Paulus? Ia mengatakan bahwa kewajibannya adalah memberitakan Injil. Celakalah orang yang tidak mau memberitakan Injil! Kita harus memberitakan kabar baik ini pada setiap orang. Yang lebih penting dan prioritas adalah kewajiban dan panggilan Tuhan, baru berikutnya menyusul hak-hak dan kebebasan yang lain, sehingga Paulus berusaha melakukan kewajibannya dan membuang semua hak-haknya demi satu tujuan, yaitu agar Injil Kristus diberitakan.

Pertanyaannya sekarang, bagaimanakah dengan kita? Kita belum tentu sama seperti Rasul Paulus yang harus menuliskan bagian-bagian Firman Tuhan kepada setiap orang. Tetapi prinsipnya, Paulus mengetahui panggilan dirinya sebagai apa, dan dia melihat dan mengerjakan hal itu sebagai kewajiban yang harus dilakukan. Apakah panggilan Tuhan bagi diri kita masing-masing? Itu yang harus kita jalankan, dan itu memerlukan pergumulan secara pribadi dengan Tuhan , tidak cukup dengan kita datang ke gereja, mendengarkan Firman Tuhan, lalu pulang, berbuat dosa, kemudian di minggu berikutnya datang lagi, mohon ampun kepada Tuhan, dst.
Kita tidak tahu apakah panggilan Tuhan dalam hidup kita. Kita hanya mengikuti arus, mengikuti aktivitas gerejawi, tetapi kita tidak pernah mengetahui esensi sebenarnya dalam hidup kita. Kita hanya bisa menuntut hak kita sebagai orang Kristen, tetapi tidak pernah memikirkan panggilan kita dan melakukan kewajiban kita. Maukah kita memikirkan apakah panggilan hidup kita?

Dalam I Korintus 12 dikatakan, setiap orang yang sudah percaya kepada Kristus diberikan minimal satu karunia rohani, dan itu harus digunakan untuk kepentingan bersama di dalam pembangunan tubuh Kristus. Tetapi seringkali kita hanya menjadi penonton, hanya melayani apa yang sesuai dengan keinginan kita. Konteks melayani Tuhan tidak hanya dalam suatu jemaat Kristen, tetapi Kristus dapat memanggil kita dalam setiap bidang kehidupan kita. Tuhan dapat memakai kita menjadi saksi, menjadi garam dan terang dunia, dan kita perlu diperlengkapi untuk itu.

Paulus tidak menuntut hak-haknya karena ia tahu apa yang lebih bermakna dan menjadi prioritas dalam kehidupannya, yaitu untuk memberitakan Injil. Bagaimanakah dengan kita masing-masing? Seharusnya kita terlibat di dalam pemberitaan Injil (PI), tetapi yang terjadi mungkin kita malah menghalangi orang lain untuk memberitakan Injil. Banyak orang yang malas, yang menganggap bahwa PI hanyalah untuk orang-orang dengan karunia jabatan Penginjil saja (Ef. 4:10-11). Jika hanya penginjil saja yang mengabarkan Injil, berapa banyakkah orang yang dapat mendengarkan Injil? Seberapa luaskah jangkauan Injil tersebut? Setiap orang dapat menginjili dengan metode apa saja, asal ada pimpinan Tuhan. Tidak ada metode yang mutlak yang harus diterapkan dalam tiap komunitas. Yang mutlak adalah Injil karena itulah pusatnya. Metode itu bebas.

Ketika kita memberitakan Injil, bukan kita yang memaksa dengan metode kita untuk membawa orang itu kembali kepada Tuhan, tetapi kita sedang masuk di dalam kehendak Tuhan, melihat rencana dan maksud Tuhan yang bekerja di dalam orang itu untuk mempertobatkan dia. Bukanlah metode kita, kuasa kita, kemampuan kita dalam berbicara sehingga orang itu bertobat, tetapi Tuhanlah yang bekerja di dalam hati orang itu. Kita semua sama, disentuh oleh Firman Tuhan yang menegur kita bahwa kita adalah orang berdosa yang perlu diselamatkan dan kita membutuhkan Injil. Itulah yang merubah kita. Seringkali kita lebih melihat fenomena yang kelihatan. Yang paling penting adalah Injil harus diberitakan dan itu adalah tanggung jawab kita.

Setiap anggota tubuh Kristus harus mempunyai hati untuk penginjilan. Setiap anggota tubuh Kristus harus bekerja sama untuk membawa berita Injil kepada seluruh dunia. Tetapi yang terjadi adalah sebagian malah menghalangi pemberitaan Injil dengan perbuatan kita yang tidak menjadi kesaksian, sehingga ketika Injil diberitakan, orang yang mendengarkan tidak mau menerima Kristus karena kesaksian hidup yang tidak baik. Oleh karena itu, kita harus dengan serius memikirkan panggilan Tuhan, Tuhan mau memakai kita sebagai apa? Tidak perduli usia, golongan apa dan bagaimanakah kemampuan kita, Tuhan bisa memakai siapa saja, setiap orang yang sudah ditebus dengan darah Kristus, Tuhan akan memberikan kemampuan dan karunia. Tuhan memanggil, memperlengkapi, kemudian mengutus kita di mana pun Tuhan mau menempatkan kita. Kita harus menggumulkan hal ini karena kita adalah orang percaya, hamba Tuhan yang sudah ditebus dari dosa. Tuhan ingin memakai kita dan Dia sedang merencanakan suatu pekerjaan yang baik bagi kita.
Tidak seharusnya kita menolak Tuhan, karena Tuhan memiliki rencana bagi kita. Datanglah kepada Tuhan, mengakui kesalahan kita dan terlibatlah dalam pelayanan kepada Tuhan, apa pun yang Tuhan ingin untuk kita kerjakan. Jangan melihat besar-kecilnya suatu pelayanan. Yang berhak memakai kita adalah Tuhan dan Dia yang memberikan kita karunia, bukan dari keinginan kita.
Oleh karena itu kita harus selalu bergantung kepada Tuhan, mencari kehendakNya. Mungkin kita tidak dipanggil seperti Paulus, panggilan kita mungkin berbeda-beda. Janganlah kita seperti orang non Kristen yang hidupnya mengikuti arus dunia ini, hanya menjalankan apa yang kelihatan sekarang, dengan harapan kalau mati nanti akan masuk ke surga. Orang percaya tidak seperti itu, kita mempunyai panggilan, mempunyai tujuan. Tuhan sudah memberikan arti di dalam hidup kita, kita harus menjalankan hal itu. Panggilan Tuhan itu begitu penting, kita harus tahu, mengapa kita hidup di dunia ini, mengapa Tuhan menebus kita dan memanggil kita? Apa yang harus kita kerjakan untuk Tuhan? Kita tidak membantu Tuhan, karena Tuhan tidak memerlukan bantuan kita. Tuhan mau memakai kita untuk kebaikan kita sendiri, untuk semakin bertumbuh, mengenal Tuhan dan mengenal diri kita masing-masing.

Seperti Paulus, ia tidak hanya menuntut haknya, tetapi ia membuang haknya untuk memenangkan banyak orang. Apakah yang kita inginkan di dunia ini? Mengejar uang dan segala sesuatu yang fana? Janganlah lupa akan panggilan kita sebagai orang percaya. Paulus rela dianiaya, karena dia tahu untuk siapa dia melayani. Dia menyadari, tak ada satu pun yang dapat memisahkan dia dari kasih Kristus. Dia bertumbuh, mengenal Tuhan, mengenal dirinya, menyadari panggilannya dan ia mau berjuang untuk panggilan itu. Orang yang tidak kenal dirinya, tidak kenal Tuhan, tidak menyadari panggilannya, bisa saja terlibat aktif di dalam pelayanan, tetapi akhirnya sama saja seperti petinju yang memukul sembarangan, berlari tanpa tujuan. Jika kita ingin dipakai oleh Tuhan, kita perlu melatih diri, menguasai diri dalam segala hal dengan senantiasa bergumul dan bergantung kepada Tuhan. Maukah kita? Lakukanlah kewajiban kita dan panggilan kita tanpa memikirkan hak-hak kita, untuk menyenangkan hati Tuhan yang telah menebus kita.[sh]

0 Komentar:

Post a Comment