Sudah 14 tahun dapat kesempatan untuk berkhotbah dan pernah menjadi gembala di salah satu gereja, tapi soal menggembalakan, masih perlu banyak belajar.
Dari tanggal 31 April sampai 4 Mei, dapat kesempatan melayani di salah satu gereja Medan. Tahun ini, yang kedua kali ke gereja di Medan. Ada yang tidak saya sukai kalau ke gereja itu, gembala sidangnya suka mengajak kunjungan ke beberapa jemaat yang bermasalah atau sakit berat. Kenapa saya tidak menyukai? Ada dua alasan. Yang pertama, saya tidak terlalu suka dengan berbagai kunjungan yang tidak biasa dilakukan dan seringkali menyita waktu untuk persiapan kotbah. Yang kedua, kalau di Medan semuanya bicara bahasa Hokkian, dan sering tidak diterjemahkan, membuat saya cuma bisa menebak-nebak apa sebenarnya yang terjadi.
Selain kotbah beberapa kali, kali ini harus ikut menghadapi konseling suami-isteri yang mau cerai, mengunjungi orang yg lumpuh dan tidak bisa bicara lagi, dan mengunjungi seorang ibu yang sakit kanker. Jadi dapat kesempatan untuk belajar menggembalakan dan memikirkan kembali tentang penggembalaan.
1 Pet 5:2
Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu
Pemimpin-pemimpin gereja harus memikirkan kembali kalimat dari Rasul Petrus untuk menggembalakan kawanan domba Allah. Karena kebanyakan hanya berfokus untuk mendapatkan orang baru sehingga jumlah jemaat bertambah banyak. Bahkan ibadah dibuat sedemikian rupa demi untuk orang-orang baru merasa nyaman. Ketika penekanan kepada orang-orang baru, biasanya penggembalaan orang-orang lama yang lain diabaikan. Padahal penggembalaan adalah proses seumur hidup. Bahkan para gembalapun masih perlu digembalakan!
Menggembalakan bisa berarti memberi makan, membuat bertumbuh, melindungi dari musuh dan bahkan berkorban demi kawanan domba. Memberi makan adalah dengan memberikan firman. Banyak yang menafsirkannya hanya dengan berkotbah dan pemahaman Alkitab maka sudah melaksanakan tugas dari seorang gembala. Padahal memberikan firman juga melibatkan pengawasan, dorongan dan contoh bagaimana bergumul dengan firman dan menghidupi firman itu. Tidak segampang dan sesederhana hanya dengan berkotbah dan memimpin Pemahaman Alkitab. Karena domba biasanya sangat bodoh dan gampang tersesat. Perlu bimbingan dan teladan untuk menikmati padang rumput yang hijau dan air yang tenang. Begitu pula di dalam kesulitan, perlu gembala untuk menghiburnya. Apalagi ketika berhadapan dengan musuh. Kehadiran sang gembala akan memberi kekuatan dan penghiburan.
Memang kita sudah memiliki sang Gembala Agung, yaitu Tuhan Yesus Kristus yang akan terus menyertai dan tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya. Tapi, juga sang Gembala Agung menunjuk gembala2 di dunia untuk memimpin kawanan domba-Nya.
Para gembala harus memandang kepada sang Gembala Agung dan mendapatkan anugerah-Nya untuk melaksanakan tugas yang sangat berat sebagai gembala.
Kerelaan vs Keharusan
Tuhan Yesus bertanya kepada Petrus, "Apakah engkau mengasihi-Ku?" sebelum meminta Petrus menggembalakan umat-Nya. Tanpa kasih kepada Kristus, tidak akan ada kerelaan. Menjadi gembala yang baik sangat berat dan sulit. Kalau hanya melihatnya sebagai keharusan, maka suatu saat pasti hanya akan menjadi beban yang berat.
Pengalaman sebagai gembala karena keharusan betul-betul tidak pernah akan saya lupakan. Padahal menjadi gembala adalah anugerah Allah yang seharusnya sangat disyukuri dan bisa melihat Kristus sebagai Gembala Agung membimbing umat-Nya melalui diri saya.
Tapi bukan berarti setiap orang yang mau dan rela bisa mengerjakannya. Karena kerelaan ini adalah kerelaan yang sesuai dengan kehendak Allah. Jadi, bergantung kepada kehendak Allah. Jikalau kita mengasihi Allah, maka kita dengan rela ingin menggenapi kehendak-Nya.
Melayani vs Mencari Keuntungan
Zaman sekarang ini tidak ada yang mau rugi. Bahkan yang mau terlibat dalam pelayananpun banyak yang mencari keuntungan. Hal ini bisa terlihat pada apa yang dilakukan oleh seorang gembala. Apakah ia ingin terus memberikan firman, perhatian dan dirinya kepada jemaat dengan sukacita tanpa mengharapkan sesuatu, ataukah ia terlihat hanya bergembira ketika mendapatkan sesuatu dari jemaatnya.
Ada gembala-gembala yang ketika melakukan pelayanannya terlihat seperti orang-orang yang sudah melakukan pekerjaan yang terlalu besar, terlalu berat dan menderita, bahkan sampai tidak ada sukacita sama sekali. Tapi hidupnya terlihat berbeda ketika mendapatkan sesuatu yang menurutnya adalah balasan yang setimpal. Bukankah bisa melayani itu sudah menjadi anugerah yang luar biasa dari Tuhan??? Bisa terus memberi tiada habis-habisnya menunjukkan hidup kita adalah hidup yang berlimpah. Sebaliknya, keinginan untuk terus mendapatkan dan diberi, menunjukkan hidup yang tidak berisi dan selalu kekurangan.
Di zaman sekarang ini, masih adakah gembala-gembala yang betu-betul memberi makan, memperhatikan pertumbuhan, menjaga dan mau berkorban bagi umat gembalaannya? Masih adakah gembala-gembala yang bukan melihat tugasnya sebagai keharusan, tapi sebagai kerelaan untuk menggenapi kehendak Allah karena kasih kepada Kristus? Kalau masih ada, tentunya bisa melayanipun sudah dianggap sebagai anugerah dan bahkan kesempatan yang begitu berharga dari sang Gembala Agung, yang sesungguhnya sedang menggembalakan umat-Nya.