Sebenarnya saya pernah menyinggung bagian firman ini. Tapi, akhir2 ini jadi sering dipakai di dalam kotbah2, jadi lebih baik dibahas lagi secara terpisah.
Yer 29:11
Tipuan Pengharapan untuk Masa Depan
Banyak orang yang hidup di dunia ini tidak menyadari bahwa dirinya sedang ditipu dengan pengharapan akan masa depan. Ada yang mengorbankan waktu, masa muda, keluarga, kehormatan, dll, demi utk mengejar masa depan yang dianggapnya penuh dengan pengharapan. Sesudah memasuki masa tua, baru umumnya orang-orang itu mulai sadar bahwa yang mereka kejar dan yang sudah mereka korbankan ternyata bukan untuk masa depan, tetapi untuk masa lalu. Karena apa yang sudah didapatkan, satu persatu harus ditinggalkan dan dilepaskan. Entah itu jabatan dan posisi (mungkin akan mengalami post power syndrom), ditinggalkan orang-orang yang dikasihi (isteri, anak, sahabat, dll), lebih gampang sakit (tidak seperti waktu masih muda), dan hidup sepertinya tanpa harapan bagi sebagian orang yang diijinkan kehilangan banyak hal dalam hidupnya dan ditinggal sendiri. Di mana masa depan itu? Banyak orang-orang yang menjadi kaya dan terkenal begitu sombong di dalam kejayaannya. Mereka merasa masa depan dan pengharapan untuk mereka. Tetapi, di mana kesombongan mereka ketika mereka sakit dan akan mati? Di mana kesombongan mereka ketika mulai merasa tidak berdaya dalam hidupnya? Kesombongan dan kejayaan mereka hanyalah masa lalu yang ditelan oleh waktu. Di mana masa depan mereka? Kalau tidak ada anugerah Allah untuk pertobatan, maka masa depan mereka adalah NERAKA.
Masa Depan dan Pengharapan
Dalam terjemahan LAI langsung digabung menjadi 'hari depan yang penuh harapan.' Dalam bahasa aslinya (Ibrani) sebenarnya merupakan dua kata, yaitu 'masa depan (future)' dan 'pengharapan'. Kesalahan dari kebanyakan orang yang membaca dan menafsirkan ayat ini, hanya melihat nuansa kesementaraan dan tidak menghubungkannya dengan kekekalan. Padahal kata yang dipakai berhubungan dengan kekekalan.
Saya membayangkan sebagai orang Israel yang berada di pembuangan (Babel) yang mendengarkan kalimat dari nabi Yeremia, seharusnya bertanya kapan masa depan itu? 50 tahun yang akan datang, sesudah penghukuman itu selesai? Jangan-jangan sebagian dari orang Israel sudah meninggal (termasuk Daniel dan rekan2nya!?) dan tidak kembali lagi ke Israel!
Itu sebabnya, masa depan dan pengharapan itu sebenarnya bukan hanya bergantung dari waktu yang akan datang. Tapi, waktu-waktu yang akan mereka jalani di dalam pembuanganpun adalah masa depan dan pengharapan jika dihubungkan dengan kekekalan yang merupakan masa depan yang sejati. Sejak di Babel, orang Israel belajar untuk menyembah satu Allah saja dan tidak ada lagi ilah2 lain di hadapan mereka. Ini adalah masa depan orang Israel, karena mereka akan terus beribadah kepada Allah sampai selama-lamanya.
Masa Lalu menjadi Masa Depan
Kalau hidup di dunia ini semuanya akan berlalu, maka di dunia ini seharusnya tidak ada masa depan. Semua yang belum terjadi, suatu saat akan terjadi dan dilewati menjadi masa lalu. Ada yang akan diingat di dalam sejarah dan ada yang akan sia-sia. Kalau begitu, di mana masa depan yang sejati?
Di dalam Kristus, kesementaraan ini sudah dikaitkan dengan kekekalan. Maka segala hal yang kita kerjakan di dalam kesementaraan ini sebagai persiapan untuk kekekalan. Waktu-waktu yang kita pakai untuk menyembah dan memuliakan Allah dengan cara menggenapkan dan menyelesaikan tugas yang dibebankan kepada kita di dunia ini, adalah waktu-waktu yang akan berlalu di dalam sejarah dunia ini. Tapi, akan tetap diingat di dalam kekekalan sampai selama-lamanya. Itu sebabnya, masa lalu yang akan berlalu di dalam waktu, bisa menjadi masa depan yang tidak akan berlalu di dalam kekekalan.
Kekekalan adalah masa depan yang sejati. Karena di dalam kekekalan, tidak ada yang akan berlalu. Adakah hal-hal yang kita kerjakan berhubungan dengan Allah yang kekal dan masa depan yang kekal dan penuh pengharapan?