Ayat Hari Ini:

Showing posts with label Roma. Show all posts
Showing posts with label Roma. Show all posts

Tuesday, February 16, 2010

Nuh (5): Kristus dan Nuh

Ketika mempelajari tokoh-tokoh Perjanjian Lama, sebagian besar orang yang mempelajari hanya terkagum-kagum dengan tokoh-tokoh yang dianggap luar biasa. Padahal mereka hanyalah manusia biasa, sekalipun mereka adalah nabi-nabi dengan berbagai macam karunia yang luar biasa dari Tuhan.
Tokoh-tokoh dalam Perjanjian Lama ini sebenarnya sedang menyatakan dan menggambarkan tentang Yesus Kristus. Bagaimana dengan Nuh? Bisakah kita melihat Yesus Kristus dan karya-Nya melalui Nuh?

Air Bah dan Baptisan

20 yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu. 21 Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus,
1 Petrus 3:20-21

Rasul Petrus ketika membicarakan tentang Yesus Kristus yang menderita, mati dan bangkit, menghubungkannya dengan peristiwa air bah di zaman Nuh, sekaligus berbicara tentang baptisan dan keselamatan. Apa hubungannya?
1. Nuh dan keluarganya selamat dari kematian melalui air bah; sementara orang percaya diselamatkan melalui kematian dan kebangkitan Kristus, yang kiasannya adalah baptisan. Sama-sama masuk dalam air, tetapi tidak mati; justru mendapatkan kehidupan. Bedanya, Nuh dan keluarganya hanya mendapatkan keselamatan sementara; sementara orang percaya di dalam Kristus mendapatkan keselamatan kekal.
2. Air bah memberikan hidup baru kepada Nuh dan keluarganya. Orang-orang yang berdosa mati dalam keberdosaannya. Sementara di dalam Kristus, mendapatkan hidup yang baru dan bebas dari dosa, sekalipun bumi dan orang-orang yang berada di bumi tetap berdosa.

Ketaatan Satu Orang
9 Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah.
Kejadan 6:9

19 Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.
Roma 5:19

Nuh juga memiliki kesamaan dengan Yesus Kristus dalam hal ketaatan. Ketaatan Nuh di dalam kasih karunia Allah membuat keluarganya ikut diselamatkan dan tidak mati bersama-sama orang2 berdosa lainnya dalam air bah. Hanya Nuh yang disebutkan sebagai orang benar, isteri dan anak-anaknya tidak disebutkan seperti Nuh. Karena Nuh, keluarganya ikut mendapatkan kasih karunia dari Allah.

Ketaatan Nuh melambangkan ketaatan Kristus. Karena ketaatan Yesus Kristus, semua umat-Nya diselamatkan dari kematian kekal dan menjadi orang benar (Roma 5:19). Tidak ada manusia yang bisa taat kepada Allah, itu sebabnya kita dibenarkan bukan karena kita taat, tetapi karena Kristus yang taat.

Perbedaan antara ketaatan Nuh dan ketaatan Kristus:
1. Ketaatan Nuh hanya membawa kepada keselamatan yang sementara di bumi ini. Tapi, ketaatan Yesus Kristus membawa kepada hidup yang kekal.
2. Ketaaatan Nuh tidak membuat keluarganya menjadi orang benar, karena anak Nuh berdosa. Ketaatan Kristus membuat umat-Nya menjadi orang benar.

Memuji Kristus melalui Nuh
Dari kehidupan Nuh kita bisa melihat bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Nuh hanyalah seorang manusia yang dapat anugerah Allah dengan kehidupan yang luar biasa. Memang banyak hal yang bisa dipelajari dari Nuh, tapi kita juga harus bisa melihat keterbatasan dan keberdosaan Nuh.

Hanya Yesus Kristus yang sempurna dalam segala hal dan juga tidak berdosa. Yang tidak bisa sempurna pada Nuh, disempurnakan dalam Yesus Kristus. Yang terbatas dan sementara, di dalam Kristus menjadi tidak terbatas dan kekal.
Maka, mari kita memuji Yesus Kristus ketika melihat anugerah Tuhan dalam kehidupan Nuh.

Wednesday, November 14, 2007

Congkak dan Sombong

"Bukan yang congkak, bukan yang sombong,
yang disayangi, handai dan taulan..."

Kalimat di atas ini adalah sepotong lagu di masa kecil yang masih terus terngiang-ngiang. Kenyataannya, dosa membuat kecongkakkan dan kesombongan masih terus mengganggu di dalam hati ini. Semua orang pada dasarnya sombong. Bahkan orang yang kelihatan rendah hatipun sering menyombongkan kerendahan hatinya, meskipun itu dilakukan di dalam hatinya.

Mata yang congkak dan hati yang sombong, yang menjadi pelita orang fasik, adalah dosa.
Amsal 21:4

Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati."
1 Petrus 5:5

Dalam Amsal 21:4, kecongkakkan dan kesomobongan ditunjukkan melalui mata dan hati. Mata seseorang ternyata bisa menunjukkan betapa berdosanya orang itu. Dari cara memandang, entah memandang terlalu tinggi kepada orang-orang tertentu, ataupun merendahkan orang-orang tertentu. Mata kita berbicara, betapa sombong dan congkaknya diri kita. Mata kita mewakili hati kita yang sombong. Itu sebabnya sangat gampang untuk mengenali orang sombong. Seseorang tidak perlu berbicara untuk memperlihatkan kesombongannya. Cara melihat kepada seseorang bisa menunjukkannya. Mata seseorang kadang-kadang bisa kelihatan menipu, tapi kalau diperhatikan lebih jelas dan teliti, maka hati seseorang bisa terlihat, karena mata adalah jendela hati. Itu sebabnya penulis Amsal mengaitkan antara mata dan hati yang sombong.

Yang lebih menarik, waktu penulis Amsal mengaitkan mata yang congkak dengan dosa. Bagi zaman ini, kesomobongan sudah dianggap lumrah. Memang ada yang kurang enak kalau melihat orang yang terlalu sombong. Tapi, kalau kesombongan yang wajar (emang ada?), yang tidak terlalu berlebihan akan kita anggap wajar-wajar saja. Apalagi kalau orang yang menunjukkan kesombongannya dan menunjukkan betapa hebatnya dirinya adalah orang yang memang memiliki kemampuan yang luar biasa. Bagi kita, mungkin tidak apa-apa kalau orang itu kemudian menceritakan kehebatan dan kemampuannya, dan bahkan mempertontonkan semuanya yang akan membuat kita kagum.
Haruskah seseorang yang mempunyai banyak kelebihan dan kemampuan menunjukkan semua kemampuan dan kelebihannya? Motivasinya apa? Untuk menunjukkan betapa hebatnya dirinya? Ataukah ingin menunjukkan anugerah Tuhan yang harus dipakai memuliakanNya (yang ini jarang ada orang melakukannya)?

Ada perbedaan yang besar yang bisa dilihat dari cerita seseorang tentang kemampuan2 di dalam dirinya. Yang berpusat pada diri, akan menunjukkan semuanya dengan kebanggaan dan banyak menggunakan kata 'saya', bahkan penekanannya kepada usaha dan perjuangannya sendiri. Akibatnya, menjadi kurang menghargai orang-orang yang memiliki kemampuan yang hanya sedikit dan bahkan bisa menghina orang-orang seperti itu.
Sedangkan yang berpusat kepada Tuhan, tidak merasa terlalu perlu untuk menunjukkan kemampuan-kemampuannya yang hebat, kecuali pada saat dibutuhkan. Pada saat menunjukkannya, maka orang itu akan menunjukkan bahwa semuanya berasal dari Tuhan dan dikembalikan untuk kemuliaan Tuhan. Ia tidak akan kurang menghargai orang-orang yang kemampuannya kurang, apalagi menghinanya. Ia juga tidak akan iri dengan orang-orang yang melebihi dirinya. Bahkan, kemampuan dan kelebihannya akan dipakai untuk menolong orang yang kurang dan orang-orang yang mempunyai kemampuan yang lebih darinya tapi belum menyadari potensi kemampuan dan kelebihannya itu. Hal ini seringkali hanya menjadi mimpi di dunia yang berdosa ini. Karena semua manusia congkak dan sombong.

Penulis-penulis Alkitab bukan hanya mengatakan bahwa kecongkakkan adalah dosa, ternyata Allah sendiri menentang orang-orang congkak. Orang yang congkak dan sombong harus berhadapan dengan Allah. Mengapa? Kenapa dosa yang satu ini menjadi begitu serius? Sebagian besar orang mencoba menghubungkan dengan awal dari dosa yang disebabkan oleh Iblis. Kalau kita memperhatikan pelayanan Tuhan Yesus, maka Ia menerima dan melayani pemungut cukai, orang-orang berdosa dan bahkan para pezinah. Tetapi, ketika berhadapan dengan imam-imam, ahli Taurat dan orang Farisi yang sombong dan congkak, maka perkataan Tuhan Yesus, "Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu" (Yoh 8:44).
Begitu juga dengan kesombongan Hawa yang tidak mengikuti perintah Allah dan memakan buah yang dilarang, karena ingin menjadi seperti Allah. Kesombongan yang membuat dosa hadir dan juga masuk ke dunia ini.

Selain itu, kesombongan ada kemiripan dengan penyembahan berhala. Kesombongan manusia menyebabkan manusia menyembah dirinya dan segala kemampuannya, yang sebenarnya adalah anugerah Allah. Pemberian Allah yang seharusnya dipakai untuk memuliakan dan menikmatiNya, ternyata diklaim sebagai milik pribadi, pencarian pribadi, usaha pribadi dan perjuangan pribadi, untuk menyembah diri sendiri dan mencari pujian dan penyembahan dari orang-orang disekelilingnya. Sama persis dengan penyembahan berhala.

Mengapa kita menjadi sombong? Jika yang kita miliki semuanya adalah anugerah Allah, apa yang bisa kita sombongkan? Waktu kita lahir, kita miskin dan belum bisa melihat semua yang sudah Tuhan anugerahkan dan siapkan bagi kita. Waktu kita mati, kita akan kehilangan semua yang sudah kita miliki dan menjadi miskin kembali. Lahir dalam keadaan telanjang, bodoh, miskin dan tidak bisa apa-apa. Matipun membuat kita miskin dan tidak bisa melakukan apa-apa lagi di dunia. Adakah yang bisa dibanggakan manusia selama hidup di dunia? Ada! Tuhan satu-satunya yang harus dibanggakan, dipuji dan dimuliakan. Karena Ia adalah sumber segala sesuatu.
Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN, Allah kita.
Mazmur 20:8

Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!
Rom 11:36

Monday, July 30, 2007

Persembahan: Penciptaan sampai Kekekalan

Persembahan adalah salah satu kata yang kurang disukai oleh orang-orang pelit. Apalagi memikirkan untuk memberi gratis kepada orang lain. Di dunia ini tidak ada lagi yang gratisan. Mungkin begitu yang menjadi pemikiran hampir setiap orang. Tidak terkecuali untuk orang-orang yang datang ke gereja, yang akan memberi persembahan kalau ada sesuatu yang dianggap baik dan menguntungkan.
Sebenarnya, bagaimana kita bisa melihat perubahan2 yang terjadi di dalam persembahan sejak dari Penciptaan sampai kepada kekekalan?

Penciptaan (Creation)

4 Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu,
Kej 4:4

Meskipun kejadian ini terjadi sesudah Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, tetapi apa yang dilakukan oleh Habel merupakan contoh yang diinginkan oleh Allah bagaimana persembahan yang seharusnya sejak Penciptaan. Habel mempersembahkan kepada Allah yang terbaik dari apa yang dimilikinya. Habel mempersembahkan anak sulung kambing dombanya dan yang dipersembahkan adalah lemak2nya. Kalau dibandingkan dengan Imamat 1:2-3 dan apa yang terjadi di dalam Perjanjian Baru, bisa disimpulkan bahwa Habel mempersembahkan persembahan yang berpusat kepada Kristus. Karena apa yang dipersembahkan oleh Habel adalah bayang-bayang dari pengorbanan Kristus, yang sulung dan tidak bercacat cela. Dari persembahan Habel kita bisa mempelajari bahwa persembahan bukan hanya sekedar persembahan, melainkan merupakan suatu pemberian yang terbaik dan berpusat kepada Kristus.
Apa yang berbeda dalam persembahan ketika manusia hidup dalam dosa?

Kejatuhan (Fall)
3 Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; 5 tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram.
Kej 4:3,5

Di dalam keberdosaannya, persembahan dari Kain mewakili persembahan dari manusia yang jatuh dalam dosa. Sepertinya persembahan Kain juga seharusnya sudah sangat pantas. Ia adalah seorang petani, dan ia mempersembahkan dari hasil yang dikerjakannya. Masalahnya, Alkitab tidak menunjukkan bahwa Kain mempersembahkan yang terbaik. Selain itu, Kain tidak memikirkan apa yang menjadi keinginan dan kehendak Allah. Kain hanya mempersembahkan menurut keinginannya sendiri. Jika Kain memikirkan apa yang dikehendaki oleh Allah, maka sesudah Allah tidak mengindahkan persembahannya, seharusnya Kain menukar hasil pertaniaannya dengan anak sulung lain yang terbaik dari domba yang dimiliki oleh Habel. Pasti Habel akan memberikannya. Ternyata, Kain tidak memikirkan apa yang baik bagi Allah, ia malahan hanya memikirkan dirinya sendiri dan respon apa yang seharusnya ia terima dari persembahannya. Itu sebabnya Kain tidak mengubah persembahannya, melainkan membunuh Habel.
Persembahan Kain mewakili persembahan orang-orang yang berdosa. Tetap melakukan persembahan, tetapi persembahan itu bukanlah yang terbaik dan hanya berpusat kepada dirinya sendiri. Selama ada keuntungan bagi diri sendiri di dalam memberikan persembahan, maka persembahan akan terus diberikan.
Karena itu, Allah harus mengajar dan melatih umatNya di dalam memberikan persembahan. Di dalam Perjanjian Lama kita bisa melihat proses pelatihannya. UmatNya dilatih untuk mempersembahkan yang terbaik, tidak bercela dan berpusat kepada Kristus. Salah satu penekanan di dalam konteks hidup orang Israel adalah persepuluhan.
Bagaimana dengan Perjanjian Baru, adakah yang berbeda di dalam persembahan?

Penebusan (Redemption)
1 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
Rom 12:1

Perjanjian Baru ternyata membicarakan persembahan dengan cara yang berbeda. Bukan lagi menekankan kepada persepuluhan. Persembahan yang kudus, yang berpusat kepada Allah tetaplah sama, tetapi sekarang bukan lagi hanya sepersepuluh, melainkan seluruhnya. Mempersembahkan tubuh mewakili persembahan hidup secara keseluruhan. Tuhan Yesus memuji persembahan seorang janda miskin yang memberikan semua nafkahnya (Mar 12:43-44), sekalipun Ia juga menganjurkan memberikan persembahan sesperti yang diajarkan oleh Musa (Mat 8:4). Begitu juga dengan kehidupan dari jemaat mula-mula di dalam Kis 2 dan 4, yang tidak memperhitungkan berapa persen lagi yang harus dipersembahkan, tetapi selalu saja ada yang menjual tanah atau rumah untuk mencukupkan hidup jemaat mula-mula yang berasal dari luar Yerusalem.
Perbedaannya terjadi, karena kedatangan Kristus ke dunia. Bapa sudah mempersembahkan AnakNya yang tunggal, yang tidak bercacat-cela untuk menebus hidup umatNya. Maka, umatNya yang sudah diselamatkan menyadari bahwa seluruh hidup dan miliknya, bukanlah miliknya sendiri, melainkan milik Bapa. Itu sebabnya, seandainya harus mempersembahkan (bahkan sampai semuanya) untuk melakukan kehendak Allah, bukanlah menjadi suatu hal yang sulit, melainkan ada sukacita di dalam melakukannya.
Persembahan menjadi gaya hidup dari orang percaya, karena menyadari sudah terlalu banyak pemberian Allah yang berkelimpahan di dalam hidupnya, maka sudah sewajarnya ia juga memberikan persembahan yang bukan hanya sekedarnya untuk melaksanakan tugasnya, melainkan mempersembahkan yang terbaik, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah.
Adakah persembahan yang sekarang ini berhubungan dengan kekekalan?

Kekekalan/Penyempurnaan (Consummation)
24 Dan bangsa-bangsa akan berjalan di dalam cahayanya dan raja-raja di bumi membawa kekayaan mereka kepadanya; 25 dan pintu-pintu gerbangnya tidak akan ditutup pada siang hari, sebab malam tidak akan ada lagi di sana; 26 dan kekayaan dan hormat bangsa-bangsa akan dibawa kepadanya.
Wahyu 21:24-26

Ternyata persembahan bukan hanya dilakukan di dalam hidup yang sementara ini. Persembahan juga dilakukan sampai selama-lamanya. Selain manusia akan beribadah kepada Allah Tritunggal sampai selama-lamanya, maka menusia juga ternyata akan membawa persembahan kepada Allah di Yerusalem yang baru, dimana Allah bertahta. Yang dipersembahkan adalah kekayaan (kemuliaan) dan hormat. Segala yang agung, terbaik, terindah dari hasil usaha manusia, itulah yang dibawa ke Yerusalem baru untuk dipersembahkan.
Maka hidup yang sementara ini adalah kesempatan untuk belajar dan berlatih untuk mempersembahkan yang terbaik, terindah, teragung, apa yang dikehendaki Allah. Itu sebabnya kita perlu belajar mempersembahkan yang terbaik dan yang berpusat kepada Allah untuk kemuliaan namaNya. Soli Deo Gloria.



Baca juga:

- Seni Memberi (1): Bisa dapat lebih banyak?

- Seni Memberi (2): Memberi Berkat



Friday, June 8, 2007

Suschematizo dan Metamorphoo

Dua hari terakhir ini browsing dan lihat beberapa blog dari blogspot yang memakai layout new blogger. Jadi tertarik, karena selama ini belajar memakai old template yang tentu saja memakai html. Sementara, layout template memakai xml.
Yang lebih menarik, ada blogger yang memberikan panduan di dalam hacking new blogger. Jadilah blog ini sedikit berubah dengan bentuk tiga kolom dan new header. Tetapi, justru muncul pertanyaan. Apanya yang sebenarnya berubah, bagian luarnya (tampilannya) atau bagian dalamnya (isinya, pergumulannya, dll)? Mana yang lebih penting?

Do not be conformed to this world, but be transformed by the renewal of your mind, that by testing you may discern what is the will of God, what is good and acceptable and perfect.
Rom 12:2, ESV

Dunia ini menawarkan seolah-olah bagian luar (tampilan/tampak luar) lebih penting dibandingkan bagian dalamnya. Kadang-kadang ada alasan bahwa yang kelihatan di luar biasanya muncul/pengaruh dari isi yang ada di dalam. Betulkah seperti itu?

Judul dari post ini mungkin agak aneh bagi sebagian orang, tapi sebenarnya biasa bagi yang sudah membaca tulisan saya tentang Kehendak Allah (2). Karena dalam tulisan itu saya sudah menyebut dua kata di atas.
Suschematizo berasal dari kata schema, yang berarti bentuk, pola. Sedangkan kata metamorphoo, berasal dari akar kata morphe, yang juga berarti bentuk, rupa. Apa bedanya?

Perbedaannya bisa dilihat di dalam Fil 2:7-8. Pada ayat 7, memakai kata morphe (yang diterjemahkan "rupa" oleh LAI). Sedangkan ayat 8 memakai kata schema, yang diterjemahkan "keadaan" (seharusnya juga rupa/penampilan) oleh LAI.
Morphe, berbicara tentang bagian dalam/esensi dari manusia. Sedangkan schema adalah bagian luar/penampilan.

Banyak orang hanya ingin kelihatan schema-nya baik dan menonjol, sehingga terus-menerus menyesuaikan dengan schema zaman ini yang takluk kepada dosa. Sedikit yang melihat bahwa yang dibutuhkan dirinya adalah morphe-nya yang diubahkan oleh Tuhan melalui firmanNya. Sehingga dari perubahan morphe ini membuat hidup seorang percaya bisa melihat schema secara keseluruhan, sebelum dicemari oleh dosa, sesudah dicemari oleh dosa, sesudah mengalami penebusan dan yang sempurna nanti di dalam kekekalan.

Selama manusia hanya mementingkan schema dan terus-menerus menyesuaikan dengan schema dunia yang berdosa, suatu saat pasti akan menyerah dan tidak bisa mengikutinya. Di Jepang, sempat terkenal dengan harajuku, sementara yang sekarang ini ada trend baru untuk membuat kulit jadi sawo matang dan gelap. Sesudah itu, apalagi? Tidak akan pernah berhenti.. Tetapi yang muda akan menjadi tua, dan menyadari dirinya tidak bisa lagi mengikuti tampilan anak muda yang sesuai zamannya. Tetapi, dengan segala perubahan zaman, apakah keberadaan dirinya mengalami perubahan yang lebih baik? Apakah manusia makin mengerti akan arti hidup, mengapa dirinya hidup di dunia, apa panggilannya?

Semoga kita tidak menghabiskan dan memboroskan waktu dan segala anugerah Tuhan kepada kita hanya dengan membenahi penampilan luar kita. Tetapi dengan berjalannya waktu, biarlah kita bisa melihat Tuhan mengubah hidup kita sehingga kita bisa mempergunakan segala berkat, anugerah, waktu dan schema kita untuk memuliakan Tuhan.

Thursday, May 3, 2007

Kehendak Allah (2)

Kalau di dalam Kehendak Allah (1) sudah melihat perbandingan dari beberapa teolog tentang bagaimana melihat kehendak Allah, maka dalam tulisan ini adalah penggalian pribadi dari Roma 12:1-2.
Khususnya ingin menyoroti tiga kata kerja yang dipakai oleh Rasul Paulus di dalam dua ayat ini.

1 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. 2 Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
Roma 12:1-2


Ketiga kata kerja yang dipakai oleh Rasul Paulus adalah bagian dari nasehatnya yang bertujuan agar jemaat di Roma mampu untuk menguji dan membuktikan manakah kehendak Allah yang baik, berkenan kepada Allah yang sempurna.

(1) Parastesai, dari akar kata paristemi. Kata kerja ini ada di ayat pertama. Dalam Alkitab LAI diterjemahkan dengan 'mempersembahkan'. Persembahan ini bukanlah dilakukan berkali-kali, melainkan hanya sekali dan dilakukan secara aktif. Orang-orang yang ingin mengetahui kehendak Allah adalah orang-orang yang mempersembahkan hidupnya terlebih dahulu kepada Allah. Sebaliknya orang-orang yang hanya ingin memaksakan kehendaknya kepada Allah adalah orang-orang yang tidak pernah mempersembahkan dirinya. Mempersembahkan diri menjadi syarat pertama untuk mengetahui kehendak Allah, karena dengan mempersembahkan diri maka kita siap untuk menerima apapun kehendak Allah yang dibukakan untuk mengubah kehendak kita yang biasanya bertentangan dengan kehendak Allah.

(2) Suschematizo. Kata kerja ini ada di ayat kedua, yang diterjemahkan dengan 'menjadi serupa'. Sebenarnya lebih tepat kalau diterjemhkan 'mencocokan diri dengan pola/skema zaman ini'. Rasul Paulus menasehatkan jemaat di Roma untuk berhenti berusaha untuk terus-menerus mencocokan diri dengan pola zaman. Karena pola zaman yang menjadi trend justru ditandai dengan kecenderungan berbuat dosa yang begitu hebat. Seharusnya orang percaya tidak mengikuti pola hidup berdosa zaman ini. Ini adalah tahap kedua untuk mengerti kehendak Allah. Berhenti mengikuti keinginan dari ilah zaman ini dan tidak mengikuti pola hidup yang berdosa di zaman ini. Hal ini bukan berarti bahwa kita harus lari dari dunia ini dan menghindar dari semua trend dan gaya hidup serta kenikmatan yang ada. Nasehat dari rasul Paulus adalah berhenti mencocokan diri dengan pola hidup orang-orang berdosa. Jadi, apa yang harus dilakukan?

(3) metamorphoo. Kata kerja ini terdapat di ayat kedua, yang diterjemahkan dengan 'berubahlah'. Kata ini sebenarnya adalah kata kerja pasif dan bersifat terus-menerus. Lebih baik kalau diterjemahkan dengan 'bertransformasilah'. Transformasi ini adalah pekerjaan Allah di dalam pembaruan (renovasi) pikiran dan cara pandang kita. Kita pasif karena Roh Kudus yang mengubahkan kita melalui firman, tetapi aktif di dalam menggali dan merenungkan firman, yang dengan pekerjaan Roh Kudus sedang mengubah, mengoreksi dan membentuk cara pandang kita. Jadi, bukan hanya berhenti mencocokan diri, kemudian lari dan menghindar dari kenyataan dunia yang berdosa ini, melainkan melihat pembaruan yang terjadi dan merubah arah dari pola zaman ini yang berdosa, di bawa kembali kepada arah yang sejati, kepada Allah. Di tahap ketiga ini, membuat kita bisa menguji dan membuktikan manakah kehendak Allah yang baik, berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

Sesungguhnya orang-orang yang sudah mempersembahkan seluruh hidupnya kepada Allah, akan berhenti untuk menjadi sama dengan pola zaman ini yang berdosa, kemudian akan ditransformasikan cara pandangnya dengan kebenaran-kebenaran firman,sehingga bisa menguji dan membuktikan manakah yang benar-benar kehendak Allah..

Tuesday, May 1, 2007

Kehendak Allah (1)

Istilah kehendak Allah sepertinya menjadi istilah yang biasa dalam banyak kepercayaan dan agama yang menyembah Allah. Segala sesuatu yang terjadi biasanya dianggap sebagai kehendak Allah. Sehingga seharusnya sangat mudah dan gampang waktu berbicara tentang kehendak Allah. Tetapi kenyataannya ternyata terlalu jauh berbeda. Kehendak Allah terlalu sulit untuk dimengerti dan seringkali penyimpangannya terlalu jauh dari yang seharusnya.

Banyak orang yang mengatakan melakukan kehendak Allah, tetapi justru terlihat egois dan jauh dari kebenaran. Banyak orang yang ingin mengetahui kehendak Allah, ternyata hanya ingin memastikan bahwa keinginan dan kehendaknya dibenarkan oleh Allah.
Bagaimana seharusnya kita melihat, mengerti dan melakukan kehendak Allah? Saya ingin membagikan pendapat dari beberapa teolog yang mengajarkan langkah2 dan metode untuk melihat kehendak Allah.

Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini."
Ul 29:29

Banyak orang melihat kehendak Allah sebagai sesuatu yang tersembunyi, misterius dan bahkan ada yang menganggap sebagai sesuatu yang mustahil untuk dimengerti. Sebagian orang mencarinya dengan begitu antusias dan waktu merasa sudah mendapatkannya, menganggap dirinya sebagai seseorang yang lebih hebat dan lebih baik dari orang lain.

Dalam Ulangan 29:29, kita bisa melihat bahwa ada dua jenis kehendak Allah. Yang pertama, hal-hal yang tersembunyi yang hanya bagi Allah sendiri; sedangkan yang kedua, hal-hal yang dinyatakan bagi manusia. Biasanya banyak orang hanya melihat yang pertama dan ingin mendapatkan yang pertama. Padahal justru yang dibutuhkan oleh manusia dan yang dibukakan kepada manusia justru yang kedua. Sebenarnya manusia sering menyulitkan dirinya sendiri ketika hanya ingin mengetahui yang tersembunyi dan tidak melihat yang sudah dibukakan. Padahal untuk melihat yang sudah dibukakanpun ada kesulitan tersendiri.

Apa maksudnya kehendak Allah yang sudah dibukakan? Kehendak Allah yang sudah dinyatakan di dalam Alkitab. Semuanya sudah dinyatakan, manusia hanya tinggal membaca, mendengar, mengerti dan melakukannya. Jadi, melihat kehendak Allah menjadi sesuatu yang mudah!?? Hanya tinggal membaca firman, merenungkannya, lalu melakukannya. Gampang sekali!!? Meskipun tidak segampang yang kelihatan. Karena mengerti dan melakukan firman ternyata sulit.

John Piper melihat ada dua macam kehendak Allah dalam pembahasannya tentang Roma 12:1-2 (klik disini utk melihat tulisan Piper), God’s Will of Decree, or Sovereign Will dan God’s Will of Command. Jenis yang pertama, tidak bisa dilawan, mau tidak mau pasti akan dilakukan oleh siapapun juga. Sementara jenis yang kedua, kehendak Allah yang sering dilawan dan dilanggar oleh manusia.
Piper selanjutnya juga membagikan tiga langkah untuk melihat kehendak Allah yang dinyatakan kepada manusia:
1. Otoritas tertinggi adalah Firman, pikiran dan hati kita diubahkan melalui Firman.
2. Perubahan terjadi dengan mengaplikasikan kebenaran2 Firman ke dalam situasi kita yang berbeda.
3. Meditasi Firman dan melakukan kebenaran yang sudah dimeditasikan.

Metode lain dengan mengajukan beberapa pertanyaan diberikan oleh Sinclair B. Ferguson: (klik disini utk melihat tulisan Ferguson)
1. Apakah boleh? (1 Kor 6:12). Meskipun kita boleh melakukan segala sesuatu dan sudah dibebaskan oleh Kristus, tetapi perlu mempertanyakan apakah boleh di dalam anugerah dan kasih Tuhan..
2. Apakah berguna? (1 Kor 6:12)
3. Apakah memperbudak diri? (1 Kor 6:12)
4. Apakah Kristus tetap diper-Tuhan-kan?
5. Apakah menolong orang lain?
6. Apakah konsisten dan sesuai dengan contoh2 Alkitab?

Lain lagi pendapat dari J. Budziszewski yang membuat narasi untuk menjelaskan tentang melihat kehendak Allah (klik disini utk melihat tulisan Budziszewski). Ia tidak terlalu menyetujui metode-metode yang ada dan melihat bahwa manusia hanya perlu mengerti dan menyadari kehendak Allah melalui tiga hukum:
1. Kebiasaan. Kebiasaan menunggu Tuhan, kebiasaan berdoa, beriman.
2. Meditasi, merenungkan kebenaran2 Firman.
3. Taat dan patuh melakukannya.

Terakhir, Bruce Waltke dalam bukunya Finding the Will of God, membagikan enam program yang sudah Tuhan sediakan untuk menemukan kehendak Allah:
1. Baca Alkitab
2. Hati untuk Allah
3. Cari Nasehat yang bijaksana
4. Lihat pemeliharaan Allah
5. Apakah masuk akal?
6. Intervensi Ilahi.

Artikel2 lain yang berbicara tentang kehendak Allah bisa klik disini .

God Guides us first through his Word, then through our heartfelt desires, then the wise counsel of others, and then our circumstances. At that point we must rely on our own sound judgment...God gave each of us a brain, and he expects us to put it to good use.
Bruce Waltke, Finding the Will of God


Tuesday, April 17, 2007

Managing Oneself

Kemarin ada seorang mantan Majelis yang pernah pelayanan bareng di satu gereja mengajak ketemu, dan kita makan di salah satu restoren di Mall Taman Anggrek. Ngobrol banyak tentang pelayanan masing-masing dan rencana ke depan. Bapak Majelis itu mempromosikan satu buku yang baru saja dibelinya di toko buku di situ. Ternyata dia sengaja beli untuk dikasih ke saya. Buku dikasih gratis, maka harus dibagi-bagi apa yang didapat dari buku itu. Kumpulan tulisannya Peter F. Drucker, The Man who invented Management (BusinessWeek). Kumpulan tulisannya dibagi 2 bagian, yang pertama tentang tanggung jawab dari Manager (kita semua adalah manager/oikonomia, yang diserahkan talenta oleh Tuhan utk dikembangkan). Sedangkan bagian keduanya adalah tentang dunia dari para Executive (kita bukan hanya executive, melainkan adalah Raja yang mewakili Tuhan di bumi ini). Saya hanya ingin membagikan artikel pertama yang ada di dalam bagian pertama tentang Managing Oneself. Karena ada hal-hal yang menarik untuk mengevaluasi diri.

The sum of true wisdom—viz. the knowledge of God and of ourselves
(John Calvin)

Drucker melihat di dalam sejarah bahwa orang-orang yang mencapai puncaknya adalah orang-orang yang bisa manage dirinya. Contohnya: Napoleon, da Vinci, Mozart.
Untuk bisa manage diri sendiri perlu mengetahui beberapa hal:

What are my Strengths?
Drucker menemukan kekuatan2nya melalui feedback analysis. Setiap kali ia ingin mengambil kepurusan yang penting, dia menuliskan apa yang dia harapkan akan terjadi. Kemudian di dalam waktu 9 atau 12 bulan kemudian dibandingkan dengan apa yang terjadi sebenarnya. Yang menarik, menurut Drucker cara ini bukan cara baru, tapi sudah dimulai dari abad ke-14 yang kemudian dipraktekkan dengan sangat baik sebagai suatu kebiasaan oleh John Calvin dan Ignatius Loyola, dua orang yang mendirikan Gereja Calvinist dan Jesuit order. Kedua-duanya mendominasi Eropa dalam waktu yang cukup lama.
Implikasi dari pengetahuan tentang kekuatan2 kita: Pertama, konsentrasi pada kekuatan2 itu. Kedua, kembangkan dan tingkatkan kekuatan2 itu. Ketiga, selidiki dan atasi kesomobngan intelektual yang menghambat kemajuan.
Apa yang dipikirkan oleh Drucker sebenarnya mirip dengan evaluasi dari pemberian2 yang sudah Tuhan berikan kepada kita, talenta2 dan karunia. Melihat di mana bagian kita dari tubuh Kristus. Evaluasi yang lebih baik adalah dengan melihat kepada firman dan pengenalan akan Allah. Sama seperti yang dikatakan oleh Calvin, tanpa pengenalan akan Allah tidak ada pengenalan akan diri; dan sebaliknya. Implikasinya, sebenarnya dalam pengenalan akan diri membuat kita semakin mengenal, bersyukur dan memuliakan Tuhan.

How Do I Perform?
Drucker melihatnya sebagai keunikan yang berasal dari kepribadian seseorang. Bisa diubah, tapi tidak bisa secara keseluruhan. Drucker melihat beberapa pertanyaan2 lagi untuk bisa mengerti hal ini:
Am I a Reader or a Listener? Drucker memberikan dua contoh Presiden USA, Dwight Eisenhower dan Lyndon Johnson. Yang pernah berhasil dan akhirnya gagal karena tidak melihat kemampuannya sebagai pembaca atau pendengar.
How do I Learn? Dari mengetahui bahwa apakah kita adalah pembaca atau pendengar akan membuat kita mengerti bagaimana cara belajar yang lebih baik.
Sebenarnya masih ada juga pertanyaan yang harus dipertanyakan, seperti apa saya lebih baik bekerja sendiri? Atau lebih baik di dalam satu grup?, dan masih banyak pertanyaan lainnya.
Drucker mengambil kesimpulan bahwa jangan berusaha merubah diri sendiri tapi kerja keras untuk improve the way you perform.
Bagi saya sangat menarik, karena banyak yang mengajarkan pembentukan kepribadian bukan berasal dari dalam, tapi dari luar. Padahal kepribadian seseorang justru dibentuk dari firman hari demi hari dan pergumulannya untuk melakukan firman. Seharusnya orang-orang Kristen yang dibentuk dengan firman akan perform lebih baik.

What are My Values?
Pertanyaan ini adalah salah satu pertanyaan yang terpenting yang harus dipertanyakan. Drucker memberikan sebuah tes, yang dinamakannya mirror test. Suatu pertanyaan, orang seperti apa yang saya ingin lihat di kaca pada pagi ini? Pertanyaan yang bukan untuk memanipulasi diri, tapi mempertanyakan nilai2 yang dianggap penting dan berharga, serta seperti apa kita melihat sukses di dalam hidup. Drucker sedikit membagikan cerita hidupnya. Ia sangat baik sebagai seorang bankir muda di London pada pertengahan tahun 1930-an. Pekerjaannya sangat sesuai dengan kemampuan dan kekuatannya, tapi ia melihat bahwa tidak ada yang penting menjadi seorang yang sangat kaya yang akan mati di dalam kuburan. Dalam keadaan tidak punya uang dan prospek pekerjaan selanjutnya, ia berhenti dan keputusannya tidak salah. Ia tidak menjadi seorang yang sangat kaya, tetapi kekayaan pengetahuan dan pergumulannya membuat banyak orang mengerti tentang hidup dan kerja.
Saya sangat setuju dengan Drucker, Values are and should be the ultimate test. Maka nilai-nilai di dalam hidup kita harus dibangun melalui pengenalan akan Tuhan melalui firmanNya. Tanpa itu, nilai2 kita hanya akan dipengaruhi oleh dunia. Cara melihat kesuksesan yang sebenarnya hanya UUD (ujung-ujungnya duit).

Masih ada beberapa point yang dibahas oleh Drucker dalam artikel ini seperti, Where Do I Belong? What Should I Contribute? Responsibility for Relationships and The Second Half of Your Life. Tetapi, tiga point yang pertama di atas sudah cukup untuk mengerti dan bisa belajar banyak untuk mengenal diri kita yang seharusnya hidup untuk memuliakan Tuhan.

Tulisan singkat lain tentang Managing Oneself dari Drucker bisa di baca di Managing Knowledge Means Managing Oneself

Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.
Roma 12:3

Tuesday, April 3, 2007

Kesempatan Melayani

Pagi ini pulang dari kotbah di satu sekolah Kristen International, dapat satu paket dari satu lembaga pelayanan. Mereka sebenarnya sudah beberapa kali mengundang untuk kotbah dalam persekutuan bulanan anggota dan staf mereka, tapi dari dulu tidak pernah bisa. Kalau Tuhan kehendaki, semoga akhir bulan ini bisa kotbah di situ. Saya kenal beberapa staff mereka, karena dulu pernah presentasi di gereja yang saat itu saya adalah gembalanya. Terus terang saya sangat kagum dengan apa yang Tuhan kerjakan melalui lembaga misi ini. Lembaga misi ini interdenominasi dan non profit, merupakan bagian dari Wycliffe Bible Translators. Di Indonesia lembaga ini bernama Yayasan Karunia Bakti Budaya, atau lebih terkenal dengan nama Kartidaya (Websitenya masih dalam perbaikan). Mereka terkenal dengan penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa suku. Jadi ingat teman dari Malaysia, beberapa minggu yang lalu menawarkan proyek besar untuk menerjemahkan beberapa buku/artikel yang penting yang diberikan free di internet. Dia mengajak untuk terjemahin ke dalam bahasa Mandarin, Melayu dan Indonesia.
Mengapa ada orang-orang yang digerakkan Tuhan untuk melakukan hal ini?

Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.
Kolose 3:16

Bagaimana caranya perkataan Kristus bisa diam dengan segala kekayaannya di antara suku-suku yang terasing di seluruh dunia, khususnya di Indonesia yang masih ada 400-an suku yang belum mendengarkan Injil? Apakah mereka harus belajar bahasa Inggris atau bahasa Indonesia terlebih dahulu sehingga mereka bisa mendapatkan segala kekayaan firman? Bukankah yang lebih baik dan lebih bisa dimengerti kalau mereka bisa membaca Alkitab di dalam bahasa mereka sendiri? Bukankah karunia bahasa di dalam Kisah Para Rasul dimaksudkan untuk itu? Bangsa-bangsa bisa mendengarkan dan memuliakan Allah di dalam bahasa mereka sendiri. Bagaimana mereka bisa membaca dalam bahasa mereka sendiri, kalau mereka buta huruf? Bagaimana mereka mau menyisihkan waktu untuk belajar kalau hidup mereka terus kekurangan?
Seorang Indian di Guatemala pernah bertanya kepada seorang pemuda Amerika yang berapi-api memberitakan firman Tuhan kepada mereka, "Kalau tuhan mengasihi kami dan kalau Ia memang Tuhan yang pandai, mengapa Ia tidak dapat berbicara dalam bahasa kami? Mengapa kami harus belajar bahasa Spanyol untuk dapat membaca firmanNya?" Banyak orang yang belajar bahasa Asing hanya untuk keperluan dan kepentingan pribadi. Mengapa kemampuan ini tidak dipakai juga untuk menyebarkan berita Injil?
Saya melihat Kartidaya berjuang dengan keras untuk pelayanan ini. Mengutip dari brosur-brosur yang dikirimkan kepada saya, maka saya ingin membagikannya kepada orang-orang yang akan digerakkan oleh Tuhan.

Kartidaya percaya bahwa:

Alkitab adalah firman Tuhan bagi setiap orang di seluruh dunia.

Setiap suku bangsa berhak untuk mebaca firman Tuhan dalam bahasa yang paling mereka mengerti, yaitu bahasa mereka sendiri.

Gereja dapat berdiri teguh jika ada Alkitab yang tersedia dalam bahasa mereka sendiri dan mereka dapat membacanya dengan mengerti.

Belajar membaca dan menulis dalam bahasa daerah merupakan jembatan untuk dapat belajar bahasa Indonesia dengan baik.

Menyediakan alkitab ke dalam setiap bahasa merupakan pelayanan gereja, dan setiap orang Kristen dapat ambil bagian di dalamnya.

Maka ada lima kesempatan yang bisa dilakukan bersama Kartidaya:

1. Penerjemahan Alkitab.
Masih diperlukan ratusan tenaga untuk menjangkau ladang-ladang yang sudah menguning. Apa yang harus dilakukan? Langkah-langkahnya adalah dengan Belajar bahasa setempat; Belajar budaya setempat; Tahap Penerjemahan Awal dan Tahap Penerjemahan Akhir.
Tujuan akhir dari program ini adalah perubahan hidup suatu masyarakt yang mau menyerahkan diri untuk berjalan di bawah kehendak Tuhan.

2. Pelayanan Literasi.
Program ini mencakup: program penelitian bahasa, pengadaan bahan bacaan dalam bahasa daerah, serta pengadaan program pemberantasan buta aksara, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar.
Pelaksanaan program-program literasi ini dengan menggunakan modul-modul yang dipakai dengan membuka kelas baca-tulis, melatih guru-guru lokal dan membuat buku-buku bacaan.

3. Pelayanan Pemberdayaan Masyarakat.
Pembinaan masyarakat yang berkesinambungan dengan maksud untuk meningkatkan kebutuhan dasar mereka melalui pengadaan air bersih, pelatihan-pelatihan pertanian, kesehatan dan teknologi. Contohnya: Proyek air bersih, rumah sehat, toko perahu, kebun sehat dan pupuk kompos.
Metode yang dipakai: Melakukan studi dasar tentang keadaan sosial ekonomi dan berbagia hal, sesudah itu melakukan pengorganisasian terhadap berbagai kelompok swadaya masyarakat.

4. Pelayanan Pendukung.
Yaitu orang-orang yang bekerja di kantor pusat untuk membantu tenaga-tenaga di lapangan. Yang dibutuhkan antara lain: Asisten Koordinator pelatihan bidang logistik, asisten koordinator pelatihan bidang hukum, tenaga lapangan, sekretaris, kepala bagian keuangan, kepala rumah tangga, tukang masak, resepsionis, pendidikan anak, teknisi komputer, koordinator hubungan dengan pemerintah, penyusun kurikulum, tenaga pemasaran, pendanaan proyek.

5. Berdoa dan berbagian dengan persembahan.
Semua sudah tahu tentang hal ini, tidak perlu penjelasan lagi.

Kalau ingin penjelasan lebih lanjut lagi, silahkan hubungi Kartidaya:
(021)56965481-3
Bank Account: BCA Cab. Tanjung Duren
No. 198-386361-6
a/n: Yayasan Kartidaya


14 Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? 15 Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!"
Rom 10:14-15

Thursday, March 15, 2007

The Opium of Positive Thinking

Beberapa bulan yang lalu, sempat beberapa kali ada kesempatan di hari Rabu-Kamis untuk nonton Audisi American Idol. Ribuan orang di beberapa kota di Amerika datang dengan mimpi-mimpi untuk menjadi seorang idol. Dan, kalau menjadi American Idol menjanjikan kesuksesan yang luar biasa. Kenyataannya lebih banyak yang bermimpi dan sangat kecewa dengan mimpinya yang tidak akan pernah menjadi kenyataan. Banyak peserta audisi yang sudah berlatih dan mempersiapkan diri dengan sangat baik (menurut mereka) dan merasa pasti bisa untuk menjadi seorang American Idol. Minimal dapat tiket ke Hollywood. Sudah memproyeksikan dirinya, percaya dengan banyak hal yang akan terjadi dengan pikirannya yang positif. Tapi, sesungguhnya kalau dilihat dengan akal sehat, sangat jauh dari klaimnya yang merasa akan berhasil. Mengapa banyak orang menipu dirinya sendiri?

Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.
Rom 12:3

Beberapa alasan dari kesulitan dan kegagalan manusia adalah karena manusia terlalu percaya dengan positive thinkingnya. Banyak orang yang memimpikan terlalu jauh dibandingkan dengan yang seharusnya dilakukan di dalam beberapa hal. Sedangkan di dalam beberapa hal yang lain di mana seharusnya memikirkan lebih tinggi, ternyata tidak pernah sampai ke situ. Maka Rasul Paulus mengatakan perlu ukuran iman yang sudah dianugerahkan Allah kepada kita masing-masing. Nah, di sini masalahnya. Ukuran iman ternyata digantikan oleh positive thinking. Banyak orang tidak ingin melihat ukuran iman itu, tetapi lebih ingin melihat apa yang diinginkan untuk melepaskan dirinya secepat mungkin dari segala kesulitannya dan secepatnya bisa menikmati segala kenikmatan yang kelihatannya mungkin untuk dijangkau dengan iman.
Jadi, sebenarnya banyak orang yang merasa sedang memikirkan ukuran imannya, sebenarnya melupakan kata-kata sebelum 'menurut ukuran iman', yaitu kata 'menguasai diri.' Dalam bahasa Yunaninya, Rasul Paulus menggunakan dua kata phronein dan sophronein, yang artinya berpikir dan melatih dalam mengontrol pikiran/diri. Di zaman sekarang ini, banyak orang yang mengatakan bahwa ia beriman bahwa segala sesuatu yang dipikirkan akan terjadi, hanya menunjukkan bahwa ia tidak bisa mengontrol dirinya akan segala keinginan yang diharapkan segera terjadi. Jauh sekali berbeda dengan apa yang dimaksudkan oleh Rasul Paulus. Positive Thinking sudah membius dan mengikat banyak orang, bagaikan candu, ditengah kesulitan dan pergumulan seolah-olah jalan keluarnya hanyalah dengan berpikir positif yang cenderung menipu dan memanipulasi.
Seharusnya kita berlatih untuk menerima keadaan dan belajar melihat bahwa keadaan sekarang, selama masih ada waktu dan kesempatan serta anugerah dari Tuhan, maka keadaan itu bukan akhir dari segalanya. Jadi belajar menerima keadaan. Yang harus terjadi dan yang harus ditanggung, haruslah ditanggung. Ketika kita harus kehilangan mimpi-mimpi, barang-barang dan bahkan orang-orang yang kita kasihi, kita harus menerima kenyataan itu. Pemikiran kita yang positif tidak akan mengembalikan semuanya.
Seharusnya juga kita melihat masa depan bukan hanya berdasarkan keinginan kita, tetapi menghubungkannya dengan seluruh rencana Allah dan membuka mata melihat sejarah yang sedang berlangsung. Kalau mata kita betul-betul terbuka, maka seharusnya kita makin pesimis dan bukan optimis dengan dunia ini. Karena dosa lebih merajalela, orang yang betul-betul bersaksi semakin sedikit. Bahkan banyak orang Kristen yang hanya hidup untuk dirinya ambisinya, keluarganya, gerejanya dan tidak ingin melihat keseluruhan Kerajaan Allah. Harusnya keadaan ini tidak bisa membuat kita positive thinking. Kecuali kalau kita lari dari kenyataan atau ingin lari dari kenyataan. Tetapi, semuanya belum berakhir, ada rencana Tuhan yang indah bagi umat pillihanNya. Dan seharusnya di dalam kepesimisan yang paling dalam kita tetap bisa melihat anugerah dan pemeliharaan Allah yang terus bekerja. Itu sebabnya dunia ini tidak segera berubah menjadi neraka sesudah manusia jatuh dalam dosa dan makin bertambah jahat.
Maka, bagi saya seharusnya kita belajar untuk mengerjakan apa yang sudah dibukakan oleh Tuhan saat ini, sambil memikirkan apa dampaknya sampai kepada kekekalan. Dan kemudian melakukan lagi apa yang telah kita pikirkan sampai pada kekekalan. Pelajaran ini tidak akan membuat kita tertipu dengan fenomena dan keinginan kita yang begitu mencintai diri sendiri dan hanya menginginkan diri kita sendiri yang bahagia. Tuhan justru akan membuat kita semakin jelas dengan segala hal yang terus dibukakanNya kepada kita, karena Dia sudah mempersiapkan semuanya.
Semoga Allah kita terus menganugerahkan iman kepada kita untuk melihat segala sesuatu di dalam rencanaNya dan kita hidup terus-menerus di dalam pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya.

I don't know about tomorrow,
I just live from day to day.
I don't borrow from it's sunshine,
For it's skies may turn to gray.
I don't worry o'er the future,
For I know what Jesus said,
And today I'll walk beside Him,
For He knows what is ahead.

I don't know about tomorrow,
It may bring me poverty;
But the One Who feeds the sparrow,
Is the One Who stands by me.
And the path that be my portion,
May be through the flame or flood,
But His presence goes before me,
And I'm covered with His blood.

Many things about tomorrow,
I don't seem to understand;
But I know Who holds tomorrow,
And I know Who holds my hand.


Words and Music by Ira Stanphill